71
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis studi analitik yang bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen dan variabel
dependen. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional, karena peneliti ingin melihat hubungan antara variabel independen berupa faktor-
faktor yang berhubungan dengan gangguan pendengaran dengan variabel dependen berupa gangguan pendengaran yang dialami pekerja pada waktu
yang bersamaan. 4.2
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember tahun 2014 – Februari tahun
2015 di PT. Dirgantara Indonesia Persero yang terletak di Jl. Pajajaran 154 Bandung, 04174 Bandung, Jawa Barat.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan elemensubjek riset Murti, 1997. Dalam penelitian ini populasi adalah seluruh pekerja di departemen Metal
Forming dan Heat Treatment PT. Dirgantara Indonesia Persero yaitu sebanyak 178 orang. Berikut ini adalah data jumlah pekerja di masing-
masing unit:
72
Tabel 4.1 Daftar Pekerja di Departemen Metal Forming dan Heat Treatment
No. Nama Unit
Jumlah Pekerja
1. Manager
1 2.
Sheet Press Forming 62
3. Profile Press Forming
39 4.
Stretch Forming 41
5. Heat Treatment
10 6.
Tube Bending and Welding 13
7. PP dan Scheduling
12
Total 178
Sumber : SDM PT Dirgantara Indonesia Persero tahun 2014
4.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan rumus besar sampel untuk uji hipotesis beda dua proporsi Lemeshow, 1997 seperti berikut:
Keterangan: n
: besar sampel minimun dalam penelitian P
: rata-rata P
1
dan P
2
yaitu P
1
+ P
2
2, = 0.25
P
1
: 0,35 proporsi pekerja yang menerima d osis kebisingan ≥
100 di PT Indonesia Power UBP Suralaya oleh Istantyo tahun 2011
P
2
: 0,15 proporsi pekerja yang menerima dosis kebisingan 100 di PT Indonesia Power UBP Suralaya oleh Istantyo
tahun 2011 Z
: nilai Z pada derajat kemaknaan, 95 = 1.96 Z
: nilai Z pada kekuatan uji power 1, 96 = 1.64
2
73
n = 60 Sampel minimal yaitu 60 orang. Untuk menghindari drop out atau
jawaban responden yang missing maka jumlah sampel ditambah, sehingga menjadi 66 orang.
4.3.3 Metode Sampling
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Systematic Random Sampling. Cara ini dapat dilaksanakan apabila populasi tidak begitu
banyak variasinya dan secara geografis tidak terlalu menyebar. Teknik ini merupakan modifikasi dari simple random sampling. Caranya adalah
membagi jumlah atau anggota populasi dengan perkiraan jumlah sampel yang diinginkan hasilnya adalah interval sampel Notoadmojo, 2010.
Maksud dari penggunaan metode ini adalah agar sampel tersebar secara merata di setiap unit. Syarat dari metode ini yaitu harus ada sampling
frame, karakteristik populasinya cukup homogen, dan populasinya secara geografis tidak terlalu menyebar Sabri, 2011. Berikut ini adalah
penghitungan intervalkelipatan untuk Systematic Random Sampling.
=
Berdasarkan perhitungan tersebut, kelipatan yang didapat sebesar 3. Maka dari sampel pertama akan didapatkan sampel kedua yang terdapat
pada urutan ke-3 setelah sampel pertama di dalam sampling frame, yaitu 1, 4, 7, 10 dst.
74
4.4 Pengumpulan Data
4.4.1 Sumber Data
Merupakan subjek dari mana data diperoleh Arikunto,2010. Dalam penelitian ini terdapat dua sumber data yaitu:
a. Data Primer
Data primer merupakan sumber data langsung yang diperoleh melalui pengukuran garpu tala untuk menentukan gangguan
pendengaran pada pekerja dan penyebaran kuesioner yang berisi pertanyaan terkait variabel yang diteliti kepada para pekerja.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapatkan dari perusahaan seperti profil perusahaan dan data karyawan PT. Dirgantara Indonesia
Persero.
4.4.2 Alur Pengumpulan Data
Alur pengambilan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1.
Variabel a.
Gangguan Pendengaran Pengukuran gangguan pendengaran dilakukan dengan
menggunakan garpu tala. b.
