31 dikelompokkan menjadi tiga ordo tanah, yaitu 1 Latosol, 2 Mediteran dan
3 Litosol. Penyebaran jenis tanah pada DAS Keduang disajikan pada Tabel 5 dan
Gambar 6. Tabel 5.
Penyebaran Ordo Tanah DAS Keduang No
Ordo Tanah Luas
Ha 1
Latosol 12.390,73
34,02 2
Litosol 9.037,40
24,81 3
Mediteran 14.998,73
41,17 Total
36.426,87 100,00
Sumber : Hasil Analisis Model
4.4 Penggunaan Lahan
Kondisi penggunaan lahan dideskripsikan dari peta penggunaan lahan. Fungsi peta penggunaan lahan adalah memberikan informasi spasial penyebaran
penggunaan lahan dalam DAS dan sebagai input bagi model MWSWAT. Berdasarkan peta penggunaan lahan tahun 2005 teridentifikasi enam penggunaan
lahan yaitu sawah, kebun, tegalan, pemukiman, semak dan hutan. Penggunaan lahan DAS Keduang didominasi penggunaan lahan sawah
pada daerah yang datar di bagian hilir DAS Keduang. Sawah tadah hujan juga dijumpai di beberapa tempat dengan pola tanam padi-padipalawijabera-
padipalawija. Penggunaan lahan tegalan juga banyak dijumpai pada daerah penelitian. Pada umumnya pada lahan tegalan tanaman yang diusahakan adalah
tanaman kacang-kacangan, jagung dan ubi kayu. Teknik konservasi yang digunakan adalah dengan membangun teras bangku pada daerah yang berlereng
tanpa penguat teras.
Gambar 6. Peta Tanah DAS Keduang
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Penggunaan Lahan DAS Keduang
Berdasarkan hasil analisis peta penggunaan lahan DAS Keduang tahun 2005 diperoleh enam jenis penggunaan lahan yaitu sawah, kebun, tegalan, pemukiman,
semak dan hutan. Penggunaan lahan tersebut didominasi oleh penggunaan lahan sawah diikuti penggunaan lahan tegalan, pemukiman, kebun campuran,
hutan dan semak Tabel 6. Peta penggunaan lahan tahun 2005 DAS Keduang disajikan pada Gambar 7.
Tabel 6. Persentase Penggunaan Lahan DAS Keduang Tahun 2005 No
Penggunaan Lahan Luas
Ha 1
Sawah 11.526,48
31,64 2
Tegalan 10.716,12
29,42 3
Pemukiman 9.280,71
25,48 4
Kebun Campuran 4.196,61
11,52 5
Hutan 455,49
1,25 6
Semak 251,46
0,69 Total
36.426,87 100,00
Sawah sebagai penggunaan lahan terluas di daerah penelitian 31,64 umumnya tersebar di bagian tengah dan hilir DAS Keduang, sedangkan tegalan
sebagian besar tersebar di daerah hulu. Hal ini menunjukaan bahwa penggunaan lahan hutan telah mengalami perubahan penggunaan lahan menjadi lahan tegalan
sehingga kawasan hutan di daerah penelitian hanya sekitar 1,25 dari luas DAS.
5.2 Pembentukan Sub DAS dan HRU DAS Keduang 5.2.1 Pembentukan Sub DAS
Penggunaan model MWSWAT untuk mendeliniasi daerah penelitian dilakukan secara otomatis. Pada proses ini data yang dibutuhkan adalah peta
DEM, peta jaringan sungai, lokasi DAS dan titik outlet. Hasil yang diperoleh dari proses deliniasi berupa peta jaringan sungai, peta batas DAS dan sub DAS dan
perhitungan topografi lengkap.
Gambar 7. Penggunaan Lahan DAS Keduang Tahun 2005
Proses deliniasi menggunakan ambang batas threshold sebesar 500 Ha, sehingga terbentuk 41 sub DAS dengan total luas DAS 36.426,87 Ha dengan
1 titik outlet. Luas masing-masing sub DAS hasil deliniasi disajikan pada Tabel Lampiran 1.
5.2.2 Pembentukan HRU
HRU merupakan unit terkecil dalam perhitungan SWAT. HRU yang terbentuk merupakan hasil tumpang tindih antara jenis tanah, penggunaan lahan
dan kemiringan lereng. Pembentukan HRU menggunakan metode threshold by percentage
dengan threshold masing-masing 10 untuk penggunaan lahan, 5 untuk jenis tanah dan 5 untuk kemiringan lereng. Berdasarkan threshold
tersebut maka terbentuk 900 HRU di 41 sub DAS pada DAS Keduang.
5.3 Karakteristik Landuse untuk Model MWSWAT
MWSWAT membutuhkan banyak input data yang sebagian besar belum terpenuhi karena adanya keterbatasan data DAS Keduang, oleh karena itu input
data landuse lokal disesuaikan dengan jenis tanaman yang ada dalam SWAT database
Tabel 7. Tabel 7. Penyesuaian Data Landuse Lokal dengan Database MWSWAT
No Jenis
LanduseLandcover Kode
MWSWAT Jenis LanduseLandcover
dalam Database MWSWAT 1
Tegalan AGRR
Agricultural Land Row crops 2
Kebun campuran APPL
Apple 3
Sawah RICE
Rice 4
Pemukiman URMD
Residential LowMed Density 5
Hutan FRST
Forest Mixed 6
Semak LBLS
Little Bluestem
5.4 Kalibrasi Model
Kalibrasi model dilakukan dengan membandingkan data hasil keluaran model flow_out dan sediment_out pada file RCH dengan data hasil pengukuran
di titik SPAS Ngadirojo. Untuk memudahkan proses kalibrasi maka pada tahap ini data tahun 2004 dipisahkan dengan data tahun 2005. Simulasi pada tahun 2004
dilakukan sejak tanggal 22 Desember 2003 sampai 31 Desember 2004. Simulasi pada tahun 2005 dilakukan sejak tanggal 22 Desember 2004 sampai 31 Maret