159
7.2. Hasil Peramalan Perkembangan Industri TPT Indonesia Tahun 2007-
2010 Hasil simulasi dasar ex ante tanpa kebijakan apapun menunjukkan bila
rata-rata produksi tekstil periode tahun 2007 sampai 2010 meningkat sebesar 21.46 persen dibandingkan periode tahun 1995 sampai 2006. Sedangkan rata-
rata produksi garmen domestik juga mengalami peningkatan sebesar 20.84 persen. Keadaan ini akan mendorong peningkatan ekspor tekstil dan garmen,
masing-masing sebesar dari 70.41 persen dan 41.43 persen. Di sisi lain impor tekstil Indonesia mengalami peningkatan sebesar 8.03
persen dan impor garmen Indonesia menurun sebesar 39.37 persen. Permintaan tekstil domestik menunjukkan penurunan, yaitu sebesar 49.00 persen.
Sedangkan permintaan garmen domestik meningkat sebesar 29.40 persen. Secara total penawaran tekstil domestik menurun sebesar 34.57 persen dan
penawaran garmen domestik juga menurun sebesar 34.22 persen.
7.2.1. Penurunan Suku Bunga Riil Bank Sebesar 5 Persen
Kebijakan menurunkan suku bunga riil bank merupakan salah satu kebijakan moneter yang sebenarnya dapat meningkatkan permintaan tekstil
domestik. Industri tekstil adalah industri yang bersifat padat modal dibandingkan dengan industri garmen. Penurunan suku bunga riil bank sebesar 5 persen tidak
direspons oleh produsen tekstil di Indonesia dengan menaikkan produksi tekstilnya. Produksi tekstil domestik yang menurun sebesar 0.06 persen
menyebabkan ekspor tekstil Indonesia tidak berubah. Sedangkan impor tekstil Indonesia menurun sebesar 0.0004 persen. Secara total penawaran tekstil
Indonesia meningkat sebesar 0.01 persen. Sedangkan penurunan penawaran tekstil domestik tidak merubah volatilitas harga riil tekstil domestik.
Harga riil garmen domestik yang yang menurun, sebagai harga output bagi industri garmen, berkontribusi dalam meningkatkan permintaan garmen
160
domestik sebesar 0.01 persen. Penurunan harga riil ini juga menjadi diinsentif bagi produsen garmen domestik untuk meningkatkan produksinya, sehingga
produksi garmen domestik menurun sebesar sebesar 0.01 persen. Penurunan produksi garmen pada tahap selanjutnya akan mendorong penurunan ekspor
garmen Indonesia sebesar 0.002 persen. Di sisi lain impor garmen meningkat sebesar 0.07 persen. Secara total, penawaran garmen domestik sedikit
meningkat sebesar 0.06 persen. Penurunan suku bunga riil bank sebesar 5 persen menyebabkan
masyarakat cenderung tidak melakukan saving. Hal tersebut membuat permintaan garmen meningkat sebesar 0.010 persen.
7.2.2. Depresiasi Nilai Tukar RupiahUSD Sebesar 15 Persen
Nilai tukar yang tidak berfluktuatif akan membantu produsen dalam menentukan biaya dan keuntungan usaha. Nilai tukar Rp. 9 000USD banyak
diramalkan pengamat ekonomi, termasuk gubernur Bank Indonesia, akan mampu mendorong daya saing ekspor Indonesia. Berdasarkan nilai tukar
tertinggi selama lima tahun terakhir, maka nilai tukar Rupiah terhadap USD cenderung terdepresiasi sebesar 15 persen. Keadaan ini menjadikan TPT
Indonesia lebih kompetitif di pasar dunia. Selanjutnya kebijakan ini akan meningkatkan ekspor tekstil dan garmen Indonesia, masing-masing sebesar 1.73
persen dan 3.64 persen. Secara bersama-sama pula juga menurunkan impor tekstil sebesar 0.80 persen dan meneningkatkan impor garmen sebesar 0.49
persen. Total penawaran tekstil dan garmen domestik menurun, masing-masing sebesar 4.57 persen dan 21.62 persen.
