Kalibrasi Model Erosi yang Dapat Ditoleransikan

29

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Kondisi Topografi

DAS Keduang terletak di bagian hulu DAS Bengawan Solo. Selain DAS Keduang DAS Bengawan Solo mempunyai lima Sub DAS lain yang memiliki luasan yang lebih kecil yang akan mengalir masuk ke Waduk Gajah Mungkur. Lima Sub DAS tersebut adalah sub DAS Tirtomoyo, sub DAS Alang, sub DAS Temon, sub DAS Wuryantoro dan sub DAS Bengawan Solo Hulu. Secara administratif DAS Keduang mengalir melalui beberapa kecamatan di Kabupaten Wonogiri yaitu Kecamatan Ngadirojo, Slogohimo, Sidoharjo, Jatisrono, Slogohimo, Girimarto dan Jatiroto. DAS Keduang berada di atas jalur yang tidak stabil yaitu antara patahan shield Sunda dan Asia dan dinding sahul dari daratan Gondwani. Sungai Keduang mengalir dengan pola aliran utama berbentuk dendritik di utara dan tralis di selatan. DAS Keduang memiliki kondisi kemiringan lereng berkisar antara datar hingga sangat curam. Penyebaran kelas lereng pada DAS Keduang di sajikan pada Tabel 4. Kelas lereng tersebut diperoleh dari analisis peta DEM 30 m x 30 m pada daerah penelitian. Tabel 4. Penyebaran Kelas Lereng DAS Keduang Kelas Lereng Luas Ha 0-8 10.510,93 28,85 8-15 5.803,26 15,93 15-25 4.196,84 11,52 25-40 2.509,59 6,89 40 13.406,26 36,80 Total 36.426,87 100,00 Kelas lereng pada daerah penelitian didominasi kelas lereng sangat curam yaitu lebih dari 40 yang terletak di bagian hulu, sedangkan di bagian hilir di dominasi lereng datar. 30

4.2 Iklim

Iklim merupakan faktor yang berpengaruh terhadap proses hidrologi terutama transformasi hujan menjadi debit. Terdapat enam komponen penyusun iklim yang dibutuhkan sebagai input dalam model MWSWAT yaitu curah hujan harian, temperatur maksimum–minimum, kecepatan angin, kelembapan relatif dan radiasi matahari. Data curah hujan diwakili 4 stasiun hujan yang berada di sekitar daerah penelitian, sedangkan komponen iklim lainnya diperoleh dari Stasiun Klimatologi Semarang. Menurut klasifikasi Oldeman daerah penelitian termasuk dalam Zona Agroklimat C2. Pada zona tersebut bulan kering curah hujan 100 mm terjadi selama 3-4 bulan dan bulan basah curah hujan 100 mm berlangsung selama 5- 6 bulan. Gambar 5 menunjukkan curah hujan rata-rata bulanan tahun 2004-2005. Terlihat pada grafik rata-rata hujan bulanan terbesar terjadi pada stasiun Jatisrono. Gambar 5. Curah Hujan Rata-rata Bulanan Tahun 2004-2005 di tiap Stasiun Hujan DAS Keduang.

4.3 Tanah

Berdasarkan peta tanah semi detil skala 1:250.000 yang diperoleh dari Balai Penelitian Kehutanan Pengelolaan DAS Solo, DAS Keduang