Bahan dan Alat Sediment Delivery Ratio

18 a. Data Spasial Peta- peta dasar yang perlu dipersiapkan diantaranya adalah : 1 Peta DEM Digital Elevation Model dengan resolusi 30 m x 30 m yang dibangkitkan dari peta kontur. 2 Peta penggunaan lahan tahun 2005 DAS Keduang skala 1:100.000 dari Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Solo. 3 Peta tanah DAS Keduang skala 1:250.000 berasal dari Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Solo. b. Data Atribut Data atribut yang dibutuhkan merupakan data biofisik lahan yang disesuaikan dengan masukan model MWSWAT. Data sekunder yang dibutuhkan adalah data debit dan sedimen tahun 2004 dan 2005 yang diperoleh dari Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Solo, data curah hujan yang diperoleh dari Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Solo dan Agroklimat Bogor, data iklim yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi Semarang dan Departemen Pekerjaan Umum Jakarta. Data karakteristik sungai dan karakteristik tanah diperoleh dari pengamatan lapang.

3.3.2 Penyiapan Data Input

Data input yang dibutuhkan dalam SWAT selanjutnya disusun dalam file data input yang terangkum dalam format database SWAT. File data input beserta fungsi dan tingkatan filenya disajikan pada Tabel 1. Data input yang dibutuhkan dalam model SWAT adalah : a. Data iklim yang menjadi input dalam SWAT adalah data curah hujan harian mm, temperatur udara maksimum minimum harian °C, radiasi sinar matahari harian MJm 2 hari, kelembaban udara harian dan kecepatan angin mdtk serta data generator cuaca. Data tersebut selanjutnya terangkum masing-masing dalam file TMP, SLR, HMD, WND dan WGN. b. Data tanah dalam SWAT dimasukkan dalam file SOL. Data tanah yang dibutuhkan untuk masing-masing horizon adalah kedalaman efektif mm, kedalaman horizon mm, tekstur tanah, infiltrasi mmjam, bulk density 19 gcm 3 , kandungan liat, pasir dan debu bobot, kandungan bahan kasar , Available Water Capacity AWC, Saturated Hidroulic Conductivity mmjam, kandungan C-organik , infiltrasi mmjam, permeabilitas mmjam dan nilai erodibilitas tanah. c. Karakteristik penggunaan lahan disiapkan dalam file CROP dan URBAN sesuai dengan format database yang tersedia dalam model, meliputi nilai Curve Number menurut SCS, kekasaran Manning’s, nilai pengelolaan tanaman d. Data karakteristik sungai yang diamati adalah karakteristik saluran sungai yang ada di wilayah penelitian. Pengamatan karakteristik saluran digunakan untuk menentukan kekasaran Manning’s Tabel 2 dan konduktivitas hidrolik efektif saluran Tabel 3. e. Data iklim yang menjadi input dalam SWAT terangkum masing-masing dalam file PCP, TMP. Sedangkan data curah hujan, temperatur maksimum- minimum, radiasi matahari, titk embun dan kecepatan angin disiapkan dalam file WGN. Tabel 1. File Data Input dan Fungsinya dalam SWAT Nama File Level Fungsi CIO DAS File untuk mengkontrol data input dan output FIG DAS Mendefinisikan jaringan hidrologi sungai BSN DAS Mengkontrol keragaman parameter di tingkat DAS CROP DAS File parameter tumbuh tanaman URBAN DAS File data lahan terbangunurban area PCP DAS File data curah hujan harian TMP DAS File temperatur udara maksimum dan minimum harian SLR DAS File radiasi matahari harian HMD DAS File kelembaban udara harian SUB Sub DAS Mengkontrol keragaman parameter di tingkat Sub DAS RTE Sub DAS File pergerakan air, sedimen, hara dan pestisida WGN Sub DAS File data generator iklim HRU HRU Mengkontrol keragaman parameter di tingkat HRU SOL HRU File data tanah MGT HRU File skenario pengelolaan dan penutupan lahan Sumber : Neitsch et al. 2005. 20 Tabel 2. Karakteristik Saluran Terbuka untuk Menentukan Kekasaran Manning’s Berdasarkan Chow 1959 No Karakteristik Saluran Nilai Kekasaran Manning’s Rata-rata Range 1 Sudah dikeruk atau digali a Terpelihara, lurus dan seragam 0,025 0,016 - 0,023 b Terpelihara, berkelok dan tidak seragam 0,035 0,023 - 0,05 c Tidak terpelihara dan banyak tanaman liar 0,075 0,04 - 0,14 2 Alami a Sedikit tanaman dan berbatu 0,05 0,025 - 0,065 b Banyak pohon dan berbatu 0,1 0,05 - 0,,15 Sumber : Neitsch et al. 2005 Tabel 3. Konduktivitas Hidrolik Efektif Tanah pada Saluran Terbuka Berdasarkan Lane 1983 No Kelompok Material Dasar Karakteristik Dasar Kecepatan Kehilangan mmhr 1 Kecepatan kehilangan sangat cepat Tidak ada kerikil dan pasir dengan ukuran besar 127 2 Kecepatan kehilangan cepat Sedikit mengandung kerikil dan pasir 51 – 127 3 Kecepatan kehilangan sedang Campuran kerikil dan pasir dengan kandungan liat-debu rendah 25 – 76 4 Kecepatan kehilangan cepat Campuran kerikil dan pasir dengan kandungan liat-debu sedang 6-25 5 Kecepatan kehilangan cepat Campuran kerikil dan pasir dengan kandungan liat-debu tinggi 0,025 - 2,5 Sumber : Neitsch et al. 2005 Data yang diperlukan untuk membangun generator iklim adalah : 1. Standar deviasi temperatur udara maksimum harian setiap bulan o C 2. Standar deviasi temperatur udara minimum harian setiap bulan o C 3. Rata-rata curah hujan bulanan mm 4. Standar deviasi curah hujan bulanan mm 5. Koefisien skewnes curah hujan bulanan 6. Probabilitas hari basah diikuti hari kering setiap bulan 21 7. Probabilitas hari basah diikuti hari basah setiap bulan 8. Jumlah hari hujan setiap bulan 9. Rata-rata radiasi matahari harian setiap bulan MJm 2 hari 10. Rata-rata titik embun harian setiap bulan 11. Rata-rata kecepatan angin harian setiap bulan mdtk

