Proses deliniasi menggunakan ambang batas threshold sebesar 500 Ha, sehingga terbentuk 41 sub DAS dengan total luas DAS 36.426,87 Ha dengan
1 titik outlet. Luas masing-masing sub DAS hasil deliniasi disajikan pada Tabel Lampiran 1.
5.2.2 Pembentukan HRU
HRU merupakan unit terkecil dalam perhitungan SWAT. HRU yang terbentuk merupakan hasil tumpang tindih antara jenis tanah, penggunaan lahan
dan kemiringan lereng. Pembentukan HRU menggunakan metode threshold by percentage
dengan threshold masing-masing 10 untuk penggunaan lahan, 5 untuk jenis tanah dan 5 untuk kemiringan lereng. Berdasarkan threshold
tersebut maka terbentuk 900 HRU di 41 sub DAS pada DAS Keduang.
5.3 Karakteristik Landuse untuk Model MWSWAT
MWSWAT membutuhkan banyak input data yang sebagian besar belum terpenuhi karena adanya keterbatasan data DAS Keduang, oleh karena itu input
data landuse lokal disesuaikan dengan jenis tanaman yang ada dalam SWAT database
Tabel 7. Tabel 7. Penyesuaian Data Landuse Lokal dengan Database MWSWAT
No Jenis
LanduseLandcover Kode
MWSWAT Jenis LanduseLandcover
dalam Database MWSWAT 1
Tegalan AGRR
Agricultural Land Row crops 2
Kebun campuran APPL
Apple 3
Sawah RICE
Rice 4
Pemukiman URMD
Residential LowMed Density 5
Hutan FRST
Forest Mixed 6
Semak LBLS
Little Bluestem
5.4 Kalibrasi Model
Kalibrasi model dilakukan dengan membandingkan data hasil keluaran model flow_out dan sediment_out pada file RCH dengan data hasil pengukuran
di titik SPAS Ngadirojo. Untuk memudahkan proses kalibrasi maka pada tahap ini data tahun 2004 dipisahkan dengan data tahun 2005. Simulasi pada tahun 2004
dilakukan sejak tanggal 22 Desember 2003 sampai 31 Desember 2004. Simulasi pada tahun 2005 dilakukan sejak tanggal 22 Desember 2004 sampai 31 Maret
2005. Kalibrasi debit aliran dilakukan pada periode harian sedangkan kalibrasi sedimen dilakukan pada periode bulanan.
Kalibrasi debit 2004 dilakukan sejak 1 Januari sampai 31 Maret 2004 dan 1 November sampai 31 Desember 2004, sedangkan tahun 2005 kalibrasi
dilakukan sejak 1 Januari sampai 20 Maret 2005. Kalibrasi sedimen tahun 2004 dilakukan pada periode bulanan sejak Januari sampai Desember 2004 sedangkan
tahun 2005 dilakukan sejak Januari sampai Maret 2005. Hasil kalibrasi model sebelum dilakukan kalibrasi untuk data debit
menghasilkan nilai koefisien Nash-Sutcliffe NS sebesar -0,83 2004 dan sebesar -0,24 2005. Untuk data sedimen simulasi model sebelum dilakukan
kalibrasi menghasilkan nilai NS sebesar -0,21 2004 dan sebesar -0,31 2005. Nilai tersebut masih jauh dari yang diharapkan sehingga perlu dilakukan kalibrasi.
Kalibrasi dilakukan pada hidrograf dimana pada beberapa titik nilai debit simulasi lebih tinggi dan lebih rendah pada titik lainnya dibandingkan dengan debit
pengukuran. Pada proses kalibrasi dilakukan penyesuaian terhadap beberapa parameter yang sensitif terhadap hasil keluaran model.
Setelah dilakukan kalibrasi diperoleh nilai NS sebesar 0,56 untuk debit pada tahun 2004 dan NS sebesar 0,45 untuk debit tahun 2005. Gambar 8
menunjukkan hidrograf debit model dan pengukuran sesudah dilakukan kalibrasi pada tahun 2004 dan 2005.