Dosis Kebisingan Pengukuran waktu paparan kebisingan menggunakan
lembar observasi untuk menilai lamanya pekerja berada di wilayah tersebut. Intensitas kebisingan yang diterima diukur dengan
menggunakan alat Sound Level Meter melalui metode observasi
75
pada setiap pekerja. Setelah didapatkan waktu lamanya pekerja melalukan pekerjaan di tempat tersebut dan intensitas kebisingan
yang diterima kemudian dilakukan perhitungan dosis kebisingan. Untuk pengukuran dosis kebisingan dihitung menggunakan
kalkulator. Pengukuran dosis kebisingan dihitung menggunakan
kalkulator Soeripto, 2008 , dengan rumus : D =
x 100
Keterangan : D : jumlah dosis kebisingan
C : konsentrasi jam T : lama pajanan kebisingan yang diizinkan jam
Sebagai contoh, seorang pekerja A mulai bekerja di suatu ruangan dengan intensitas suara sebesar 91 dB selama 1 jam,
kemudian pindah ke ruangan dengan intensitas 100 dB selama 15 menit, kemudian pekerja pindah menuju ruangan dengan
kebisingan 106 dB selama 15 menit. Hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari lamanya waktu bekerja yang diizinkan
sesuai dengan intensitas bising tersebut.
76
Tabel 4.2 Contoh Perhitungan Dosis Kebisingan Untuk tepajan pada
intensitas bising Lamanya waktu
terpajan yang diizinkan
91 dB 2 jam
100 dB 15 menit
106 dB 3,75 menit
Sumber : Soeripto 2008 Maka apabila hasil pembacaan dimasukkan ke dalam rumus
akan dihasilkan :
= +1+4 = 5,50
Jadi berdasarkan perhitungan tersebut, dosis kebisingan yang diterima responden sebesar 5,50 x 100 yaitu 550, dosis
kebisingan tersebut telah melebihi nilai ambang batas yang diizinkan yaitu sebesar 100.
c. Riwayat Merokok
Data riwayat merokok didapatkan melalui kuesioner, dengan pertanyaan berupa lamanya merokok dan jumlah batang
rokok yang dihisap dalam sehari. Klasifikasi perokok ditetapkan berdasarkan indeks Brikmann, dengan rumus sebagai berikut:
Bila hasilnya, 0 batang
= bukan perokok 1-200 batang
= perokok ringan 201- 600 batang
= perokok sedang - perokok berat Lama merokok tahun x Jumlah batang rokok yang dihisap per hari
77
d. Usia, Masa Kerja, dan Hobi Terkait Bising
Variabel usia, masa kerja, dan hobi terkait bising didapatkan melalui penyebaran kuesioner kepada para pekerja.
e. Penggunaan Alat Pelindung Telinga
Data untuk varibel penggunaan alat pelindung telinga didapatkan melalui observasi yang dilakukan oleh penulis terhadap
seluruh pekerja. 2.
Instrumen Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Garpu Tala
Pemeriksaan pendengaran dengan garpu tala atau penala merupakan tes kualitatif. Terdapat berbagai macam tes penala
seperti tes Rinne, tes Weber, dan tes Schwabach. Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher edisi
ke - 6, cara melakukan tes penala adalah sebagai berikut Soepardi,2007.
1 Tes Rinne
Tes Rinne dilakukan dengan cara menggetarkan penala, kemudian tangkai penala diletakkan di prosesus mastoid,
setelah tidak terdengar bunyi, penala dipegang di depan telinga kira-kira 2,5 cm. Bila bunyi masih terdengar disebut Rinne
positif +, bila tidak terdengar disebut Rinne negatif -.
78
2 Tes Weber
Tes Weber dilakukan dengan cara penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala di verteks,
dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau di dagu. Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu
telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakkan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih
keras disebut Weber tidak ada lateralisasi. 3
Tes Schwabach Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus
mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga
pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila
pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada prosesus
mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila
pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa.
Untuk mendiagnosis gangguan pendengaran akibat bising Noise Induced Hearing Loss, pada pemeriksaan audiologi
melalui tes penala didapatkan hasil Rinne positif Weber
79
lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik, dan Schwabach memendek. Berikut ini merupakan tabel 4.3
tentang gambaran hasil diagnosis tes penala.