Penawaran tekstil domestik yang menurun menyebabkan harga tekstil domestik meningkat sebesar 0.50 persen, sehingga permintaan tekstil domestik
menurun sebesar 7.52 persen.
161
7.2.3. Kenaikan Harga Riil BBM Sebesar 8.5 Persen
BBM, terutama solar dan minyak bakar, banyak digunakan oleh industri tekstil dan garmen. Kenaikan harga riil BBM akan meningkatkan biaya produksi,
sehingga dapat menurunkan produksi tekstil dan garmen domestik, masing- masing sebesar 4.97 persen dan 2.20 persen. Keadaan ini membuat ekspor
tekstil Indonesia menurun sebesar 2.76 persen dan impor tekstil Indonesia menurun sebesar 0.07 persen. Penurunan produksi tekstil berkontribusi dalam
menurunkan penawaran tekstil domestik sebesar 3.96 persen. Penurunan penawaran tekstil domestik ternyata membuat harga riil tekstil
domestik menurun sebesar 0.38 persen. Keadaan ini membuat permintaan tekstil domestik menurun sebesar 5.67 persen. Sedangkan harga riil garmen domestik
yang juga menurun sebesar 2.51 persen, akan mendorong peningkatan permintaan garmen domestik sebesar 2.08 persen. Penurunan produksi garmen
domestik pada akhirnya mendorong penurunan ekspor garmen Indonesia sebesar 0.24 persen, sedangkan impornya meningkat sebesar 8.10 persen.
Secara total penawaran garmen domestik menurun sebesar 11.54 persen.
7.2.4. Kenaikan Upah Tenaga Kerja Industri Tekstil dan Garmen, Masing- Masing Sebesar 14.5 Persen dan 15 Persen
Industri tekstil dan garmen banyak menyerap tenaga kerja, khususnya tenaga kerja wanita. Peningkatan upah tenaga kerja di kedua sektor tersebut
akan mendorong penurunan produksi tekstil dan garmen. Produksi tekstil domestik menurun sebesar 20.55 persen. Ekspor tekstil Indonesia akan menurun
sebesar 13.30 persen dan impor tekstil Indonesia menurun sebesar 0.34 persen. Secara total penawaran tekstil domestik menurun sebesar 12.12 persen.
Penurunan penawaran tekstil domestik akan menaikkan harga riil tekstil domestik sebesar 3.53 persen. Dampak selanjutnya permintaan tekstil domestik
menurun sebesar 163.70 persen. Bagi produksi garmen domestik, kenaikan
162
harga tekstil domestik akan menurunkan produksi garmen domestik sebesar 9.935 persen. Ekspor garmen Indonesia pada tahap selanjutnya ikut mengalami
penurunan, yaitu sebesar 0.65 persen. Impor garmen Indonesia akan meningkat sebesar 35.69 persen, sehingga secara total penawaran garmen domestik
menurun, sebesar 55.28 persen. Harga riil garmen domestik naik sebesar 20.31 persen, sebagai akibat
tidak langsung dari kenaikan upah riil tenaga kerja, akan membuat permintaan garmen domestik menurun sebesar 20.49 persen.
7.2.5. Penurunan Tarif Impor Tekstil dan Garmen Hingga 0 Persen
Rata-rata tarif impor tekstil selama kurun waktu tiga tahun terakhir sebesar 7.75 persen, sedangkan tarif impor garmen rata-rata sebesar 11.25
persen. Penurunan tarif hingga nol persen ternyata memberikan dampak pada peningkatan impor tekstil Indonesia sebesar 13.84 persen. Penurunan produksi
tekstil dalam negeri sebesar 0.92 persen makin memperbesar peningkatan impor tersebut dan menurunkan ekspor tekstil Indonesia sebesar 0.16 persen.
