94
Foreign Direct Investment mengalir ke dalam negara India dan sekaligus membuat aturan main yang jelas, khususnya perpajakan dan birokrasi. Investasi
dan join ventura sangat diperlukan untuk mengembangkan produk-produk baru dan mengintegrasikan antara mesin-mesin tekstil dan proses produksinya.
Sedangkan di sisi lain industri garmen India mempunyai kelemahan pada keterbatasan penggunaan kain dan rendahnya diversifikasi produk. Produksi
garmen India untuk ekspor didominasi oleh produk-produk dengan bahan baku kapas cotton base. Padahal harga kapas secara rata-rata lebih mahal dari pada
serat sintetis ataupun campuran kapas cotton blends. Ditambahkan pula bea masuk dan perpajakan terhadap serat sintetik, benang, dan kain adalah lebih
tinggi dari pada serat, benang, dan kain yang berbahan dasar kapas. Hal ini menjadi batasan India untuk tumbuh dan berkembang di dalam pasar dunia
dibandingkan dengan China. Belum lagi ditambah permasalahan kualitas dan diversikasi produk India yang relatif rendah. India secara historis, jarang berhasil
bekerja sama dengan negara-negara yang tidak menggunakan bahasa Inggris dalam komunikasi bisnisnya, Oleh sebab itu, ketergantungan pada pasar Uni
Eropa dan Amerika Serikat menjadi sangat tinggi.
5.2. Diskusi dan Implikasi dari Analisis Perubahan Ekspor TPT Indonesia
Dekomposisi perubahan nilai ekspor TPT dengan menggunakan model CMS berdasarkan pembagian sub periode menunjukkan bila perubahan ekspor
TPT Indonesia di negara Amerika Serikat dan Jerman lebih banyak disebabkan oleh efek pertumbuhan dunia struktural dan efek daya saing. Hal ini senada
yang dilakukan oleh Purnamaningrum 1998, bila perubahan ekspor tekstil Indonesia di negara-negara tujuan terutama pasar non kuota disebabkan oleh
efek daya saing dan efek pertumbuhan dunia. Ekspor TPT Indonesia mengalami peningkatan daya saing pada tahun 1998 sampai 2000, peningkatan daya saing
95
ini didukung oleh depresiasi Rupiah terhadap USD. Setelah tahun 2000 sampai 2005, daya saing ekspor TPT Indonesia adalah negatif,. Hal ini menunjukkan bila
pemberlakuan liberalisasi perdagangan, dengan pencabutan kuota impor, masih belum memberikan peningkatan kinerja ekspor TPT Indonesia.
Distribusi pasar tujuan ekspor TPT Indonesia relatif sesuai dengan perkembangan permintaan pasar. Hal ini dapat dilihat dari efek distribusi pasar
yang berkontribusi positif pada perubahan nilai ekspor di hampir seluruh sub periode analisis, kecuali pada tahun 2001-2004. Hal ini menunjukkan, pada saat
menjelang berakhirnya kuota impor TPT tahun 2005, Indonesia harus mampu mengeksplorasi pasar baru sebagai tujuan ekspor TPT ke negara-negara dengan
laju peningkatan permintaan yang lebih tinggi, termasuk negara-negara yang selama ini tidak diretriksi oleh kuota.
China yang sangat mendominasi di pasar low end bersama Vietnam dan Kamboja. Sebagai contoh, China mempunyai segmen pasar bawah dengan
kisaran harga 5 USD sampai 50 USD, produk-produk ini terdiri dari t-shirt, sport shirt, jeans-pants untuk semua jenis kelamin. Untuk kategori perempuan yang
banyak diproduksi adalah blouses, shirt, dress, dan pants, sedangkan untuk pakaian pria, yaitu TC outwear, dress-shirt, dan TC pants. Untuk menghindari
pasar yang sama, maka Indonesia harus memproduksi garmen dengan segmen kelas menengah dengan harga 50 USD sampai 350 USD. Jenis produk ini
terbatas, yaitu high value ladies fashion garment, antara lain jaket, shirt, dress, blouses, pants, dan ditambah dengan mens wear suite, fine count dress shirt,
serta celana resmi dengan kualitas bahan yang sangat baik. Di kelas yang lebih tinggi, produk garmen saat ini dikuasai oleh Jepang, Perancis, dan Italia dengan
kisaran harga antara 350 USD sampai 1 000 USD Capricorn Indonesia Consultant, 2004.
