Analisis Bivariat Hubungan Tipe Pola Asuh Pengganti Ibu: Keluarga Terhadap Perkembangan Psikososial Anak Usia Prasekolah Di Kelurahan Sukalarang Kabupaten Sukabumi

oleh orang lain, karena setiap orang mempunyai cara pandang yang berbeda-beda dalam mengasuh anaknya. Menurut Dewi 2008, anak yang diasuh secara demokratis cenderung aktif, berinisiatif, tidak takut gagal karena anak diberikan kesempatan untuk berdiskusi dalam pengambilan keputusan di keluarga. Orang tua memberikan pengawasan dan dorongan yang positif terhadap anak dan kontrol yang kuat serta dorongan yang posotif. Namun tidak menutup kemungkinan hal ini akan menyebabkan berkembangnya sifat menentang dan ketidak mampuan menyesuaikan diri. Menurut Lutvita 2008 dalam Tejalaksana, 2011, pola asuh permisif adalah jenis pola mengasuh anak yang tidak peduli terhadap anak. Orang tua memperbolehkan semua keinginan anak, seperti tidak sekolah, bandel, melakukan banyak kegiatan maksiat, pergaulan bebas negatif, materialistis, dan sebagainya. Anak yang diasuh secara permisif mempunyai kecenderungan kurang berorientasi pada prestasi, egois, senang memaksakan keinginannya, kemandirian yang rendah, serta kurang bertanggung jawab. Anak juga akan berperilaku agresif dan anti sosial, karena sejak awal tidak diajarkan untuk mematuhi peraturan sosial, dan tidak pernah diberikan hukuman ketika melanggar peraturan yang telah ditetapkan orang tua. Pada penelitian ini pola asuh permisif menjadi yang cukup besar diterapkan setelah pola asuh demokratis. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar pengasuh adalah nenek, nenek lebih banyak memberikan kebebasan kepada anak untuk melakukan apa yang dikehendaki dan mendapatkan yang diinginkan. Pada pola asuh campuran orang tua tidak konsisten dalam mengasuh anak. Orang tua terombang-ambing antara tipe bisa diandalkan, otoriter, atau permisif. Pada pola asuh ini orang tua tidak selamanya memberikan alternatif seperti halnya pola asuh bisa diandalkan, akan tetapi juga tidak selamanya melarang seperti halnya orang tua yang menerapkan pola asuh otoriter dan juga tidak secara terus menerus membiarkan anak seperti pada penerapan pola asuh permisif. Pada pola asuh campuran orang tua akan memberikan larangan jika tindakan anak menurut orang tua membahayakan, membiarkan saja jika tindakan anak masih dalam batas wajar dan memberikan alternatif jika anak paham tentang alternatif yang ditawarkan Dewi, 2008. Pada penelitian ini, pola asuh campuran yang diterapkan oleh pengasuh yaitu sebanyak 28 orang 13,2 yang terdiri dari pola asuh campuran antara demokratis, permisif dan penelantar 16 orang 57,14. Pola asuh campuran antara demokratis dan otoriter sebanyak 8 orang 28,57 dan pola asuh campuran antara otoriter dan penelantar sebanyak 4 orang 14,28. Menurut Baumrind 1971 dalam Santrock, 2011, anak yang dibesarkan dengan pola asuh otoriter biasanya tidak bahagia, paranoid, selalu berada dalam ketakutan, mudah sedih dan tertekan, senang berada di luar rumah, benci orang tua, dan lain-lain. Namun dibalik itu anak yang diasuh oleh orang tua otoriter menjadikan anak lebih mandiri, bisa menjadi harapan orang tua, lebih disiplin dan lebih bertanggungjawab dalam menjalani hidup. Menurut Baumrind 1971 dalam Santrock, 2011, pola asuh penelantar merupakan gaya ketika orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak. Orang tua tipe ini hanya memberikan waktu dan biaya yang sangat sedikit pada anak-anaknya. Waktu orang tua banyak digunakan untuk keperluan pribadi, seperti bekerja. Anak yang diasuh oleh orang tua dengan pola asuh semacam ini akan memiliki harga diri yang rendah, cenderung tidak kompeten secara sosial, kurang mandiri dan terasing dari keluarga. Pendidikan, stataus ekonomi, lingkungan tempat tinggal, kesamaan pola asuh masa lalu orangtua , usia orang tua, dan pelatihan bagi orang tua mempengaruhi penerapan tipe pola asuh. Jika keluarga sangat memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak maka pola asuh yang diterapkan akan baik. Pada penelitian ini tipe pola asuh yang buruk tidak terjadi pada responden karena pengasuh hidup sendiri, dan menganggap anak yang diasuh seperti anak sendiri. Pengasuh juga melibatkan keluarga dari anak yang diasuh, karena keluarga merupakan tempat terbentuknya kasih sayang, rasa percaya diri, dan lingkungan yang pertama kali menstimulasi anak.