3.3.3 Pengolahan Data

Proses pengolahan data menggunakan model MWSWAT dilakukan berdasarkan urutan tahapan model, yaitu deliniasi daerah penelitian, pembentukan HRU dan penggabungan HRU dengan data iklim. a Deliniasi Daerah Penelitian Deliniasi daerah penelitian merupakan langkah awal dalam menjalankan MWSWAT. Deliniasi daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan data DEM. Daerah penelitian akan dideliniasi dari peta DEM secara otomatis berdasarkan topografi alaminya, begitu pula dengan jaringan hidrologinya. Metode yang digunakan dalam proses deliniasi adalah metode threshold. Nilai threshold yang digunakan akan menentukan jumlah jaringan sungai yang terbentuk. Proses deliniasi daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. b Pembentukan HRU Hydrologi Respons Unit Hydrologic Respons Unit HRU merupakan unitkelompok lahan yang dibentuk berdasarkan karakteristik tanah, penggunaan lahan dan kemiringan lereng yang spesifik. Suatu DAS dapat dibagi menjadi bagian yang lebih kecil sesuai dengan kombinasi tanah, penggunaan lahan dan kemiringan lereng. Dalam MWSWAT HRU dapat diperoleh dengan melakukan tumpang tindih overlay peta tanah dan peta penggunaan lahan Gambar 3, sedangkan informasi kemiringan lereng diperoleh dari peta DEM. Dalam satu Sub DAS terdiri dari beberapa HRU. 22 Gambar 2. Proses Deliniasi Daerah Penelitian c Penggabungan HRU dan Data Iklim Setelah unitkelompok lahan HRU terbentuk maka langkah selanjutnya adalah menggabungkan HRU dan data iklim. HRU dihubungkan dengan data iklim yang sudah disiapkan sesuai dengan format database Gambar 4. d Analisis Hidrologi MWSWAT memberikan dua metode dalam menduga aliran permukaan yaitu metode SCS Curve Number dan metode infiltrasi Green and Ampt. Penelitian ini metode yang digunakan dalam menduga aliran permukaan adalah metode SCS Curve Number. 23 Gambar 3. Proses Pembentukan HRU Gambar 4. Penggabungan HRU dengan Data Iklim 24 Pada persamaan SCS Curve Number aliran permukaan dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut : dimana Q surf adalah jumlah aliran permukaan pada hari ke i mm, R day adalah jumlah curah hujan pada hari ke i mm, I a adalah kehilangan awal yang disebabkan oleh simpanan permukaan, intersepsi dan infiltrasi mm dan S adalah parameter retensi. Parameter retensi secara spasial sangat bervariasi karena perbedaan tanah, penggunaan lahan dan kemiringan lereng dan secara temporal berubah tergantung dari kandungan air tanah. Parameter retensi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : dimana CN adalah bilangan curve number dan nilai I a pada umumnya adalah 0,2S. Oleh karena itu, persamaan aliran permukaan Q surf menjadi : Adapun jumlah aliran lateral dihitung dengan menggunakan persamaan : dimana Q lat adalah jumlah aliran lateral yang masuk ke sungai utama pada hari ke i mm, SW ly excess adalah kelebihan air pada lapisan tanah mm, K sat adalah Saturated Hydraulic Conductivity mm, slp adalah lereng mm, Φ d adalah porositas tanah mmmm dan L hill adalah panjang lereng m. Volume air perkolasi dihitung dengan menggunakan persamaan : SW ly excess = SW ly – FC ly jika SW ly FC ly SW ly excess = 0 jika SW ly ≤ FC ly 25 dimana