Peningkatan impor tekstil Indonesia akan meningkatkan penawaran tekstil domestik sebesar 16.33 persen. Peningkatan penawaran tekstil domestik
ternyata menurunkan harga riil tekstil domestik sebesar 2.14 persen, sehingga permintaan tekstil domestik meningkat sebesar 24.97 persen. Harga riil tekstil
domestik yang menurun juga direspons oleh ekspor tekstil Indonesia yang meningkat sebesar 0.16 persen.
Penurunan harga riil tekstil domestik selanjutnya meningkatkan produksi garmen domestik sebesar 0.09 persen. Penurunan tarif impor garmen hingga nol
persen juga akan meningkatkan impor garmen Indonesia sebesar 76.86, sehingga secara total penawaran garmen domestik meningkat sebesar 19.70
persen. Di sisi lain, harga riil garmen domestik menurun sebesar 11.61 persen.
163
7.2.6. Penurunan Harga Riil Kapas Dunia Sebesar 5 Persen
Penurunan harga riil kapas dunia sebesar 5 persen bertujuan memberikan gambaran tentang dampaknya terhadap perkembangan industri
TPT Indonesia. Meskipun non kebijakan tapi memiliki arti penting di dalam proses produksi TPT. Harga riil kapas dunia yang menurun sebesar 5 persen
akan meningkatkan produksi tekstil domestik sebesar 21.72 persen. Hal ini mendorong peningkatan ekspor tekstil Indonesia sebesar 12.01 persen. Di sisi
lain impor tekstil Indonesia menurun sebesar 0.21 persen. Secara total penawaran tekstil domestik meningkat sebesar 17.01 persen.
Harga riil garmen domestik yang meningkat sebesar 6.97 persen akan menurunkan permintaan garmen domestik sebesar 5.63 persen. Harga riil
garmen domestik yang meningkat membuat produsen garmen meningkatkan produksinya sebesar 17.61 persen dan mendorong eksportasi garmen Indonesia
sebesar 1.52 persen. Impor garmen Indonesia menurun sebesar 62.92 persen. Secara total penawaran garmen domestik meningkat sebesar 95.93 persen.
7.2.7. Kenaikan GDP Riil Indonesia Sebesar 8 Persen, dan Pertumbuhan Populasi Indonesia Naik Sebesar 1.1 Persen
Kombinasi kebijakan fiskal dan non kebijakan ekonomi tersebut ternyata berdampak langsung kepada perkembangan industri TPT Indonesia. Kenaikan
GDP riil Indonesia akan mendorong daya beli masyarakat semakin tinggi. Selain itu peningkatan populasi akan menjadi peluang yang dapat mendorong
peningkatan produksi TPT Indonesia. Hasil simulasi menunjukkan bila kombinasi kebijakan tersebut dapat meningkatkan permintaan garmen Indonesia sebesar
9.94 persen. Di samping itu produksi garmen juga meningkat sebesar 0.08 persen, sehingga secara total penawaran garmen Indonesia meningkat sebesar
3.50 persen. Peningkatan penawaran garmen ini akan mendorong penurunan harga riil garmen domestik sebesar 11.33 persen.
164
Peningkatan produksi garmen juga disebabkan oleh penurunan harga riil tekstil domestik sebesar 2.08 persen. Harga riil tekstil domestik yang menurun
akan menstimulasi peningkatan permintaan tekstil Indonesia sebesar 24.34 persen. Di sisi lain pemenuhan permintaan tekstil Indonesia lebih banyak
disebabkan oleh peningkatan impor tekstil Indonesia, yaitu sebesar 13.74 persen, sehingga produksi tekstil di dalam negeri menurun sebesar 0.86 persen.
Secara total, penawaran tekstil Indonesia meningkat sebesar 16.19 persen.
7.2.8. Kenaikan GDP Riil Amerika Serikat Sebesar 3.1 Persen, dan GDP Riil Sebesar China 8.5 Persen.
Kenaikan GDP riil Amerika Serikat dan GDP riil China menjadi shock eksternal, dimana kedua negara tersebut adalah produsen TPT besar di dunia.
