Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
dengan kedelapan penelitian sebelumnya, yaitu Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Metode penentuan sampel petani dalam penelitian ini
menggunakan metode sensus. Penelitian Nurasa 2002, Supriatna 2002, Suharyanto et al 2005, dan
Zulham 2007 hanya menggunakan metode marjin pemasaran, penelitian Sallatu 2006 dan Supriatna 2005 menggunakan metode marjin pemasaran dan
farmer’s share dalam analisis efisiensi pemasarannya, sementara penelitian ini sama dengan penelitian Asmayanti 2012 dan Sumarni 2012 menggunakan
metode marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya.
Penelitian Suharyanto et al 2005 dan Sallatu 2006 menggunakan metode integrasi pasar dan elastisitas transmisi harga. Selanjutnya penelitian Asmayanti
2012 dan Sumarni 2012 hanya melakukan analisis pada bidang pemasaran, sementara selain melakukan analisis pemasaran, penelitian ini juga melakukan
analisis pendapatan usahatani cabai merah keriting anggota dan non anggota Gapoktan. Penelitian Nurasa 2002 melakukan analisis kelayakan usahatani
sedangkan penelitian ini tidak melakukan analisis tersebut. Kedelapan penelitian sebelumnya tidak melakukan analisis perbandingan, sementara dalam penelitian
ini dilakukan perbandingan pemasaran dan pendapatan cabai merah keriting anggota dan non anggota Gapoktan.
Penelitian ini menggunakan pembagian strata dalam analisis pendapatan usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen. Strata yang digunakan diperoleh
dari keragaman yang terjadi dalam usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen di antaranya adalah status keanggotaan petani dalam Gapoktan, status
penguasaan lahan, skala luas lahan, dan pola tanam cabai merah keriting. Status keanggotaan petani dalam Gapoktan membagi petani ke dalam dua strata yaitu
petani anggota dan non anggota Gapoktan. Selanjutnya status penguasaan lahan membagi petani ke dalam dua strata, yaitu petani penggarap pemilik dan petani
penggarap penyewa. Berdasarkan skala luas lahan petani terbagi ke dalam 3 strata, yaitu petani skala kecil lebih kecil dari 0.30 Ha, petani skala menengah
0,30 Ha hingga 0.60 Ha, dan petani skala besar lebih besar dari 0.60 Ha. Berdasarkan pola tanam petani terbagi ke dalam dua strata, yaitu petani
monokultur dan petani tumpangsari.
Tabel 4. Rangkuman Penelitian Terdahulu
No NamaTahun
Judul Tujuan
Metode Analisis Hasil
1. Nurasa
T, Ade S2002
Analisis Pemasaran Komoditi
Panili Studi
Kasus di
Propinsi Sulawesi
Utara 1.
Mengetahui kelayakan
finansial usahatani panili. 2.
Menggambarkan saluran tataniaga
dan marjin
pemasaran pada setiap pelaku pasar.
3. Mengetahui
peranan atribut
mutu produk
terhadap harga panili. 1.
Analisis input- output
2. Analisis
Benefit Cost
Ratio BC
Ratio 3.
Analisis Net Present Value
NPV 4.
Analisis Internal Rate
of Return
IRR 5.
Analisis fungsi harga hedonik
1. Dalam satu siklus produksi 10 tahun, usahatani panili
membutuhkan biaya produksi sebanyak Rp 86.4 juta per hektar. Total penerimaan mencapai Rp 209.3 juta dan total pendapatan
mencapai Rp 122.9 juta. Nilai efisiensi usahatani cukup tinggi, hasil uji efisiensi dengan tingkat suku bunga 24 dan 30 persen
memberikan nilai BC Ratio masing-masing 3.58 dan 2.45 dan nilai NPV sebesar Rp 35.03 juta dan Rp 26.07 juta. Nilai IRR
menunjukkan bahwa usahatani akan mencapai titik impas apabila tingkat suku bunga mencapai 74.6 persen.
2. Saluran tataniaga panili di Propinsi Sulawesi Utara masih
sederhana, petani sebagai produsen panili paling banyak menjual ke pedagang pengumpul kecil 50, pedagang
pengumpul besar 40, dan pedagang besareksportir 10. Sebanyak 30 persen pedagang pengumpul kecil menjual panili
langsung ke pedagang besareksportir. Marjin pemasaran tertinggi diperoleh pedagang besareksportir Rp 7 000 Kg,
pedagang pengumpul besar Rp 4 495 Kg, dan pedagang pengumpul kecil Rp 1 885 Kg. Marjin pemasaran pedagang
besareksportir paling tinggi karena banyaknya perlakuan yang dilakukan dan keunggulan dalam menaksir kecenderungan
perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
3. Harga jual panili di tingkat petani dipengaruhi oleh diameter
buah, panjang buah, dan warna buah. Koefisien regresi menunjukkan bahwa panjang buah memberikan dugaan
parameter terbesar, yaitu 0.67 yang berarti bahwa pertambahan panjang buah sebesar 10 persen akan meningkatkan harga jual
panili di tingkat petani sebesar 6.7 persen.
14
Tabel 4. Lanjutan
No NamaTahun
Judul Tujuan
Metode Analisis Hasil
2. Supriatna A2002
Analisis Sistem
Pemasaran GabahBeras Studi
Kasus Petani Padi di Sumatera Utara
1. Menggambarkan
keragaan alur pemasaran gabahberas.
2. Menganalisis komponen
biaya dan
marjin pemasaran pada setiap
pelaku pemasaran. 3.
Mengidentifikasi karakteristik
dan permasalahan
pada setiap
pelaku pemasaran.
1. Analisis
saluran pemasaran
2. Analisis biaya
dan marjin
pemasaran 3.
