Tabel 21. Luas Areal yang Sudah di Reklamasi Berdasarkan Jenis Tanaman Eksisting
No. Desa Reklamasi Bervegetasiterbuka
Luas ha
Persen- tase
1 BUKIT LAYANG
perataan areal
bervegetasi tanaman reklamasi akasia 54
61 lahan terbuka belum ditanami
34 39
Jumlah 88
belum ada kegiatan
bervegetasi semak belukar 24
74 lahan terbuka sebagian besar berpasir
8 26
Jumlah 32
2 LUMUT perataan areal
bervegetasi tanaman reklamasi sengon 33
51 lahan terbuka belum ditanami
32 49
Jumlah 65
belum ada kegiatan
bervegetasi semak belukar 64
58 lahan terbuka sebagian besar berpasir
47 42
Jumlah 112
3 RIDING PANJANG
perataan areal
bervegetasi tanaman reklamasi akasia 105
48 lahan terbuka belum ditanami
113 52
Jumlah 218
belum ada kegiatan
bervegetasi semak belukar 50
75 lahan terbuka sebagian besar berpasir
16 25
Jumlah 67
Jumlah Keseluruhan
582 Berdasarkan Tabel 21, terlihat bahwa di Desa Bukit Layang
teridentifikasi yang sudah ditanami jenis Akasia Acacia auriculiformis sebesar 61, sementara areal yang siap ditanami sudah dilakukan kegiatan perataan
namun belum ada kegiatan penanaman adalah sebesar 39. Untuk areal yang belum direklamasi seluas 32 ha, dengan kondisi saat ini lebih banyak didominasi
oleh semak belukar, sedangkan lahan terbuka seluas 8 ha kondisinya sebagian besar berupa pasir.
Di Desa Lumut teridentifikasi yang sudah ditanami jenis Sengon Paraserianthes falcataria sebesar 51, sementara areal yang siap ditanami
sudah dilakukan kegiatan perataan namun belum ada kegiatan penanaman adalah sebesar 49. Untuk areal yang belum direklamasi seluas 64 ha, dengan
kondisi saat ini lebih banyak didominasi oleh semak belukar, sedangkan lahan terbuka seluas 47 ha kondisinya sebagian besar berupa pasir.
Di Desa Riding Panjang teridentifikasi yang sudah ditanami jenis Akasia Acacia auriculiformis sebesar 48, sementara areal yang siap ditanami sudah
dilakukan kegiatan perataan namun belum ada kegiatan penanaman adalah sebesar 52. Untuk areal yang belum direklamasi seluas 50 ha, dengan kondisi
saat ini lebih banyak didominasi oleh semak belukar, sedangkan lahan terbuka seluas 16 ha kondisinya sebagian besar berupa pasir.
5.2.2. Curah Hujan, Bulan Kering dan Temperatur Rata-rata
Curah hujan, bulan kering dan temperatur rata-rata tahunan pada lahan pascatambang yang digunakan dalam analisis kesesuaian lahan mengacu
kepada data Stasiun Meteorologi Pangkalpinang. Curah hujan tahunan diambil dari rata-rata curah hujan Tahun 2007-2011 yaitu sebesar 2490 mm dengan
bulan kering curah hujan bulanan 75 mm sebanyak 1satu bulan. Temperatur rata-rata tahunan diambil dari rata-rata temperatur Tahun 2007-2011 yaitu
sebesar 26,9 C .
5.2.3. Sifat Fisik dan Kimia Lahan Pascatambang
Sifat fisik dan kimia lahan pascatambang yang digunakan dalam analisis kesesuaian lahan merujuk pada hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh
Kusumastuti 2005, dan Inonu 2011. Sifat fisik dan kimia tailing pada lahan pascatambang timah yang belum direklamasi berdasarkan umur setelah
penambangan berakhir selengkapnya disajikan pada Tabel 22. Sifat fisik dan kimia tailing pada lahan pascatambang timah yang sudah direklamasi
berdasarkan umur setelah penambangan berakhir selengkapnya disajikan pada Tabel 23.