Kenaikan GDP riil Amerika Serikat sebesar 3.1 persen dan GDP riil China sebesar 8.5 persen akan mendorong peningkatan impor tekstil Amerika Serikat
sebesar 0.93 persen dan impor tekstil China sebesar 4.58 persen, sehingga total impor tekstil dunia meningkat sebesar 1.20 persen. Hal ini dapat menstimulasi
peningkatan harga riil tekstil dunia sebesar 4.58 persen. Harga riil tekstil Indonesia, sebagai negara price taker, akan meningkat pula sebesar 11.61
persen. Peningatan harga riil tekstil Indonesia akan direspons produsen tekstil domestik dengan menaikkan produksinya sebesar 5.77 persen. Sehingga secara
total penawaran tekstil Indonesia meningkatkan sebesar 24.98 persen. Sama halnya di pasar garmen dunia, peningkatan GDP riil Amerika
Serikat dan GDP riil China akan meningkatkan impor garmen Amerika Serikat sebesar 0.73 persen. Ekspor garmen Indonesia juga meningkat sebesar 0.18
persen. Peningkatan ini membuat penawaran garmen Indonesia menurun sebesar 1.31 persen, sehingga harga riil garmen domestik akan meningkat
sebesar 73.59 persen. Dampak selanjutnya permintaan garmen Indonesia menurun sebesar 69.94 persen.
165
Tabel 43. Lanjutan
Perubahan Akibat Simulasi Peubah Nilai
Dasar 8 9 10 11 12 13
PTD 1630.000 5.7669 -20.6135 -4.5399 16.9325 21.6564 -0.0613
PGD 629.613 -0.0774 -9.9481 -2.2241 15.4165 17.6085 -0.0044
DTD 586.447 -166.3235 -163.3623 -17.2194 -23.1439 -10.5929
0.5741
DGD 197.324 -69.9369 -20.3330
-14.8511 -4.9732 -16.8500 -12.3811 STD
762.858 24.9772 -12.1770 -8.1901 13.3577 29.7307 30.9139 SGD
93.818 -1.3066 -55.3388 -33.4597 84.1113 91.4320 -4.1107
HTDR 1585.000 11.6088 3.4700 0.5047 0.7571 0.2524 -0.6940
HGDR 4377.000 73.5892 20.1279 2.4446 5.9401 4.6836 -1.0966
XTI 1849.000 -5.3542
-13.3045 -1.0817 9.2482 13.6290 1.4602
XTG 3392.000 0.0000 0.0000
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 XTA
5336.000 3.0172 0.0562 0.0000 0.2061 0.2061 0.0375
XTC 12800.000 0.5391 -0.0313
0.0938 0.0234 0.1172 0.0781 MTI
982.045 -0.3095 -0.3368 -0.8658 -0.2780 12.8258 26.7763
MTL 2412.000 0.2902 -0.0829
0.0415 0.0000 0.0829 0.0000 MTA
6581.000 0.9269 -0.1823 0.1671 0.1368 0.3039 0.0304
MTC 7134.000 4.5837 -0.0561
0.0000 0.0561 0.0421 -0.0421 HTWR
2316.000 4.2314 4.3610 0.2159 -3.2815 -2.6339 3.7997 HGWR
2919.000 -1.9185 0.2055 -1.9527 0.5139 -1.6787 -2.2953
XGI 555.547 0.1819 -0.6577
3.4361 1.3203 5.0336 3.4687 XGG
2040.000 -0.2941 0.4412 -1.1765 -0.1961 -1.1765 -0.5392
XGC 14132.000 0.3255 -0.0071
0.2760 -0.1486 0.1274 0.2689 XGT
2770.000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
MGI 19.752 1.3751 35.7568 8.6145 -54.7741 14.5675 78.1779
MGG 3772.000 0.0530 -0.0265
0.0795 -0.0265 0.0795 0.0795 MGA
14883.000 0.7324 -0.0134 0.6182 -0.2755 0.3494 0.6182
MGJ 4227.000 0.0237 0.0000
0.0237 0.0000 0.0237 0.0237 XTW
59533.000 0.2217 -0.4149 -0.0134 0.3108 0.4686 0.0638
MTW 32788.000 1.1986 -0.0640
0.0122 0.0305 0.4605 0.7991 XGW
45347.000 0.0926 0.0110 0.0750 -0.0375 0.0507 0.1059
MGW 962081.000 0.0116 0.0003
0.0101 -0.0055 0.0060 0.0115 Keterangan:
Simulasi 8 : GDP riil USA naik 3.1 persen dan GDP riil China naik 8.5 persen.