96
Indonesia mempunyai peluang dengan berlakunya safeguard sejak 1 Januari 2005 dan berakhir 31 Desember 2008 oleh Amerika Serikat untuk ekspor
TPT China. Setelah mekanisme safeguard berjalan untuk beberapa produk tekstil dan juga garmen, pangsa pasar China di Amerika Serikat menurun tajam, di sisi
lain pangsa pasar Indonesia meningkat Tabel 13.
Tabel 13. Pangsa Pasar Pra dan Post Safeguard Garmen di Pasar Amerika Serikat Tahun 2005
Pra Safeguard Post Safeguard
No. Negara Januari-Juli Agustus-Desember
Total
1. Mexico
13.62 20.38
16.25 2. China
20.33 1.35
12.93 3. India
9.45 7.98
8.88 4. Indonesia
7.17 8.84
7.82 5. Dunia
100.00 100.00 100.00
Keterangan : Kategori 340640 Kaos lelaki dan anak lelaki dari bahan kapas dan serat buatan
bukan rajutan. Sumber
: Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2006.
Safeguard diberlakukan dengan landasan bahwa ekspor TPT China ke Amerika Serikat telah mengancam industri TPT Amerika Serikat. The Committee
for the Implementation of Textile Agreement CITA adalah badan yang bertanggung jawab terhadap mekanisme safeguard di pasar Amerika Serikat.
Sebenarnya safeguard terhadap ekspor TPT China sudah terjadi pada 24 Juli 2003, tahun 2005 dan yang terakhir pada tahun 2006. Namun demikian,
Indonesia perlu tetap mengkuatirkan masuknya TPT China ke Indonesia melalui praktek transhipment untuk diekspor kembali dengan atas nama Indonesia.
Secara umum posisi daya saing TPT dunia didominasi oleh China, lalu India, Italia, dan Indonesia. Berdasarkan tahun pengamatan dari 1995 sampai
2005, pada tahun 1998-2000 daya saing TPT Indonesia mengalami peningkatan, sisanya daya saing ekspornya selalu menurun. Nilai tukar Rupiah yang
terdepresiasi terhadap USD memberikan keuntungan bagi eksportir TPT pada rentang tahun tersebut. Harga TPT Indonesia menjadi lebih kompetitif dan hal ini
97
mendorong peningkatan daya saing. Namun demikian pada tahun 2001 sampai 2004, daya saing ekspor Indonesia mengalami penurunan lagi Tabel 14.
Tabel 14. Perkembangan Daya Saing TPT Indonesia Tahun 1995-2005
Perubahan Nilai Efek Kompetitif Umum
Efek Kompetitif Khusus Total
Tahun Nilai ribu USD
Nilai ribu USD Nilai ribu USD
1995-1997 -1 280 371.43
-142.07 -32 898.64
-3.65 -1 313 270.07
-145.72
1998-2000 2 505 059.18
83.23 -77 713.12
-2.58 2 427 346.05
80.65
2001-2004 -1 506 787.90
-4 139.68 145 717.17
400.34 -1 361 070.74
-3 739.35 1995-2005
-406 134.76 -16.89
48 296.06 2.01
-357 838.70 -14.88
Sumber: COMTRADE diolah, 2006.
Hal ini dikarenakan kapas, sebagai bahan baku industri tekstil, sebagian besar diimpor, membuat harga jual TPT menjadi mahal Gambar 12. Jumlah
impor kapas yang tinggi menjadikan ketergantungan yang tinggi pula dan rentan terhadap perubahan harga kapas dunia. Keadaan ini tentu tidak akan
menguntungkan industri TPT Indonesia. Hasil penelitian Maidir 2006 menyatakan, bahwa TPT Indonesia cenderung mengalami penurunan daya saing
di negara-negara kuota dan non kuota, yang ditandai dengan nilai negatif untuk indeks perubahan daya saing selama kurun waktu 1990-2003.
100 200
300 400
500 600
1981 1985
1990 1995
1997 1998
2000 2005
2006
Tahun 1 000 T
o n
Impor Harga Kapas Dunia USTon
Gambar 12. Impor Kapas Indonesia dan Harga Kapas Dunia Tahun 1981-2006
Sumber: United Nations Departement of Agriculture, 2004.
98
Ditambahkan bahwa penurunan daya saing di sejumlah produk TPT mengindikasikan adanya kendala pasokan di dalam negeri yang telah
menghambat, dan bahkan menurunkan kemampuan industri untuk menyesuaikan struktur ekspornya dengan kenaikan permintaan pasar dunia.
Faktor-faktor seperti rigiditas peraturan ketenagakerjaan, kendala industri pendukung, dan limitasi pemasaran serta teknologi terus mempengaruhi daya
saing industri TPT. Meskipun industri TPT memberikan kontribusi yang besar terhadap PDB,
namun industri tersebut menggunakan kapasitas terpakai di bawah kapasitas maksimumnya dengan rata-rata 72-80 persen. Belum optimalnya kapasitas
tersebut sejalan dengan rendahnya tingkat investasi pada industri TPT Bank Indonesia, 2006.