Tabel 22. Sifat Fisik dan Kimia Tailing pada Lahan Pascatambang Timah yang Belum Direklamasi Berdasarkan Umur Setelah Penambangan
Berakhir
Parameter Umur Setelah Penambangan
Kurang dari 5 Tahun
1
5 sd 10 Tahun
1
Lebih dari 10 sd 15 Tahun
2
Lebih dari 15 Tahun
1
Tekstur Berpasir Berpasir Berpasir
Berpasir Pasir
96 92
92,0 93
Debu 2
2,0 1
Liat 4
6 6,0
6 KTK me100g
0,23 0,19
6,61 0,19
pH 3,6 4,2
4,64 4,6
C-organik 0,17
0,16 0,29
0,26 N total
0,02 0,02
0,03 0,02
P-tersedia Bray I P2O5 ppm
2,8 3,4 0,75 3,9
K2O mg100g 3
2 0,06
1 Sumber: 1 Kusumastuti 2005, 2 Inonu 2011
Tabel 23. Sifat Fisik dan Kimia Tailing pada Lahan Pascatambang Timah yang Sudah Direklamasi
Parameter Umur Setelah Penambangan
Kurang dari 5 Tahun
1
5 sd 10 Tahun
1
Lebih dari 10 sd 15 Tahun
2
Lebih dari 15 Tahun
1
Tekstur Lempung Liat
Berpasir Lempung
Liat Berpasir
Lempung Liat Berpasir
Lempung Berpasir
Pasir 51,18
65,11 60,35
55,58 Debu
22,08 12,22
19,24 26,26
Liat 26,74
22,67 20,42
18,16 KTK me100g
10,31 17,38
8,21 10,75
pH 7,09 7,09
6,86 7,05
C-organik 1,70
2,42 1,85
1,54 N total
0,17 0,25
1,85 0,15
P-tersedia P2O5 mgkg 58,45
K2O cmolkg 0,38
Sumber: 1 Kusumastuti 2005, 2 Inonu 2011
5.2.4. Analisis Kesesuaian Lahan untuk Beberapa Jenis Tanaman
Pemanfaatan lahan pascatambang untuk tanaman pangan memerlukan kajian lebih lanjut karena pada lahan pascatambang masih mengandung logam
berat Amin, 2002 dan bahan mineral radioaktif Veriady, 2007. Tanaman kehutanan dan perkebunan yang termasuk dalam kelompok MPTS merupakan
alternatif tanaman yang dipilih dalam analisis kesesuaian lahan. Pemilihan terhadap jenis tanaman karet Hevea brassiliensis MA, selain
karena termasuk dalam kelompok MPTS juga karena tanaman tersebut merupakan tanaman yang biasa dibudidayakan oleh masyarakat di Kabupaten
Bangka. Jenis tanaman sengon Paraserianthes falcataria dan akasia Acacia auriculiformis merupakan tanaman FGS yang sudah ditanam di lahan reklamasi
pascatambang timah. Hasil analisis kesesuaian lahan untuk tanaman karet Hevea brassiliensis MA, sengon Paraserianthes falcataria dan akasia Acacia
auriculiformis pada lahan pascatambang yang belum dan sudah direklamasi masing-masing disajikan pada Tabel 24 dan Tabel 25.
Tabel 24. Kelas Kesesuaian Lahan di Lahan Bekas Tambang Timah Lahan yang Belum Direklamasi
No. Jenis
Tanaman Kelas Kesesuaian Lahan Berdasarkan Umur Setelah
Penambangan 5 Tahun 5-10 Tahun
10-15 Tahun 15 Tahun
1 Karet N2
N2 N2
N2 2 Sengon
N2 N2
S3 S3
3 Akasia N2
N2 N2
N2
Berdasarkan Tabel 24, kelas kesesuaian pada lahan yang belum direklamasi untuk karet Hevea brasiliensis adalah N2 dengan faktor pembatas
adalah media perakaran r yaitu pada tekstur tanah. Kelas kesesuaian pada lahan yang belum direklamasi untuk akasia Acacia auriculiformis adalah N2
dengan faktor pembatas adalah retensi hara f yaitu pada pH tanah. Kelas kesesuaian lahan untuk sengon Paraserianthes falcataria pada lahan
pascatambang umur setelah penambangan berakhir 5 dan 5-10 tahun adalah N2, sedangkan pada lahan pascatambang 10 tahun memiliki kelas kesesuaian
lahan S3 sesuai marginal dengan faktor pembatas adalah retensi hara f yaitu pada pH tanah.
