RC ratio atas biaya tunai dan biaya total menunjukkan bahwa usahatani cabai merah keriting non anggota Gapoktan pola tanam tumpangsari lebih
menguntungkan dibandingkan usahatani cabai merah keriting non anggota Gapoktan pola tanam monokultur, meskipun pendapatan atas biaya tunai dan
biaya total usahatani cabai merah keriting non anggota pola tanam monokultur bernilai lebih besar. Hal ini terjadi karena pada usahatani cabai merah keriting non
anggota pola tanam tumpangsari menggunakan input seperti pupuk dan obat- obatan lebih sedikit dibandingkan pola tanam monokultur sehingga biaya lebih
kecil dan hasil produksinya juga lebih sedikit. Keadaan ini mengakibatkan perbandingan antara penerimaan dengan biaya tunai dan biaya total yang
dikeluarkan usahatani cabai merah keriting non anggota pola tanam monokultur lebih besar dibandingkan usahatani cabai merah keriting non anggota Gapoktan
pola tanam monokultur. Pendapatan dan RC ratio atas biaya tunai dan biaya total menunjukkan
bahwa usahatani cabai merah keriting non anggota Gapoktan pola tanam tumpangsari lebih menguntungkan dibandingkan strata lainnya. Hal ini
dikarenakan usahatani cabai merah keriting non anggota Gapoktan pola tanam tumpangsari lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga sehingga
penggunaan tenaga kerja luar keluarga lebih sedikit. Penggunaan input lainnya seperti pupuk dan obat-obatan juga sedikit sehingga biaya tunai yang dikeluarkan
usahatani cabai merah keriting non anggota Gapoktan pola tanam tumpangsari
bernilai paling rendah dibandingkan strata lainnya.
IX. SIMPULAN DAN SARAN
9.1. Simpulan
1. Karakteristik usahatani, lembaga dan saluran pemasaran, serta fungsi
pemasaran cabai merah keriting petani anggota dan non anggota Gapoktan menunjukkan bahwa:
a. Umur petani cabai merah keriting anggota dan non anggota Gapoktan
masih tergolong produktif. b.
Pengalaman bertani petani cabai merah keriting anggota dan non anggota Gapoktan mayoritas berada pada skala 6-15 Tahun.
c. Luas lahan usahatani cabai merah keriting anggota Gapoktan lebih banyak
pada skala 0.3 Ha dan skala 0.3-0.6 Ha, sementara luas lahan usahatani cabai merah keriting non anggota Gapoktan lebih banyak berada pada
skala 0.3-0.6 Ha dan skala 0.6 Ha. d.
Status penguasaan lahan usahatani cabai merah keriting anggota dan non anggota Gapoktan mayoritas merupakan lahan sewa.
e. Pola tanam usahatani cabai merah keriting anggota dan non anggota
Gapoktan mayoritas merupakan monokultur. f.
Pedagang cabai merah keriting yang terlibat dalam penelitian ini terdiri dari Gapoktan, pedagang grosir, dan pedagang pengecer.
g. Umur pedagang cabai merah keriting masih tergolong produktif dengan
pengalaman berdagang yang cukup lama. h.
Pemasaran cabai merah keriting anggota Gapoktan terdiri dari 3 saluran sedangkan pemasaran cabai merah keriting non anggota Gapoktan terdiri
dari 2 saluran. i.
Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan setiap lembaga pemasaran pada saluran pemasaran baik anggota maupun non anggota relatif sama yaitu
fungsi pertukaran, fungsi fisik, dan fungsi fasilitas. 2.
Pemasaran cabai merah keriting non anggota Gapoktan lebih efisien dibandingkan pemasaran cabai merah keriting anggota Gapoktan. Saluran
pemasaran cabai merah keriting yang memperoleh nilai total marjin pemasaran terendah,
farmer’s share tertinggi, serta rasio keuntungan terhadap
biaya pemasaran tertinggi adalah saluran 2 pada pemasaran cabai merah keriting non anggota Gapoktan.