Analisis karakteristik
dan permasalahan
setiap pelaku
pasar secara
kualitatif 1.
Ada dua struktur aliran tataniaga gabahberas. 85 persen petani menempuh saluran pemasaran pertama, dan sisanya
menempuh saluran pemasaran kedua. 2.
Jenis pengeluaran utama dari pedagang pengumpul, grosir, dan pedagang pengecer hampir sama meliputi biaya
transportasi dan bongkar muat. Biaya pemasaran paling tinggi pada pedagang kilang yaitu Rp 127 Kg beras. Marjin
pemasaran paling tinggi berturut-turut yaitu pedagang kilang 7.6, pedagang pengumpul 6.7 pedagang
grosir 1.2 dan pengecer 1.8. Marjin keuntungan di kilang mencapai Rp 89 Kg. Pada saluran pemasaran II
marjin pemasaran terbesar terjadi pada penggilingan desa 7.4, pedagang pengumpul 2.5, dan pengecer 1.8.
3. Permasalahan utama yang ditemukan di tingkat petani
adalah kelemahan permodalan sehingga terjerat ke pihak pelepas uang. Di samping itu 95 petani menjual gabah
langsung setelah panen sehingga harga jual gabah jatuh. Fasilitas pengolahan hasil milik penggilingan desa kurang
menunjang sehingga produk mereka kalah bersaing dengan produk pedagang kilang.
3. Suharyanto,
Ida APP,
Jemmy R2005
Analisis Pemasaran dan
Tataniaga Anggur di Bali
1. Mengidentifikasi
saluran pemasaran
anggur. 2.
Menganalisis efisiensi pemasaran anggur.
1. Analisis marjin
pemasaran 2.
Analisis integrasi pasar
3. Analisis
elastisitas transmisi harga
1. Pola pemasaran anggur di Kabupaten Buleleng terdapat 4
jenis pola saluran pemasaran. 2.
Fungsi pemasaran yang dilakukan pelaku pemasaran anggur meliputi fungsi pertukaran, fungsi fisik, fungsi fasilitas, dan
belum terdapat labeling. Marjin pemasaran tertinggi terdapat pada pola 1 yaitu Rp 3 600 Kg, diikuti pola 3
sebesar Rp 3 450 Kg dan pola 2 sebesar Rp 3 350 Kg anggur. Bagian yang diterima petani tertinggi pada pola
pemasaran 3 yaitu 37.89. Derajat integrasi pasar antara pasar di tingkat petani dengan pasar di tingkat konsumen
rendah, dengan nilai koefisien korelasi 0.911 lebih kecil
15
Tabel 4. Lanjutan
No NamaTahun
Judul Tujuan
Metode Analisis Hasil
dari satu. Sedangkan pergerakan harga konsumen dan harga petani, dilihat dari elastisitas transmisi harga sebesar
0.457 yang berarti bahwa perubahan harga sebesar 1 di tingkat pengecer akan diikuti perubahan harga sebesar
0.457 di tingkat petani. Struktur pasar anggur mengarah pada pasar monopsoni. Secara umum dapat disimpulkan
bahwa sistem pemasaran anggur belum efisien.
4. Supriatna A2005
Kinerja dan
Prospek Pemasaran Komoditas Mangga
Studi Kasus Petani Mangga di Provinsi
Jawa Barat 1.
Mengidentifikasi karakteristik petani dan
teknik budidaya
mangga. 2.
Menganalisis kelayakan
ekonomi usahatani mangga.
3. Mempelajari saluran
pemasaran dan perilaku lembaga pemasaran.
4. Menganalisis
marjin pemasaran
dan farmer’s share.
1. Analisis
pendapatan usahatani
2. Analisis
Revenue Cost Ratio
RC Ratio
3. Analisis marjin
pemasaran 4.
Analisis farmer’s share
5. Analisis
perilaku lembaga
pemasaran 1.
Petani mangga tidak memperoleh kepastian harga jual karena harga mangga yang berfluktuasi.
2. Usahatani mangga layak secara ekonomi.
3. Petani mangga menghadapi struktur pasar persaingan tidak
sempurna, ditandai dengan jumlah penjual banyak, pembeli sedikit, informasi pasar petani yang lemah dan harga beli
paling kuat ditetapkan oleh pedagang pengumpul. 4.
Pedagang agen selalu mendapatkan marjin keuntungan paling tinggi dibandingkan pelaku pemasaran lainnya.
5. Sallatu IA2006
Analisis Pangsa
Pasar dan
Tataniaga Kopi
Arabika di
Kabupaten Tana
Toraja dan
Enrekang, Sulawesi Selatan
1. Menganalisis pangsa
pasar kopi arabika di Provinsi
Sulawesi Selatan, khususnya di
Kabupaten Tana Toraja dan Enrekang.
2. Menganalisis struktur,
perilaku, dan kinerja lembaga tataniaga kopi
1. Analisis pangsa
pasar 2.
Analisis lembaga
dan fungsi
pemasaran 3.
Analisis marjin pemasaran dan
distribusi 1.
Pangsa pasar terbesar kopi arabika di Sulawesi Selatan diraih oleh Kecamatan Rinding Allo, tetapi sebaran
keseimbangan rantai Markov menyebabkan terjadinya dinamika sehingga Kecamatan Alla memiliki peluang untuk
meraih posisi pangsa pasar terbesar.
2. Bentuk struktur pasar kopi arabika di Sulawesi Selatan
mengarah pada pasar persaingan tidak sempurna karena banyaknya pelaku pasar yang terlibat dan hambatan keluar
masuk pasar. Struktur dan perilaku pasar kopi arabika tidak
16