Tabel 25. Kelas Kesesuaian Lahan di Lahan Bekas Tambang Timah Lahan yang Sudah Direklamasi
No. Jenis
Tanaman Kelas Kesesuaian Lahan Sesudah Direklamasi
5 Tahun 5 - 10 Tahun 10 - 15 Tahun 15 Tahun
1 Karet S3
S3 S3
S3 2 Sengon
S2 S2
S2 S2
3 Akasia S2
S2 S2
S2 Berdasarkan Tabel 25, pada lahan pascatambang yang sudah
direklamasi, untuk karet Hevea brasiliensis pada setiap klasifikasi umur pascatambang menunjukkan kelas kesesuaian lahan S3 sesuai marginal
dengan faktor pembatas adalah retensi hara f yaitu pada pH tanah. Kelas kesesuaian pada lahan pascatambang yang sudah direklamasi untuk sengon
Paraserianthes falcataria adalah Cukup Sesuai S2 dengan faktor pembatas ketersediaan air w, media perakaran r dan retensi hara f.
Kondisi faktor pembatas tersebut adalah sebagai berikut : a Ketersediaan air w yaitu pada curah hujan per tahun untuk masing-masing
umur setelah penambangan berakhir, dimana curah hujan rata-rata per tahun adalah 2490 mm. Curah hujan untuk kelas kesesuaian S1 berkisar
antara 2500 – 3000 mm per tahun. b Media perakaran r terutama pada tekstur untuk lokasi dengan umur setelah
penambangan lebih dari 15 tahun. c Retensi hara f terutama pada pH tanah untuk lokasi dengan umur setelah
penambangan kurang dari 5 tahun, 5 – 10 tahun dan lebih dari 15 tahun. Pada kelas kesesuaian S1, pH tanah untuk tanaman sengon berkisar antara
5,5 sampai 7,0. Kelas kesesuaian pada lahan pascatambang yang sudah direklamasi
untuk akasia Acacia auriculiformis adalah cukup sesuai S2 dengan faktor pembatas ketersediaan air w yaitu bulan kering 75 mm hanya 1 bulan.
Kondisi bulan kering untuk kelas kesesuaian lahan S1 adalah 2 – 3 bulan. Dari Tabel 24 dan 25 dapat dilihat bahwa teknik reklamasi yang
diterapkan dapat meningkatkan kelas kesesuaian lahan untuk karet, sengon dan akasia. Hasil pengolahan data spasial peta kesesuaian lahan tanaman Karet
Hevea brasiliensis di Desa Bukit Layang Kecamatan Bakam, Desa Lumut Kecamatan Belinyu dan Desa Riding Panjang Kecamatan Merawang
selengkapnya disajikan pada Lampiran 23-25. Peta kesesuaian lahan tanaman Sengon Paraserianthes falcataria di Desa Bukit Layang Kecamatan Bakam,
Desa Lumut Kecamatan Belinyu dan Desa Riding Panjang Kecamatan Merawang selengkapnya disajikan pada Lampiran 26-28. Peta kesesuaian lahan
tanaman Akasia Acacia auriculiformis di Desa Bukit Layang Kecamatan Bakam, Desa Lumut Kecamatan Belinyu dan Desa Riding Panjang Kecamatan
Merawang selengkapnya disajikan pada Lampiran 29-31.