3. Pendapatan usahatani atas biaya tunai dan biaya total menunjukkan bahwa:
a. Pendapatan dan RC ratio atas biaya tunai dan biaya total usahatani cabai
merah keriting non anggota Gapoktan lebih menguntungkan dibandingkan usahatani cabai merah keriting anggota Gapoktan.
b. Pendapatan dan RC ratio atas biaya tunai dan biaya total menunjukkan
bahwa usahatani cabai merah keriting non anggota Gapoktan penggarap pemilik lebih menguntungkan dibandingkan strata lainnya.
c. Pendapatan dan RC ratio atas biaya total menunjukkan bahwa usahatani
cabai merah keriting non anggota Gapoktan skala besar lebih menguntungkan dibandingkan strata lainnya.
d. Pendapatan dan RC ratio atas biaya tunai dan biaya total menunjukkan
bahwa usahatani cabai merah keriting non anggota Gapoktan pola tanam tumpangsari lebih menguntungkan dibandingkan usahatani cabai merah
keriting anggota Gapoktan.
9.2. Saran
1. Guna mencapai dan meningkatkan efisiensi pemasaran cabai merah keriting
berdasarkan marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap
biaya pemasaran, petani disarankan memilih saluran 2 pemasaran cabai merah keriting non anggota Gapoktan cabai merah keriting langsung dijual kepada
pedagang pengecer atau konsumen akhir. Gapoktan harus meningkatkan perannya dalam pemasaran cabai merah keriting seperti menentukan pasar
yang lebih baik dengan menjalin kemitraan dengan supermarket dan restoran. 2.
Guna meningkatkan pendapatan usahatani cabai merah keriting anggota Gapoktan, Gapoktan harus meningkatkan peran dan fungsinya dalam
membantu petani anggota untuk meningkatkan harga jual cabai merah keriting. 3.
Pada penelitian lanjutan efisiensi pemasaran cabai merah keriting, disarankan agar menggunakan analisis integrasi pasar untuk mengetahui pengaruh
perubahan harga cabai merah keriting di tingkat pedagang pengecer terhadap
perubahan harga di tingkat petani.
DAFTAR PUSTAKA
Asmarantaka RN. 2012. Pemasaran Agribisnis Agrimarketing. Bogor ID: Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor. Asmayanti. 2012. Sistem Pemasaran Cabai Rawit Merah Capsicum frutescens di
Desa Cigedug Kecamatan Cigedug Kabupaten Garut [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Badan Pusat Statistik ID. 2014a. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2000-2013 [Internet]. [diunduh 2014
Apr 20]. Tersedia pada http:www.bps.go.id. Badan Pusat Statistik ID. 2014b. Distribusi Produk Domestik Bruto Atas Dasar
Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2000-2014 Persen [Internet]. [diunduh 2014 Apr 20]. Tersedia pada http:www.bps.go.id.
Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat ID. 2013. Produksi Cabai Besar, Cabai Rawit, dan Bawang Merah Tahun 2012. Berita Resmi Statistik No.
390832. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Debertin DL. 1986. Agricultural Production Economics. New York US:
Macmillan Publishing Company. Desa Citapen. 2014. Profil Desa Citapen Tahun 2013. Bogor ID: Desa Citapen.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat . Budidaya Cabai Merah
[Internet]. [diunduh
2014 Feb
13]. Tersedia
pada http:diperta.jabarprov.go.idindex.phpsubMenu1177.
Direktorat Jenderal Hortikultura. 2010. Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Hortikultura Tahun 2010. Jakarta ID: Direktorat Jenderal
Hortikultura. Kementerian Pertanian Indonesia. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2014. Luas Panen Habis, Luas Panen Belum
Habis Bulan 12, Luas Panen Setahun, Produksi, dan Produktiivtas Sayur per Provinsi Tahun 2010 Hingga 2013. Jakarta ID: Direktorat Jenderal
Hortikultura Kementerian Pertanian Indonesia.
Doll JP, Orazem F. 1984. Production Economics Theory With Applications. Second Edition. New York US: John Wiley Sons Inc.
Elizabeth R. 2007. Penguatan dan Pemberdayaan Kelembagaan Petani Mendukung Pengembangan Agribisnis Kedelai. Bogor ID: Pusat
Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. hlm 1-13; [diunduh 2014 Sept 9]. Tersedia pada: http:pse.litbang.deptan.go.id.