Simulasi 9 : Kombinasi 1 dan 4.
Simulasi 10 : Kombinasi 2 dan 3.
Simulasi 11 : Kombinasi 3 dan 6.
Simulasi 12 : Kombinasi 2, 5, dan 6.
Simulasi 13 : Kombinasi 2, 5, dan 7.
7.2.9. Kombinasi Kebijakan Penurunan Suku Bunga Riil Bank Sebesar 5 Persen Kenaikan Upah Tenaga Kerja Industri Tekstil dan Garmen,
Masing-Masing Sebesar 14.5 Persen dan 15 Persen. Menurunkan suku bunga riil bank akan mendorong peningkatan kinerja di
sektor riil, khususnya investasi. Namun di sisi lain, upah riil tenaga kerja cenderung naik dari waktu ke waktu, karena sifat upah yang kaku. Kombinasi
kebijakan tersebut cenderung menurunkan produksi tekstil domestik sebesar
166
20.61 persen dan produksi garmen domestik sebesar 9.95 persen. Penurunan produksi tekstil akan diikuti dengan penurunan ekspor tekstil Indonesia sebesar
13.30 persen. Secara total penawaran tekstil domestik menurun sebesar 12.18 persen. Keadaan ini mendorong peningkatan harga riil tekstil domestik sebesar
3.47 persen, sehingga pada akhirnya akan menurunkan permintaan tekstil domestik sebesar 163.36 persen.
Harga riil tekstil domestik yang meningkat juga disebabkan harga riil garmen yang meningkat pula sebesar 20.13 persen. Oleh karena itu permintaan
garmen domestik menurun sebesar 20.33 persen. Harga riil tekstil domestik yang meningkat menjadi disinsentif bagi produsen garmen untuk meningkatkan
produksi garmennya sebesar 9.95 persen. Produksi garmen domestik yang menurun menjadi latar belakang ekspor garmen Indonesia juga menurun sebesar
0.18 persen dan meningkatkan impor garmen Indonesia sebesar 35.76 persen. Secara total penawaran garmen domestik menurun sebesar 55.34 persen.
7.2.10. Kombinasi Kebijakan Depresiasi Nilai Tukar RupiahUSD Sebesar 15 Persen dan Kenaikan Harga Riil BBM Sebesar 8.5 Persen
Mendepresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD akan mendorong ekspor TPT Indonesia. Meskipun Indonesia menganut floating exchange rate, namun
Bank Indonesia dapat melakukan intervensi secara tidak langsung. Sedangkan harga riil BBM adalah salah satu biaya input yang volatilitasnya dipengaruhi oleh
harga minyak mentah dunia. Kombinasi kebijakan tersebut di atas masih memberikan dampak penurunan terhadap produksi tekstil sebesar 4.54 persen.
Oleh sebab itu ekspor tekstil Indonesia juga menurun sebesar 1.08 persen dan impor tekstil Indonesia meningkat sebesar 0.86 persen. Secara total penawaran
tekstil Indonesia menurun sebesar 8.19 persen. Penawaran tekstil yang menurun menstimulasi peningkatan harga riil tekstil domestik sebesar 0.50 persen. Pada
gilirannya permintaan tekstil domestik menurun sebesar 17.22 persen.