Kalibrasi untuk data sedimen dilakukan dengan mengubah parameter input yang berhubungan dengan sedimen. Setelah dilakukan kalibrasi diperoleh nilai NS
sebesar 0,40 untuk sedimen tahun 2004 dan NS sebesar 0,48 untuk sedimen tahun 2005. Gambar 9 menunjukkan hidrograf sedimen model dan pengukuran
setelah dilakukan kalibrasi pada tahun 2004 dan 2005. Berdasarkan kategori nilai koefisien Nash-Sutcliffe NS maka nilai
kalibrasi yang dilakukan dikatakan cukup memuaskan, sehingga dapat disimpulkan bahwa model MWSWAT cukup akurat dan dapat digunakan untuk
memprediksi karakteristik hidrologi DAS Keduang. Walaupun berdasarkan kategori koefisien Nash-Sutclife nilai kalibrasi yang diperoleh termasuk dalam
kategori memuaskan, akan tetapi nilai NS tersebut masih di bawah 0,75. Hal ini
Gambar 8. Hidrograf Debit Model dan Pengukuran DAS Keduang Setelah Kalibrasi a Tahun 2004 dan b Tahun 2005
Gambar 9. Hidrograf Sedimen Model dan Pengukuran DAS Keduang Setelah Kalibrasi a Tahun 2004 dan b Tahun 2005
disebabkan karena parameter input yang digunakan kurang sensitif dalam menghasilkan hasil keluaran model yang mirip dengan pengukuran. Nilai NS
yang dihasilkan untuk debit lebih rendah dibandingkan yang dikemukakan Yusuf 2010 pada DAS Cirasea dengan periode simulasi harian, dengan nilai NS
sebesar 0,737. Penelitian yang dilakukan Ahl et al. 2008 di Montana USA memberikan
nilai NS sebesar 0,86 untuk periode simulasi harian dan 0,9 untuk periode simulasi bulanan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chekol et al. 2007 di
Ethiopia menunjukkan bahwa pada periode simulasi harian nilai NS yang dihasilkan adalah 0,78 dan meningkat menjadi 0,87 pada periode simulasi
bulanan. Berdasarkan hasil beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa kalibrasi pada periode simulasi bulanan menghasilkan nilai koefisien Nash-
Sutcliffe NS yang lebih besar dibandingkan pada periode simulasi harian. Hal ini disebabkan karena proses kalibrasi memberikan pengaruh yang lebih nyata
terhadap simulasi pada periode harian, sedangkan pada periode bulanan proses kalibrasi mampu menghaluskan hidrograf yang terbentuk karena rentang waktu
yang digunakan lebih panjang. Model MWSWAT merupakan model hidrologi yang menggunakan
banyak parameter dalam proses perhitungannya. Untuk mempermudah proses kalibrasi maka kalibrasi hanya dilakukan pada parameter yang dianggap sensitif
terhadap hasil simulasi. Trial-error dilakukan secara manual pada beberapa parameter yang sensitif selama proses kalibrasi.
Parameter yang sensitif terhadap hasil keluaran model pada proses kalibrasi meliputi parameter yang sensitif terhadap debit aliran dan sedimen
melayang. Parameter yang sensitif terhadap debit aliran adalah metode penelusuran air pada aliran sungai routing method, parameter baseflow .gw,
parameter pada saluran sungai utama .rte, parameter pengelolaan dan penutupan lahan .mgt, parameter pada tingkat sub DAS .sub dan parameter pada tingkat
HRU ,hru. Parameter yang sensitif terhadap sedimen melayang adalah parameter pada tingkat DAS .bsn, parameter pada saluran sungai utama .rte, parameter
pada tingkat HRU .hru dan parameter pengelolaan tanaman .mgt. Input model yang diperlukan pada masing-masing parameter yang sensitif terhadap hasil
simulasi disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 .