Firmansyah E. 1998. Analisis Usahatani dan Pemasaran Bawang Daun di Desa Sukamaju, Kecamatan Kadudampit, abupaten Sukabumi, Jawa Barat
[skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor. Gumbira-Said E, Harizt IA. 2001. Manajemen Agribisnis. Jakarta ID: Ghalia
Indonesia. Hanafiah AM, Saefuddin AM. 2006. Tataniaga Hasil Perikanan. Jakarta ID:
Universitas Indonesia Press. Hermanto, Swastika DKS. 2011. Penguatan Kelompok Tani: Langkah Awal
Peningkatan Kesejahteraan Petani. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. 94: 371-390.
Kementerian Pertanian ID. 2012. Laporan Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2011. Jakarta ID: Kementerian Pertanian.
Kohls RL, Downey WD. 1955. Marketing of Agricultural Products. Fourth Edition. New York US: Macmillan Publishing Company.
Kohls RL, Uhl JN. 1985. Marketing of Agricultural Products. Sixth Edition. New York US: Macmillan Publishing Company.
Kotler P. 2002. Manajemen Pemasaran. Terjemahan. Jilid Kesatu. Edisi Kesepuluh. Jakarta ID: PT Prenhalindo.
Limbong WH, Sitorus P. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Bahan kuliah Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Bogor ID: Institut Pertanian Bogor Press. Maharijaya A, Syukur M. 2014. Menghasilkan Cabai Keriting Kualitas Premium.
Jakarta ID: Penebar Swadaya. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta ID: Lembaga Penelitian,
Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Nawangsih AA, Heri PI, Agung W. Cabai Hot Beauty. Jakarta ID: Penebar
Swadaya. Nurasa T, Ade S. 2002. Analisis Pemasaran Komoditi Panili Studi Kasus di
Propinsi Sulawesi Utara. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis. 53: 277-282.
Penebar Swadaya. 2008. Agribisnis Tanaman Sayur. Jakarta ID: Penebar Swadaya.
Purcell WD. 1979. Agriculture Marketing System, Coordination. Cash and Future Prices. Reston US: Reston Publishing Company.Inc.
Sallatu IA. 2006. Analisis Pangsa Pasar dan Tataniaga Kopi Arabika di Kabupaten Tana Toraja dan Enrekang, Sulawesi Selatan [tesis]. Bogor
ID: Institut Pertanian Bogor. Santika A. 2001. Agribisnis Cabai. Jakarta ID: Penebar Swadaya.
Soekartawi. 1989. Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian. Teori dan
Aplikasinya. Jakarta ID: Rajawali Press. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta ID: Universitas Indonesia Press.
Sudiyono A. 2001. Pemasaran Pertanian. Malang ID: Universitas
Muhammadiyah Malang. Suharyanto, Ida APP, Jemmy R. 2005. Analisis Pemasaran dan Tataniaga Anggur
di Bali. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis. 81: 12-19. Sumarni R. 2012. Analisis Pemasaran dan Penentuan Wilayah Potensial untuk
Ekspansi Pemasaran Pepaya California Studi Kasus: Desa Blendung, Kabupaten Subang [skripsi]. Bogor ID: Institut Pertanian Bogor.
Supriatna A. 2002. Analisis Sistem Pemasaran GabahBeras Studi Kasus Petani Padi di Sumatera Utara. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis.
51: 21-27. Supriatna A. 2005. Kinerja dan Prospek Pemasaran Komoditas Mangga Studi
Kasus Petani Mangga di Provinsi Jawa Barat. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis. 81: 12-27.
Survei Sosial Ekonomi Nasional ID. 2014 Konsumsi Rata-Rata Perkapita Beberapa Bahan Makanan di Indonesia, 2008-2013. Jakarta ID: Survei
Sosial Ekonomi Nasional. Tjahjadi N. 1991. Cabai. Yogyakarta ID: Kanisius.
Tomek WG, Robinson KL. 1990. Agricultural Product Prices. London UK:
Cornell University Press. Widianingsih A. 2008. Analisis Usahatani dan Pemasaran Pepaya California
Berdasarkan Standar Prosedur Operasional Kasus di Desa Pasirgaok, Kecamatan Rancabungur, Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor ID: Institut
Pertanian Bogor.
Zulham A. 2007. Marjin Pemasaran dan Resiko Pedagang: Kasus Pengembangan Rumput Laut di Propinsi Gorontalo. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan
Agribisnis. 81: 36-42.