Kuatnya daya saing produk China di pasar tekstil dan garmen di pasar dunia juga tidak terlepas dari berbagai kebijakan yang ada di negara tersebut.
Dalam kebijakan moneter, China melakukan fixed exchange rate Yuan terhadap USD. Keadaan ini menjadi keuntungan tersendiri bagi eksportir China. Selain itu,
pemerintah China juga masih memberikan subsidi terhadap industri garmen di dalam negeri. Kebijakan tersebut berupa pemberian subsidi silang dengan
pemotongan pajak impor. Selain itu, tingkat suku bunga mampu ditekan pada kondisi yang ideal bagi kegiatan dunia usaha. Rata-rata suku bunga di China
pada tahun 2004 sebesar 5 persen. Tingkat bunga tersebut hampir sama dengan di India dan Thailand. Hal lain yang menguntungkan China adalah lemahnya
penghargaan terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual HAKI, sehingga China leluasa dalam melakukan produksi tekstil dan garmen. Sedangkan kekuatan
industri TPT India terletak pada penggunaan serat yang luas dan berlimpah, upah tenaga kerja terlatih yang rendah, infrastruktur tekstil yang baik, pasar
domestik yang tumbuh dan fleksibilitas manufaktur.
99
India dan China adalah negara pengekspor kapas terbesar di dunia Tabel 15. Keadaan ini menjadikan kontinuitas produksi terjamin dan
meningkatkan daya saing TPT kedua negara. Walaupun China tidak dapat disaingi untuk TPT dari beberapa serat tekstil nabati kapas dan rami dan
hewani chasmere, angora, hair, dan sutera, namun lemah untuk serat buatan synthetic maupun cellulosic.
Tabel 15. Produksi, Ekspor, dan Impor Kapas Dunia Tahun 20032004 No.
Negara Produksi ribu ton
Ekspor ribu ton Impor ribu ton
1. China
4 877 44
1 851 2. Jerman
13 98
3. Jepang 169
4. Indonesia
8 4
479 5. India
2 743
131 218
6. Italia 4
212 7. Turki
893 98
479 8.
USA 3 968
3 005 11
9. Dunia
20 200 7 260
7 359 Sumber: United Nations Departement of Agriculture, 2004.
Meskipun kuota impor TPT telah berakhir, namun hambatan-hambatan baru juga bermunculan. Salah satunya adalah adanya perjanjian-perjanjian yang
sifatnya regional dengan menerapkan perdagangan dan tarif khsusus, seperti North American Free Trade Agreement NAFTA, the Caribbean Basin Economic
Recovery Act CBERA, dan Association of Southeast Asian Nations ASEAN Free Trade Area yang berlaku mulai 1 Januari 2000 Shetty, 2001.
Kendati telah memberikan segala alasan, Uni Eropa diduga sedang membentuk Eropean Fortress. Antara lain dengan mengadakan lingkaran
luarnya untuk negara-negara ACP-Lome khususnya Afrika, lingkaran dalam untuk negara-negara Meditarenia dan keempat negara blok Timur yang
berbatasan dengan Eropa Polandia, Hongaria, Ceko, dan Slovakia. Preferensi tarif dan kuota TPT seperti yang diberikan kepada keempat negara tersebut,
diberikan pula kepada negara bekas blok Timur walaupun dalam tingkat yang
100
lebih kecil. Meskipun demikian, preferensi tersebut masih lebih besar dibandingkan preferensi kepada negara berkembang lainnya.
Alasan pemberian preferensi kepada negara bekas blok Timur adalah secara ekonomis akan lebih baik meniadakan pembatasan TPT terhadap
negara-negara tersebut daripada harus mengatasi maraknya imigran gelap, yang menimbulkan masalah pengagguran di Uni Eropa. Prinsip yang sama juga
diberlakukan NAFTA terhadap Amerika Latin serta kekhususan preferensi untuk kepulauan Karibia dengan CBI.
Ketentuan generalized system of preferences GSP yang lebih adil untuk semua negara sepanjang tahun diberikan terhadap produk very sensitive
sebesar 85 persen dari tarif biasa. Fasilitas ini bagi Indonesia hanya diberikan sampai tahun 1998. Mulai 1 Januari 2006, Uni Eropa mengubah sistem GSP.