167
Depresiasi Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen masih mampu mendorong peningkatan ekspor garmen Indonesia sebesar 3.44 persen. Di sisi
lain peningkatan harga riil BBM justru menurunkan produksi garmen domestik sebesar 2.22 persen, sehingga pemenuhan permintaan garmen domestik
mendorong peningkatan impor garmen Indonesia sebesar 8.61 persen. Secara total penawaran garmen Indonesia menurun sebesar 33.46 persen. Penurunan
ini akan membuat harga riil garmen domestik meningkat sebesar 2.44 persen dan sekaligus menurunkan permintaan garmen Indonesia sebesar 14.85 persen.
7.2.11. Kenaikan Harga Riil BBM Sebesar 8.5 Persen dan Penurunan Harga Riil Kapas Dunia Sebesar 5 Persen
Keduanya termasuk dalam biaya input produksi TPT. Harga riil BBM mempunyai kecenderungan naik, apalagi subsidi untuk industri pun juga telah
dicabut oleh pemerintah. Sedangkan kapas, Indonesia belum memproduksinya secara maksimal di dalam negeri, sehingga perubahan harga riil kapas akan
berpengaruh langsung terhadap perkembangan industri TPT Indonesia. Kombinasi kebijakan tersebutakan berdampak pada peningkatan produksi tekstil
domestik sebesar 16.93 persen. Produksi tekstil domestik yang meningkat akan mendorong kegiatan ekspor meningkat sebesar 9.25 persen. Sedangkan impor
tekstil Indonesia yang juga menurun sebesar 0.28 persen. Secara total penawaran tekstil domestik meningkat sebesar 13.36 persen, sedangkan
permintaan tekstil domestik menurun sebesar 23.14 persen. Penurunan harga riil kapas dunia mampu meningkatkan produksi garmen
domestik sebesar 15.42 persen. Peningkatan ini mendorong ekspor garmen Indonesia sebesar 1.32 persen dan menurunkan impor garmen Indonesia
sebesar 54.77 persen. Secara total penawaran garmen Indonesia meningkat sebesar 84.11 persen. Peningkatan harga riil BBM, sebagai salah satu biaya
input, akan meningkatkan harga riil garmen domestik sebesar 5.94 persen.
168
Dampak selanjutnya adalah penurunan permintaan garmen domestik sebesar 4.97 persen.
7.2.12. Kombinasi Kebijakan Mendepresiasi Nilai Tukar RupiahUSD Sebesar 15 Persen, Menurunkan Harga Riil Kapas Dunia Sebesar 5
Persen, dan Menurunkan Tarif Impor Tekstil dan Garmen hingga 0 Persen
Kombinasi kebijakan tersebut dilatarbelakangi untuk meningkatkan ekspor TPT Indonesia dalam konteks liberalisasi perdagangan. Hasil simulasi
menunjukkan bila kombinasi kebijakan tersebut membuat produksi tekstil dan garmen domestik meningkat, masing-masing sebesar 21.66 persen dan 17.61
persen. Peningkatan produksi tekstil domestik akan mendorong peningkatan ekspor tekstil domestik sebesar 13.63 persen dan juga meningkatkan impor
tekstil Indonesia sebesar 12.83 persen. Secara total penawaran tekstil domestik meningkat sebesar 29.73 persen.
Penurunan harga riil kapas dunia juga mampu menstimulasi peningkatan produksi garmen domestik sebesar 17.61 persen. Keadaan ini juga berdampak
pada peningkatan ekspor garmen Indonesia sebesar 5.03 persen. Selain itu penurunan tarif impor hingga nol persen akan meningkatkan impor garmen
Indonesia sebesar 14.57 persen. Secara total penawaran garmen Indonesia meningkat sebesar 91.43 persen.