5.3. Analisis Finansial
Analisis finansial terhadap kegiatan reklamasi lahan bekas tambang timah dilakukan untuk mengetahui kelayakan pengusahaan tanaman karet,
sengon dan akasia. Analisis finansial dalam evaluasi manfaat biaya reklamasi bekas tambang ini mengacu kepada penerimaan dan pengeluaran terdiskonto
yang mencerminkan pendekatan harga pasar aktual yang akan diterima atau dibayar.
Adanya ketidakpastian terhadap besarnya manfaat dan biaya pada masa yang akan datang akan berpengaruh terhadap tingkat kelayakan usaha
reklamasi lahan pascatambang timah yang memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Perubahan harga terhadap variabel sarana produksi pertanian,
upah tenaga kerja, harga produk kayu, harga getah, discount rate yang diterapkan, tingkat produktivitas tanaman karet, sengon dan akasia dapat
mempengaruhi tingkat kelayakan usaha reklamasi lahan pascatambang timah.
5.3.1. Analisis Finansial Tanaman Karet pada Lahan Pascatambang
Biaya penanaman Karet Hevea brasiliensis terdiri atas biaya pengadaan bibit, media tanam, kompos, batuan fosfat, pupuk dan upah
penggalian, pengisian serta penanaman karet. Biaya penanaman Karet per hektar selengkapnya disajikan pada Tabel 26.
Tabel 26. Biaya Penanaman Tanaman Karet
No. Uraian Volume Satuan
Harga Satuan
Rupiah Jumlah
Rupiah
1 Pengadaan bibit 462 + 10
508 batang
10.000 5.082.000
2 Upah penggalian, pengisian dan penanaman
462 lubang
10.000 4.620.000
3 Pengadaan tanah untuk media tanam
0,5 x 1 m3 x 462 231
m3 75.000
17.325.000 4 Pengadaan kompos
10 kg x 462 4620
kg 500
2.310.000 5 Pengadaan batuan fosfat
0,1 kg x 462 46,2
kg 1.000
46.200 6 Pengadaan urea
0,05 kg x 462 23,1
kg 1.600
36.960 7 Pengadaan SP 36
0,1 kg x 462 46,2
kg 2.000
92.400
Jumlah 29.512.560
Biaya pemeliharaan tanaman karet per hektar per tahun selengkapnya disajikan pada Tabel 27. Biaya pengadaan pupuk dasar tanaman karet
selengkapnya disajikan pada Tabel 28.
Tabel 27. Biaya Pemeliharaan Tanaman Karet per Hektar per Tahun
No. Uraian Volume
Satuan Harga
Satuan Rupiah
Jumlah Rupiah
1 Upah pemeliharaan pemupukan, pengendalian HPT,
dll. 462 x 4 = 924
kali 500 462.000
2 Pengadaan pestisida
2 kali
100.000 200.000
Jumlah 662.000
Tabel 28. Biaya Pengadaan Pupuk Dasar Tanaman Karet
No. Umur
Tanaman tahun
Volume Harga rupiah
Jumlah
Urea gphth
SP 36 gphth
KCl gphth
Urea Rp 1.600kg
SP 36 Rp 2.000kg
KCl Rp 3.500kg
1 1 250 150
100 184.800
138.600 161.700
485.100 2 2 250
250 200
184.800 231.000
323.400 739.200
3 3 250 250
200 184.800
231.000 323.400
739.200 4 4 300
250 250
221.760 231.000
404.250 857.010
5 5 300 250
250 221.760
231.000 404.250
857.010 6
6 sd 15 350
260 300
258.720 240.240
485.100 984.060 7
16 sd 25 300
190 250
221.760 175.560
404.250 801.570 8
25 200 0 150 147.840 242.550
390.390 Biaya Pemanenan Tanaman Karet terdiri atas:
• Upah penyadapan getah karet sebesar 50 dari produksi lump; • Upah penebangan kayu per hektar sebesar Rp. 3.860.000.
Penerimaan terdiri dari hasil penjualan lump per tahun dan penjualan kayu. Penerimaan lump per tahun dapat dilihat pada Tabel 29 harga lump = Rp.
8.500kg merupakan harga pasaran rata-rata di Kabupaten Bangka.