SW ly excess adalah kelebihan air pada lapisan tanah mm, SW ly adalah kandungan air tanah mm dan FC ly adalah kapasitas lapang mm. Aliran bawah permukaan atau baseflow Q gw dihitung dengan menggunakan persamaan : dimana adalah aliran baseflow, adalah Hydraulic Conductivity mm, L gw adalah jarak antara Sub DAS ke saluran utama m dan tinggi muka air tanah m. Perhitungan erosi dalam SWAT menggunakan persamaan Modified Universal Soil Loss Equation MUSLE yang merupakan modifikasi dari persamaan USLE. Persamaan MUSLE yang digunakan adalah sebagai berikut : sed = 11,8 Q surf .q peak .area hru 0.56 . K USLE .C USLE .P USLE .LS USLE . CFRG dimana sed adalah hasil sedimen pada hari ke i ton, Q surf adalah volume aliran permukaan mm, q peak adalah laju puncak aliran permukaan m 3 dtk, area hru adalah luas areal dalam HRU Ha, K USLE adalah faktor erodibilitas tanah USLE, C USLE adalah faktor tanaman dan tindakan pengelolaannya untuk USLE, P USLE adalah faktor tindakan konservasi untuk USLE dan LS USLE adalah faktor topografi kemiringan dan panjang lereng untuk USLE, CFRG adalah kandungan bahan kasar pada lapisan pertama. Erodibilitas tanah K ditentukan dengan menggunakan persamaan : dimana, K : erodibilitas tanah M : debu + pasir sangat halus100 - liat OM : persen bahan organik 1,72 x kandungan C-organik c soilstr : kode struktur tanah yang digunakan dalam klasifikasi tanah c perm : kelas permeabilitas profil tanah 26 Faktor pengelolaan tanaman C dan tindakan konservasi P ditentukan melalui pengamatan di lapang untuk setiap jenis penutupan lahan dan tindakan konservasi yang dilakukan. Faktor Topografi LS dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : dimana, L hill : panjang lereng m : 0,6. 1-exp[-35,835 . slp] α hill : kemiringan lereng slp : tan α hill Faktor bahan kasar CRFG dihitung dengan persamaan sebagai berikut : CFRG = exp -0,053. rock dimana rock adalah persen bahan kasar pada lapisan tanah pertama e Output SWAT Hasil keluaran model SWAT terangkum dalam file-file output SWAT Output file . Output file dalam SWAT terangkum dalam file BSB, SBS dan RCH. File BSB berisi informasi pada masing-masing sub DAS. File SBS berisi informasi pada masing-masing HRU dan RCH berisi informasi pada masing- masing sungai utama dalam sub DAS. Informasi pada masing-masing sub DAS dan HRU terdiri dari jumlah curah hujan PRECIP, aliran permukaan SURG, aliran lateral LATQ, aliran dasar GW_Q, evapotranspirasi potensial PET, evapotranspirasi aktual ET, kandungan air tanah SW, perkolasi PERC, hasil air WYLD dan hasil sedimen SYLD. Informasi yang diperoleh dari file RCH terdiri dari jumlah air yang masuk ke sungai FLOW_IN dan keluar FLOW_OUT, sedimen yang masuk ke sungai SED_IN dan keluar SED_OUT dan jumlah kehilangan air dari sungai melalui evaporasi EVAP. 27

f. Sediment Delivery Ratio

Perkiraan total sedimen yang terukur di outlet dihitung berdasarkan metode sediment delivery ratio mengikuti persamaan berikut : dimana SDR adalah sediment delivery ratio. Berdasarkan pustaka dalam Sukartaatmadja 2004 untuk luasan DAS Keduang sebesar 36.426,87 ha, maka nilai SDRnya adalah 0,089. Hasil sedimen merupakan hasil sedimen yang terukur di outlet.