7.2.13. Kombinasi Kebijakan Mendepresiasi Nilai Tukar RupiahUSD Sebesar 15 Persen, Kenaikan GDP Riil Indonesia Sebesar 8
Persen, Pertumbuhan Populasi Indonesia Sebesar 1.12 Persen, dan Penurunan Tarif Impor Tekstil dan Garmen hingga 0 Persen
Kombinasi kebijakan fiskal, moneter, dan non kebijakan ekonomi ternyata belum mampu menaikkan produksi tekstil dan garmen domestik. Produksi tekstil
domestik tidak mengalami perubahan. Namun depresiasi Rupiah terhadap USD masih mampu mendorong peningkatan ekspor tekstil Indonesia sebesar 1.46
persen. Sedangkan penurunan tarif impor hingga nol persen juga mampu
169
meningkatkan impor tekstil Indonesia sebesar 26.78 persen. Secara total penawaran tekstil Indonesia masih meningkat sebesar 30.91 persen. Hal ini
membuat harga riil tekstil domestik menurun sebesar 0.69 persen. Harga riil tekstil domestik yang menurun akan menjadi disinsentif bagi
produsen untuk meningkatkan produksi garmennya, produksi garmen domestik menurun sebesar 0.004 persen. Di sisi lain ekspor garmen Indonesia masih
positif dan meningkat sebesar 3.47 persen, sedangkan impor garmen juga meningkat sebesar 78.18 persen. Secara total penawaran garmen Indonesia
menurun sebesar 4.11 persen.
7.3. Diskusi dan Implikasi dari Simulasi Peramalan Perkembangan Industri TPT Indonesia Tahun 2007-2010
Penurunan harga riil kapas dunia sebesar 5 persen; kombinasi kebijakan kenaikan harga riil BBM sebesar 8.5 persen dan penurunan harga riil kapas
dunia sebesar 5 persen; dan kombinasi kebijakan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen, penurunan harga riil kapas dunia sebesar 5
persen, dan penurunan tarif impor hingga nol persen akan mendorong peningkatan produksi dan ekspor tekstil dan juga garmen Indonesia. Kegiatan
ekspor TPT berhubungan erat dengan perolehan devisa. Dimana devisa ini sangat diperlukan untuk menunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Oleh
sebab itu, tujuan simulasi kebijakan diharapkan memberikan dampak positif di kedua sektor tersebut. Dampak kebijakan tersebut pada akhirnya akan dirasakan
oleh produsen-produsen di daerah sentra-sentra TPT di Indonesia. Berdasarkan informasi serial online www.bisnis.com tertanggal 18
November 2005 dan 6 Januari 2006, Kota Cirebon, Jawa Barat, direncanakan akan dijadikan sebagai kawasan industri TPT terpadu, karena wilayah tersebut
memiliki pelabuhan, sehingga untuk pengiriman barang termasuk ekspor ke berbagai negara di dunia akan lebih mudah dengan biaya yang lebih murah,
170
sehingga daya saing produk juga akan semakin kompetitif. Dengan membangun kawasan industri TPT terpadu di Cirebon, paling tidak akan menambah lapangan
kerja yang diperkirakan mencapai sekitar 100 ribu orang, dan juga mempermudah proses ekspor. Di samping itu dalam rangka untuk memenuhi
permintaan TPT di dalam negeri dan juga luar negeri, pemerintah Jawa Tengah telah mengembangkan sistem klaster industri TPT. Daerah sentra TPT di Jawa
Tengah tersebar di Semarang, Salatiga, Batang, Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali, Pemalang, dan Magelang. Upaya ini dilakukan dengan memperkuat
industri yang terdapat dalam satu rantai, baik industri inti, industri terkait maupun industri pendukung untuk menghasilkan keunggulan kompetitif TPT.
Sedangkan kebijakan yang justru menurunkan produksi dan ekspor di kedua sektor adalah kenaikan harga riil BBM sebesar 8.5 persen; kenaikan upah
riil tenaga kerja di sektor tekstil sebesar 14.5 persen dan sektor garmen sebesar 15 persen; dan kombinasi kebijakan menurunkan suku bunga riil bank sebesar 5
persen, menaikkan upah riil tenaga kerja di sektor tekstil sebesar 14.5 persen dan sektor garmen sebesar 15 persen. Di samping kapas, upah tenaga kerja,
energi atau BBM, dan tingkat bunga mempunyai porsi yang besar dalam struktur biaya industri TPT Indonesia Tabel 44. Oleh sebab itu, peningkatan biaya-biaya
tersebut akan menurunkan produksi dan juga ekspor TPT Indonesia.