2. Gambaran perkembangan psikososial anak usia prasekolah di

Kelurahan Sukalarang Menurut Erikson 1950 dalam Santrock, 2011 pada usia 3-6 tahun anak memasuki tahap perkembangan psikososial inisiatif dan rasa bersalah. Tahap ini merupakan tahap ketiga yang berlangsung selama tahun-tahun sekolah. Ketika anak memasuki dunia sekolah anak lebih tertantang dibanding ketika anak masih bayi. Anak-anak diharapkan aktif untuk menghadapi tantangan ini dengan rasa tanggung jawab atas perilaku, mainan, dan hewan peliharaan mereka. Anak-anak bertanggung jawab meningkatkan prakarsa, namun perasaan bersalah dapat muncul, bila anak tidak diberikan kepercayaan dan sangat cemas. Pada penelitian ini didapatkan bahwa perkembangan psikososial anak usia prasekolah yang di asuh oleh pengganti ibu: keluarga adalah perkembangan pada tahap inisiatif sebanyak 111 anak 52,4 dan pada tahap rasa bersalah sebanyak 101 anak 47,6. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar anak usia prasekolah yang di asuh oleh pengganti ibu berada pada tahap perkembangan psikososial inisiatif. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Utami 2008 tentang pengaruh tingkat pendidikan dan tipe pola asuh orang tua terhadap perkembangan psikososial anak prasekolah di Taman Kanak – kanak Nganjuk. Subjek penelitian ini adalah orang tua siswa TK Aisyiyah II Nganjuk. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 136 responden, 103 anak 75,7 usia prasekolah berada pada tahap perkembangan psikososial inisiatif dan anak usia prasekolah yang berada pada tahap perkembangan rasa bersalah sebanyak 33 anak 24,3. Kesesuaian hasil antara penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan peneliti bisa disebabkan karena karakteristik responden relatif sama. Pada penelitian ini didapatkan hasil anak yang berada pada tahap rasa bersalah cukup tinggi yaitu sebanyak 101 anak 47,6. Hal ini terjadi karena pada penerapan pola asuh demokratis sebanyak 92 orang 43,4 tidak semua anak berada pada tahap perkembangan psikososial inisiatif,

Dokumen yang terkait

Hubungan Pola Asuh Orangtua dengan Tingkat Kemandirian Personal Hygiene pada Anak Usia Prasekolah di Desa Sigumpar Kecamatan Lintonghuta Kabupaten Humbanghasundutan

42 306 142

Pola asuh makan, stimulasi psikososial, dan perkembangan kognitif anak usia pra-sekolah

1 10 49

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH IBU DENGAN PERKEMBANGAN PERSONAL SOSIAL ANAK USIA PRASEKOLAH DI KELOMPOK Hubungan Antara Pola Asuh Ibudengan Perkembangan Personal Sosial Anak Usia Prasekolahdi Kelompok Bermainbaiturrahmankarangasem.

0 3 14

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH IBU DENGAN PERKEMBANGAN PERSONAL SOSIAL ANAK USIA PRASEKOLAH DI KELOMPOK Hubungan Antara Pola Asuh Ibudengan Perkembangan Personal Sosial Anak Usia Prasekolahdi Kelompok Bermainbaiturrahmankarangasem.

0 4 16

HUBUNGAN POLA ASUH IBU TENTANG MAKANAN DENGAN STATUS GIZI ANAK PRASEKOLAH DI KELURAHAN Hubungan Pola Asuh Ibu Tentang Makanan Dengan Status Gizi Anak Prasekolah Di Kelurahan Semanggi Dan Sangkrah Kecamatan Pasar Kliwon Surakarta.

0 1 16

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN MOTORIK HALUS ANAK PRASEKOLAH USIA 4-6 TAHUN DI YOGYAKARTA.

0 3 8

TINGKAT KEMANDIRIAN ANAK USIA PRASEKOLAH DITINJAU DARI POLA ASUH DEMOKRATIS TINGKAT KEMANDIRIAN ANAK USIA PRASEKOLAH DITINJAU DARI POLA ASUH DEMOKRATIS.

0 1 15

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ANAK DI TK PKK XI WINONG GEMPOL KABUPATEN PASURUAN

0 0 9

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN PERKEMBANGAN ANAK PRASEKOLAH DI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI ‘AISYIYAH INSAN ROBBANI MUNTILAN NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Perkembangan Anak Prasekolah di Pendidikan Anak Usia Dini 'Aisyiyah Insan

0 1 12

ANALISIS POLA ASUH IBU TERHADAP PERILAKU PSIKOSOSIAL SIBLING RIVALRY PADA ANAK USIA PRASEKOLAH DI TK NUSA INDAH KECAMATAN WANAREJA KABUPATEN CILACAP - repository perpustakaan

0 0 17