g. Erosi yang Dapat Ditoleransikan

Tolerable Soil Loss = TSL Perhitungan nilai TSL dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode dan dalam penelitian ini digunakan metode Hammer 1981. Adapun persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: dimana, TSL = Erosi yang dapat ditoleransikan mmtahun DE = Kedalaman ekuivalen kedalaman efektif x faktor kedalaman tanah mm D min = Kedalaman tanah minimummm UGT = Umur guna tanah tahun LPT = Laju pembentukan tanah mmtahun

3.3.4 Kalibrasi Model

Kalibrasi model dilakukan setelah semua tahapan model MWSWAT dijalankan. Kalibrasi dilakukan dengan membandingkan data debit observasi dengan debit model. Data observasi yang digunakan adalah data debit dan sedimen dari SPAS Ngadirojo tahun 2004 dan tahun 2005. 28 Kalibrasi dilakukan melalui proses manual dengan melakukan penyesuaian nilai pada beberapa parameter yang sensitif terhadap model. Untuk tujuan kalibrasi model diperlukan analisis statistik berupa koefisien efisiensi. The American Society of Civil Engineers ASCE, 1993 merekomendasikan untuk menggunakan persamaan Nash-Sutcliffe 1970 dalam menghitung koefisien efisiensi. Persamaan Koefisien Efisiensi Nash-Sutcliffe yang digunakan adalah sebagai berikut : dimana NS adalah koefisien efisiensi Nash-Sutcliffe, Qob adalah debitsedimen pengukuran mm, Qsim adalah debitsedimen hasil model mm dan Qavg adalah rata-rata debitsedimen pengukuran mm. Nilai NS berkisar dari negatif sampai 1, dengan kriteria sebagai berikut: a. Baik, jika NS 0,75 b. Memuaskan, jika NS berkisar antara 0,36 - 0,75 c. Kurang memuaskan, jika NS 0,36

3.3.5 Simulasi Model MWSWAT

Simulasi model MWSWAT dijalankan setelah dilakukan kalibrasi terhadap beberapa parameter model yang sensitif terhadap hasil keluaran model. Simulasi dilakukan pada penggunaan lahan eksisting dan beberapa perubahan penggunaan lahan. Simulasi model yang diujicobakan adalah : a Kondisi eksisting yaitu penggunaan lahan tahun 2005 b Perubahan penggunaan lahan dengan meningkatkan penggunaan lahan hutan sebesar 30 luas DAS sesuai dengan UU No 41 tahun 1999 c Perubahan penggunaan lahan sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Wonogiri tahun 2005-2015 d Penerapan agroteknologi pada lahan kering di luar kawasan hutan 29

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Kondisi Topografi

DAS Keduang terletak di bagian hulu DAS Bengawan Solo. Selain DAS Keduang DAS Bengawan Solo mempunyai lima Sub DAS lain yang memiliki luasan yang lebih kecil yang akan mengalir masuk ke Waduk Gajah Mungkur. Lima Sub DAS tersebut adalah sub DAS Tirtomoyo, sub DAS Alang, sub DAS Temon, sub DAS Wuryantoro dan sub DAS Bengawan Solo Hulu. Secara administratif DAS Keduang mengalir melalui beberapa kecamatan di Kabupaten Wonogiri yaitu Kecamatan Ngadirojo, Slogohimo, Sidoharjo, Jatisrono, Slogohimo, Girimarto dan Jatiroto. DAS Keduang berada di atas jalur yang tidak stabil yaitu antara patahan shield Sunda dan Asia dan dinding sahul dari daratan Gondwani. Sungai Keduang mengalir dengan pola aliran utama berbentuk dendritik di utara dan tralis di selatan. DAS Keduang memiliki kondisi kemiringan lereng berkisar antara datar hingga sangat curam. Penyebaran kelas lereng pada DAS Keduang di sajikan pada Tabel 4. Kelas lereng tersebut diperoleh dari analisis peta DEM 30 m x 30 m pada daerah penelitian. Tabel 4. Penyebaran Kelas Lereng DAS Keduang Kelas Lereng Luas Ha 0-8 10.510,93 28,85 8-15 5.803,26 15,93 15-25 4.196,84 11,52 25-40 2.509,59 6,89 40 13.406,26 36,80 Total 36.426,87 100,00 Kelas lereng pada daerah penelitian didominasi kelas lereng sangat curam yaitu lebih dari 40 yang terletak di bagian hulu, sedangkan di bagian hilir di dominasi lereng datar.