Tabel 44. Struktur Biaya Industri TPT Indonesia
Sub Sektor No. Biaya
Pemintalan PenenunanPerajutan
Pencelupan dan Finishing Pakaian
Jadi
1. Bahan Baku Utama dan
Penolong 58 56
58 2. Tenaga
Kerja 6
13 27
3. Energi 18
14 1
4. Penyusutan 6
2 1
5. Tingkat Bunga
6 6
2 6.
Pengeluaran Penjualan dan Administrasi
5 7 10
Sumber: Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2005.
171
Kebijakan yang hanya mampu meningkatkan produksi dan ekspor di salah satu sektor adalah kebijakan menurunkan suku bunga riil bank sebesar 5 persen;
depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen; penurunan tarif hingga nol persen; kenaikan GDP riil Indonesia sebesar 8.5 persen dan populasi
Indonesia sebesar 1.2 persen; kenaikan GDP riil Amerika Serikat sebesar 3.1 persen dan GDP riil China sebesar 8.5 persen; kombinasi kebijakan depresiasi
nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen dan peningkatan harga riil BBM sebesar 8.5 persen; serta kombinasi kebijakan depresiasi nilai tukar Rupiah
terhadap USD sebesar 15 persen, kenaikan GDP riil Indonesia sebesar 8.5 persen, populasi Indonesia sebesar 1.2 persen, dan penurunan tarif impor hingga
nol persen. Industri TPT merupakan salah satu dari industri yang berisiko tinggi,
sehingga bank enggan memberikan kredit. Pada umumnya bank hanya memberikan pinjaman atau kredit jangka pendek 90 persen dan jangka
menengah 10 persen kepada industri TPT. Sementara restrukturisasi permesinan industri TPT membutuhkan bentuk pinjaman dalam jangka panjang
antara 10 sampai 15 tahun. Industri tekstil bersifat padat modal dibandingkan industri garmen, sehingga permasalahan restrukturisasi lebih banyak dirasakan
oleh industri tekstil. Permesinan yang sudah usang dan teknologi yang tidak modern dapat mempengaruhi produktivitas industri ini.
Depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD pada dasarnya dapat mendorong peningkatan ekspor tekstil dan garmen Indonesia. Akan tetapi
keadaan ini tidak diikuti oleh peningkatan produksi garmen di dalam negeri. Hal ini terjadi karena impor garmen juga mengalami peningkatan.
Liberalisasi perdagangan TPT yang ditandai dengan penghapusan tarif hingga nol persen cenderung meningkatkan volume impor tekstil dan garmen
Indonesia, namun tidak dengan ekspor tekstil dan garmen Indonesia. Hal ini
172
dikarenakan persaingan yang semakin ketat antar negara produsen TPT, terutama China dan negara-negara di Asia Selatan.
Kebijakan moneter yang dilakukan dengan melakukan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD dan kombinasi kebijakan depresiasi nilai tukar Rupiah
terhadap USD sebesar 15 persen, kenaikan GDP riil Indonesia sebesar 8.5 persen, populasi Indonesia sebesar 1.2 persen, dan penurunan tarif impor hingga
nol persen, hanya mampu mendorong kegiatan ekspor tekstil dan garmen Indonesia tanpa diikuti peningkatan produksi tekstil dan garmen di dalam negeri.
Berdasarkan simulasi kebijakan yang telah dilakukan, maka harga riil kapas menjadi faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi kegiatan produksi dan
ekspor TPT Indonesia. Bahkan menurut data International Trade Manufacture Federation ITMF, 50 persen dari seluruh biaya bahan baku didominasi oleh
biaya pembelian kapas. Oleh sebab itu penurunan harga riil kapas sebesar 5 persen mampu menstimulasi peningkatan produksi dan juga ekspor TPT
Indonesia. Bahkan kombinasi kebijakan yang mengandung penurunan harga riil kapas dunia masih memberikan dampak yang positif bagi perkembangan industri
TPT Indonesia.
VIII. SIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN