Validasi Model Simulasi Kebijakan

69 dengan menggunakan Dw Durbin Watson Statistic tidak valid untuk digunakan. Oleh sebab itu pengujian apakah model mengalami korelasi serial atau tidak digunakan Dh Durbin h statistic Pindyck and Rubinfield, 1991 yang dirumuskan sebagai berikut: [ ] { [ 0.5 Var β n. 1 n 0.5Dw 1 h − − = } ] ……………..…….....…….……… 4.76 dimana, h : Angka Durbin h statistik. n : Jumlah pengamatan contoh. Var β : Varian dari koefisien regresi untuk lagged endogenous variables. Dw : Nilai statistik Durbin Watson. Uji statistik Dh tidak valid apabila hasil kali n x Var β lebih besar dari satu. Jika statistik h lebih besar dari nilai kritis distribusi normal, maka model tidak mengalami korelasi serial. Untuk menguij apakah peubah-peubah penjelas explanatory variabels secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah endogen pada masing-masing persamaan digunakan uji statistik F. Kemudian untuk menguji apakah masing-masing peubah penjelas secara individual berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah endogen pada masing-masing persamaan digunakan uji statistik t.

3. Validasi Model

Untuk mengetahui apakah model yang dikonstruksi cukup valid untuk digunakan simulasi pada periode historis maupun peramalan, maka dilakukan validasi model untuk menganalisis sejauh mana model tersebut mewakili dunia nyata. Validasi model melalui simulasi dasar dinamik menggunakan metode Guss Seidell. Kriteria statistik untuk validasi nilai pendugaan model ekonometrika yang digunakan, di samping koefisien determinasinya R 2 , adalah Root Mean Squares 70 Error RMSE, Root Mean Squares Percent Error RMSPE dan Theil’s Inequality Coefficient U Pindyck and Rubinfield, 1991. Kriteria-kriteria tersebut dirumuskan sebagai berikut: 0.5 n 1 t 2 a t s t Y Y 1n RMSE ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ − = ∑ = …………………..…......……………... 4.77 0.5 n 1 t 2 a t a t s t Y Y Y 1n RMSPE ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = ∑ = ………….………………......…..…. 4.78 ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ⎡ ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ + ⎟ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − = − ∑ ∑ ∑ = = = 0.5 2 n 1 t a t 0.5 2 n 1 t s t 0.5 n 1 t 2 a t s t Y 1n Y 1n Y Y 1n Theil U ……….....…….. 4.79 dimana, RMSE : Akar tengah kuadrat galat Root Mean Square Error RMSPE : Akar tengah kuadrat galat Root Mean Square Percent Error. U : Koefisien ketidaksamaan Theil Theil’s Inequality Coefficient. Y t s : Nilai dugaan peubah endogen pada tahun t. Y t a : Nilai aktual peubah endogen pada tahun t. Nilai dari koefisien ketidaksamaan Theil U bernilai antara 0 dan 1. Apabila U = 0 maka pendugaan model adalah sempurna dan jika nilai U = 1 maka pendugaan model adalah naif. Pada hakikatnya semakin kecil nilai RMSE, RMSPE dan U Theil maka semakin baik pendugaan model tersebut. Indikator lain yang dapat digunakan untuk validasi model adalah nilai koefisien determinasi R 2 . Semakin besar nilai R 2 menunjukkan semakin besar variasi perubahan peubah endogen yang dapat dijelaskan oleh peubah penjelas, berarti model tersebut semakin baik. 71