Parameter Input yang Sensitif pada Proses Kalibrasi Model MWSWAT
No Parameter
Input Debit Aliran
1 Penelusuran air
Metode variable storage 2
Baseflow α
BF, Gwrevap, Recharge_dp, RevapMN, Gwqmn
3 Saluran sungai utama
CH_K2 4
Pengelolaan dan
penutupan lahan CN2
5 Sub DAS
CH_N1 6
HRU ESCO
Sedimen melayang 7
Penelusuran air CH_Cov, CH_Erod
8 DAS
SPExp,SPCon 9
HRU Lat_Sed, Slope
10 MGT
USLE_P Alpha_BF adalah konstanta penurunan baseflow yang merupakan indeks
respon baseflow aliran dasar terhadap perubahan recharge infiltrasi. Alpha_BF merupakan faktor yang menentukan daya resap hujan ke tanah. Nilai yang
semakin besar maka daya resapan air ke dalam tanah semakin berkurang Andrionita, 2011.
Gwrevap adalah koefisien revap air bawah tanah. Jika Gwrevap ditingkatkan akan berpengaruh pada penurunan baseflow dengan meningkatkan
transfer air dari akuifer dangkal ke zona perakaran Abraham et al. 2007. Revapmn adalah batas kedalaman air di akuifer dangkal untuk terjadinya
perkolasi di akuifer dalam. Recharge_dp adalah koefisien perkolasi dari akuifer. Jika nilai Recharge_dp ditingkatkan berpengaruh pada peningkatan pengisian
akuifer dalam Abraham et al. 2007. Gwqmn adalah batas kedalaman air di akuifer dangkal untuk terjadinya aliran.
CN2 adalah nilai curve number pada kondisi air tanah kapasitas lapang. Cibin et al. 2010 mengemukakan bahwa nilai curve number merupakan
parameter yang sangat berpengaruh terhadap jumlah aliran permukaan runoff dan mempunyai indeks sensivitas terbesar yang dapat diduga pada sebagian besar
DAS. Semakin besar nilai CN berarti ketersediaan air dalam tanah semakin
berlebih dan tanah akan mencapai kondisi jenuh sehingga berpengaruh pada peningkatan runoff.
CH_K2 adalah konduktivitas hidrolik efektif pada saluran utama. Nilai konduktivitas hidrolik yang semakin besar menunjukkan kecepatan kehilangan
yang semakin tinggi. CH_N1 adalah nilai kekasaran saluran pada anak sungai. ESCO adalah faktor kompensasi evaporasi tanah, yaitu koefisien kebutuhan air
yang diambil dari lapisan paling bawah untuk memenuhi kebutuhan evaporasi tanah sebagai akibat dari adanya rekahan dan kapilaritas.
CH_Cov adalah perbandingan antara degradasi saluran dengan penutupan vegetasi terhadap degradasi saluran tanpa penutupan vegetasi. CH_Erod adalah
faktor erodibilitas saluran. SPExp adalah parameter eksponen untuk menghitung sedimen tertahan di jalur penelusuran sedimen. LAT_SED adalah konsentrasi
sedimen di aliran lateral dan groundwater dan USLE_P adalah faktor pengelolaan pada persamaan USLE.
5.5 Abstraksi Hidrologi DAS Keduang
Hasil keluaran model MWSWAT terangkum dalam SWAT Output File. Output file
dalam SWAT terangkum dalam file BSB, SBS dan RCH. Karakteristik
hidrologi pada Tabel 9 merupakan karakteristik hidrologi hasil simulasi pada periode bulan Januari sampai Desember 2004.
Tabel 9. Nilai Simulasi Model terhadap Karakteristik Hidrologi DAS
Keduang Tahun 2004.
Bulan Karakteristik Hidrologi
Hujan Overlandflow
Interflow Baseflow Evapo
transpirasi Storage
mm Januari
506 134,05
3,15 8,99
93,95 265,86
Februari 245
55,21 8,27
25,11 72,60
83,81 Maret
160 27,00
11,76 29,14
25,56 66,54
November 528
126,84 5,74
11,54 58,83
325,05 Desember
747 423,23
14,19 31,89
107,25 170,44
Total 2.186
766,33 43,11
106,67 358,19
911,70 Berdasarkan Tabel 9, bulan Desember tahun 2004 memiliki jumlah curah
hujan yang lebih besar dibandingkan bulan-bulan lainnya. Hasil analisis pada
periode simulasi bulan Januari sampai Desember 2004 secara keseluruhan dari total curah hujan yang jatuh di DAS Keduang 2.186 mm yang menjadi
overlandflow sebesar 766,33 mm dan yang menjadi storage sebesar 911,70 mm.
Hasil analisis terhadap koefisien regim sungai KRS terhadap data tahun 2004 menunjukkan bahwa nilai KRS tahun 2004 sebesar 467,9 dimana nilai
tersebut masuk pada kategori buruk. Sedangkan nilai koefisien runoffnya sebesar 0,35 dan masuk pada kategori sedang.
Tabel 10 merupakan nilai karakteristik hidrologi DAS Keduang pada periode simulasi Januari sampai Maret 2005. Berdasarkan Tabel 10 bulan
Februari memiliki nilai curah hujan terbesar yaitu 590 mm, dimana yang berubah menjadi overlandflow sebesar 287,07 mm. Hasil analisis terhadap nilai koefisien
regim sungai menunjukkan bahwa tahun 2005 memiliki nilai KRS sebesar 58,30 dan masuk pada kategori sedang, sedangkan nilai koefisien runoffnya sebesar
0,30 dan masuk pada kategori sedang. Tabel 10.
Nilai Simulasi Model terhadap Karakteristik Hidrologi DAS Keduang Tahun 2005.
Bulan Karakteristik Hidrologi
Hujan Overlandflow Interflow Baseflow Evapo
transpirasi Storage
Mm Januari
198 17,59
5,58 17,04
112,13 45,66
Februari 590
196,49 9,12
25,94 69,45
289,00 Maret
170 72,99
9,84 27,35
4,39 55,43
Total 958
287,07 24,54
70,33 185,97
390,09 Storage
menunjukkan jumlah air yang masuk dan disimpan di dalam tanah. Nilai storage pada Tabel 9 dan 10 diperoleh dengan mengurangi curah
hujan dengan parameter hidrologi lainnya overlandflow, interflow, baseflow dan evapotranpirasi. Walaupun storage menunjukkan jumlah air yang disimpan
dalam tanah, akan tetapi nilai storage yang tercantum pada Tabel 9 dan 10 bukan merupakan nilai storage sebenarnya, karena tidak memperhitungkan faktor
perkolasi.
5.6 Skenario Penggunaan Lahan
Penyusunan skenario penggunaan lahan dilakukan untuk membandingkan kondisi hidrologi DAS Keduang berdasarkan kondisi eksisting dan beberapa
perubahan penggunaan lahan yang disimulasikan. Skenario yang disimulasikan adalah 1 Kondisi eksisting yaitu penggunaan lahan tahun 2005, 2 Perubahan
penggunaan lahan dengan meningkatkan penggunaan lahan hutan sebesar 30 luas DAS sesuai dengan UU No 41 tahun 1999, 3 Perubahan penggunaan lahan
sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Wonogiri tahun 2005-2015 dan 4 Penerapan agroteknologi pada lahan kering di
luar kawasan hutan. Selanjutnya model dijalankan kembali menggunakan parameter input terkalibrasi terhadap skenario yang disimulasikan untuk
membandingkan kondisi hidrologinya.
5.6.1 Perubahan Penggunaan Lahan Berdasarkan
UU No 41 Tahun 1999
Berdasarkan UU No 41 Tahun 1999 disebutkan bahwa luas hutan minimal dalam suatu DAS adalah sebesar 30 luas DAS dengan pertimbangan bahwa
Indonesia merupakan negara tropis yang sebagian besar mempunyai curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi serta mempunyai konfigurasi daratan yang
bergelombang, berbukit dan bergunung yang peka akan gangguan keseimbangan tata air seperti banjir, erosi dan sedimentasi serta kekurangan air.
Skenario ini dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi daerah hulu sebagai penyanggaperlindungan bagi daerah di bawahnya. Fungsi penyangga
dapat ditingkatkan dengan memperbaiki kondisi penutupan lahan dengan meningkatkan daerah resapan air. Perubahan presentase luas penggunaan lahan
untuk masing-masing skenario disajikan pada Tabel 11 dan peta penggunaan lahan berdasarkan skenario 2 disajikan pada Gambar 10.