Ini adalah sebuah sistem penetapan tarif yang menawarkan akses pasar lebih baik di pasar Uni Eropa dari negara-negara berkembang. Tujuan utamanya
adalah untuk mendukung proses pengintegrasian negara-negara berkembang ke dalam ekonomi dunia, melalui peningkatan pendapatan dari ekspor,
mempercepat industrialisasi, dan mengembangkan diversifikasi ekonomi. Penetapan tarif berbeda-beda dan tergantung pada komoditas dan negaranya.
Hampir 7 200 produk masuk dalam ketentuan GSP, dan contoh di antaranya dapat dilihat pada Tabel 16. Hampir 20 persen terjadi pengurangan besaran tarif
bila dibandingkan dengan tarif berdasarkan MFN. Pengurangan tarif tersebut akan diberikan apabila Indonesia dapat memenuhi semua aturan mainnya.
Tabel 16. Tingkat Tarif pada Tekstil dan Garmen
No. Produk Contoh
Tingkat MFN Tingkat GSP
1. Woven cotton fabrics HS 5208, 5209
8 6.4
2. Woven fabrics of artificial filament yarn HS 5408
8 6.4
3. Yarn of synthetic staple fibers HS 5511
5 4.0
4. Woven fabrics of synthetic staple fibers HS 5512
8 6.4
5. Clothing knitted or crocheted HS 61
12 9.6
6. Clothing not knitted or crocheted HS 62
12 9.6
Sumber: Julin, 2006.
101
Keadaan ekonomi pada masa sekarang mendorong peniadaan batasan pasar antar negara. Hal ini karena sangat berkaitan dengan biaya-biaya yang
dapat diminimalkan melalui penempatan lokasi industri yang menawarkan keunggulan komparatif tersebut. Upah tenaga kerja di sektor industri tekstil dan
garmen juga turut menentukan daya saing output tekstil dan garmen Tabel 17. Apalagi proses pemotongan, menjahit, dan menambahkan aksesoris pada baju
hanya dapat dilakukan oleh tenaga manusia, khususnya wanita. Lebih dari 70 persen pekerja di sektor industri garmen adalah perempuan Allwood et al,
2006. Dan secara global sebesar 26.50 juta orang bekerja di sektor TPT pada tahun 2000.
Table 17. Upah Tenaga Kerja di Industri TPT Tahun 2002 No. Negara Tekstil
USDhari Garmen USDhari
1. Jerman 21.18
- 2. Italia
15.60 -
3. USA 11.73
8.89 4. Afrika
Selatan 2.17
1.38 5. Turki
2.13 -
6. India 0.57
0.38 7. Indonesia
0.50 0.27
8. China 0.41
0.68 9. Bangladesh
0.25 0.39
Sumber: Werner International dalam World Bank, 2004. Upah tenaga kerja di Italia pada sektor industri tekstil ternyata relatif lebih
tinggi daripada Indonesia, India, dan China. Keadaan ini menjadikan daya saing TPT Italia menjadi menurun tajam. Dan makin diperparah dengan dihapuskan
sistem kuota, sehingga persaingan menjadi lebih ketat. Indonesia masih memiliki peluang yang cukup bagus, karena upah tenaga kerjanya relatif masih rendah.
Berdasarkan penjelasan tentang posisi dan daya saing TPT Indonesia di dunia, maka secara umum posisi daya saing TPT dunia didominasi oleh China,
lalu India, Italia, dan Indonesia. Tahun 1995 sampai 2005, peningkatan daya saing ekspor TPT Indonesia disebabkan oleh depresiasi Rupiah terhadap USD
102
dan bukan karena daya saing komoditas TPT itu sendiri. Selain itu faktor-faktor yang terjadi di dalam negeri, seperti rigiditas peraturan ketenagakerjaan, kendala
industri pendukung, dan limitasi pemasaran serta teknologi juga mempengaruhi daya saing industri TPT.
Secara umum daya saing TPT Indonesia lebih rendah bila dibandingkan dengan negara China, India, dan Italia, khususnya di pasar Amerika Serikat dan
Uni Eropa. Namun demikian, bukan berarti TPT Indonesia tidak memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Berakhirnya sistem kuota akan memberikan peluang
untuk melakukan penetrasi di pasar-pasar TPT non kuota. Berbagai macam bentuk kerja sama regional maupun internasional lainnya dapat digunakan
Indonesia untuk memperbesar akses ekspor TPT ke negara tersebut. Di dalam negeri, potensi pasar TPT domestik yang besar dan upah tenaga kerja yang
relatif rendah akan menjadi faktor pendorong bagi perkembangan industri ini.
VI. ANALISIS EKONOMETRIKA PERKEMBANGAN INDUSTRI TPT INDONESIA