4. Simulasi Kebijakan

Jika validasi merupakan pengujian goodness of fit dari model secara keseluruhan, analisis simulasi diperlukan untuk mempelajari sejauh mana dampak perubahan-perubahan peubah eksogen terhadap nilai peubah endogen. Pada dasarnya tujuan simulasi adalah untuk 1 melakukan pengujian dan evaluasi model, 2 analisis kebijakan historis dan 3 peramalan untuk masa yang datang Pindyck and Rubinfield, 1991. Model yang telah divalidasi dan memenuhi kriteria ekonomi dan statistik, digunakan sebagai model dasar untuk analisis simulasi, khususnya ex ante simulation. Periode simulasi peramalan dilakukan antara tahun 2007-2012 dengan pertimbangan antara lain 1 ekspor TPT Indonesia mulai tumbuh, 2 berakhirnya sistem kuota TPT dunia pada 1 Januari 2005, 3 rencana pengembangan industri TPT oleh Depatemen Perindustrian pada tahun 2009, dan 4 prospek perkembangan TPT Indonesia dengan pasar TPT dunia yang diperkirakan mengalami penurunan jumlah produsen dari 150 negara menjadi 25 negara pada tahun 2010. Kebijakan-kebijakan yang disimulasikan untuk peramalan tahun 2007-2010 yaitu: 1. Kinerja ekspor TPT dapat didorong dengan penurunan suku bunga Bank. Indonesia BI menurunkan suku bunga acuan BI pada Juni 2007 sebesar 25 basis poin dari 8.75 persen menjadi 8.5 persen. Penurunan itu diharapkan dapat mendorong turunnya suku bunga kredit perbankan. Jika suku bunga kredit turun, tentunya iklim investasi dan dunia usaha akan membaik. Dalam penelitian ini digunakan tren penurunan suku bunga bank pada 2 tahun terakhir pengamatan. Suku bunga bank komersil untuk investasi cenderung mengalami penurunan sebesar 5 persen. 2. Kalangan usaha berharap Rupiah stabil di kisaran Rp. 9 000 per USD. Ketua Umum Kadin Kamar Dagang Indonesia MS Hidayat dan gubernur 72 BI juga menyatakan bila kurs pada kisaran 9000 per USD dapat meningkatkan daya saing ekspor Indonesia. Selama lima tahun terakhir, nilai tukar Rupiah terhadap USD berada di rentang Rp. 9 000-an sampai Rp. 10 247 per USD, oleh sebab itu depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen. 3. Kenaikan harga bahan bakar minyak BBM sebesar 8.5 persen. Pengurangan subdisi BBM yang mulai terjadi tahun 2000, akan meningkatkan biaya produksi pada industri TPT. Pergerakan harga BBM dipengaruhi harga mintak mentah dunia, yang diprediksikan akan mencapai 100barel USD pada tahun 2010. 4. Kenaikkan upah tenaga kerja industri tekstil dan garmen, masing-masing sebesar 14.5 persen dan 15 persen. Hal ini didasarkan pada tern besarnya tingkat upah tenaga kerja pada 2 tahun terkahir pengamatan. 5. Melalui negosiasi dalam Non Agricultural Market Acces yang dilakukan pada pertemuan WTO tingkat menteri di Hong Kong tahun 2005, disepakati untuk melakukan pengurangan tarif produk-produk industri. Perhitungan pengurangan tarif akan dirumuskan dalam ‘Formula Swiss’ dengan besaran koefisien yang tidak spesifik. Menurut General Secretary of International Textile, Garment, and Leather Worker’s Federation ITGLWF, bahwa pengurangan tarif hingga nol persen akan mengancam masa depan industri TPT, terutama di negara-negara miskin dan berkembang. 6. Penurunan harga kapas dunia sebesar 5 persen per tahun yang diproksi dari harga kapas di Amerika Serikat. International Cotton Advisory Committe memproyeksikan harga kapas dunia secara umum masih berkisar 55 sampai 60 centlb pada tahun 2020. Atau dengan kata lain terjadi penurunan harga kapas dunia sebesar 5 persen pada periode tahun 73 19731974 sampai 19971998 dibanding periode tahun 19981999 sampai 20052006. 7. Peningkatan GDP riil Indonesia dapat mendorong daya beli masyarakat terhadap TPT. Sedangkan peningkatan populasi penduduk Indonesia akan menjajdi peluang bagi perkembangan industri TPT Indonesia. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2009 sebesar 7.6 persen per tahun pembulatan menjadi 8 persen per tahun diprediksikan oleh Departemen Perindustrian. Sedangkan proyeksi pertumbuhan penduduk Indonesia dilakukan oleh Bappenas Badan Perencanan Pembangunan Nasional, BPS Badan Pusat Statistik, dan UNFPA United Nations Population Fund mencapai rata-rata 1.2 persen per tahun. Simulasi kebijakan ini berguna untuk mengetahui potensi pasar TPT dalam negeri dengan adanya kenaikan GDP dan jumlah penduduk, serta bila upah riil tenaga kerja di kedua industri cenderung meningkat. 8. Kenaikan GDP riil Amerika Serikat 3.1 persen dan GDP riil China 8.5 persen dimaksudkan untuk mengetahui dampak adanya kenaikan pendapatan GDP negara-negara produsen TPT, terutama Amerika Serikat dan China, terhadap industri TPT Indonesia. Meyermans and brusselen 2004, memprediksikan bila pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada tahun 2010 mencapai 3.1 persen per tahun. Sedangkan Badan Statistik China memprediksikan angka GDP sebesar 8.5 persen berdasarkan statistik yang diterbitkan tahun sebelumnya. 9. Menurunkan suku bunga riil bank dapat menstimulasi peningkatan kinerja di sektor riil, khususnya investasi. Di sisi lain, upah riil tenaga kerja cenderung naik dari waktu ke waktu dan bersifat kaku. Kebijakan tersebut merupakan kombinasi kebijakan moneter dan biaya input industri tekstil dan garmen. 74 10. Depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD diharapkan dapat mendorong ekspor TPT Indonesia. Indonesia menganut floating exchange rate, namun Bank Indonesia masih dapat melakukan intervensi secara tidak langsung terhadap nilai tukar Rupiah. Sedangkan harga riil BBM adalah salah satu biaya input energi yang volatilitasnya dipengaruhi oleh harga minyak mentah dunia. Subsidi BBM telah dicabut oleh pemerintah, sehingga kombinasi kebijakan ini menjadi menarik untuk diketahui dampaknya terhadap perkembangan industri TPT Indonesia. 11. Harga riil BBM mempunyai kecenderungan naik semenjak subsidi BBM untuk industri dicabut oleh pemerintah. Sedangkan kapas, Indonesia belum memproduksinya secara maksimal di dalam negeri, dimana perubahan harga riil kapas dunia akan berpengaruh langsung terhadap perkembangan industri TPT Indonesia. 12. Kombinasi kebijakan tersebut bertujuan untuk meningkatkan ekspor TPT Indonesia dalam konteks liberalisasi perdagangan. Dimana depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD akan membuat TPT lebih kompetitif di pasar dunia. Selain itu penurunan harga riil kapas dunia akan menjadi insentif bagi produsen untuk meningkatkan produksi di dalam negeri. Namun demikian di sisi lain tarif impor yang dihapuskan dapat meningkatkan persaingan TPT Indonesia dengan negara lain. 13. Kombinasi kebijakan fiskal berupa kenaikan GDP riil Indonesia sebesar 8 persen dan penurunan tarif impor hingga nol persen, kebijakan moneter berupa depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap USD sebesar 15 persen, dan non kebijakan ekonomi berupa peningkatan populasi Indonesia sebesar 1.2 persen akan menjadi alternatif kombinasi kebijakan yang dapat mendorong perkembangan industri TPT Indonesia. 75

4.3. Sumber dan Jenis Data