Tabel 4.3 Gambaran Hasil Diagnosis Tes Penala
Catatan : pada tuli konduktif 30 dB, tes Rinne masih bisa positif
Sumber : Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, Kepala dan Tenggorokan FKUI, 2007
b. Sound Level Meter
Pengukuran tingkat kebisingan di lingkungan tempat kerja diukur dengan menggunakan alat Sound Level Meter SLM
Krisbow tipe KW06-291. SLM adalah instrumen dasar yang digunakan untuk mengukur getaran suara di udara. Alat ini dapat
mengukur tingkat kebisingan antara 30-130 dB dengan frekuensi 16-20.000 Hz. Pengukuran terhadap tenaga kerja menggunakan
skala A pada SLM karena pada skala tersebut frekuensinya sama dengan frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia. Alat
SLM biasanya dilengkapi dengan tiga skala ukuran:
Tes Rinne
Tes Weber Tes
Schwabach Diagnosis
Positif Tidak ada
lateralisasi Sama dengan
pemeriksa Normal
Negatif Lateralisasi
ke telinga yang sakit
Memanjang Tuli konduktif
Positif Lateralisasi
ke telinga yang sehat
Memendek Tuli
sensorineural
80
1 Skala A untuk mengukur respon karakteristik telinga untuk
tingkat kebisingan yang rendah 35 –135 dB.
2 Skala B untuk tingkat kebisingan sedang 40–135 dB.
3 Skala C untuk tingkat kebisingan yang lebih tinggi 45–135
dB. Berikut ini merupakan cara menggunakan Sound
Level Meter untuk pengukuran intensitas kebisngan. 1.
Hidupkan alat dengan menekan tombol On kemudian pindahkan tombol fungsi ke posisi “dB”.
2. Lakukan pengukuran pada titik sampling yang telah
ditentukan. 3.
Sesuaikan jarak pengukuran dan arahkan mikrofon ke sumber bising dalam posisi horizontal.
4. Tekan tombol Select : select A dan dB, C dan dB, Lo
dan dB, serta Hi dan dB. 5.
Untuk respon cepat, sangat cocok untuk mengukur teriakan, ledakan, dan mesin dengan suara tertinggi dari
sumber bising. 6.
Level bising akan diperlihatkan pada monitor. 7.
Catat hasil pengukuran 8.
Matikan Sound Level Meter bila telah selesai digunakan dan simpan secara aman.
81
c. Kuesioner
Teknik pengambilan data dilakukan dengan cara pembagian kuesioner kepada pekerja yang menjadi sampel penelitian,
sebelumnya peneliti menjelaskan terlebih dahulu maksud dan tujuan penelitian serta cara pengisian kuesioner yang benar.
4.5 Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul kemudian diolah melalui serangkaian langkah sistematik. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengolah data yaitu:
a. Penyuntingan data Editing
Setelah data didapatkan dan sebelum diolah terlebih dahulu dilakukan pengecekan ulang edit pada data isian formulir dan kuesioner
untuk memastikan bahwa semua data yang diperlukan telah terisi dan menghilangkan keraguan dari peneliti. Jika masih terdapat pertanyaan
yang belum terisi maka peneliti akan menanyakannya kembali melalui telepon atau sms kepada responden terkait.
b. Pemberian kode Coding
Untuk memudahkan proses analisis, maka dilakukan pemberian kode pada setiap data yaitu dengan cara mengubah data bentuk huruf
menjadi data bentuk angka. Tahap coding dilakukan pada jawaban kuesioer pada variabel dependen maupun independen.
82
Tabel 4.4 Daftar Kode Variabel No
Variabel Kode
1 Dosis Kebisingan
0. Lebih dari NAB ≥ 100
1. Kurang dari NAB 100
2 Usia
1. 40 tahun
2. ≤ 40 tahun
3 Masa Kerja
1 ≥ 5 tahun
2 5 tahun
4 Penggunaan APT
1. Tidak menggunakan APT
2. Menggunakan APT
5 Riwayat Merokok
0. Perokok berat - Perokok sedang
1. Perokok ringan
2. Bukan Perokok
6 Hobi terkait bising
1. Ya
2. Tidak
c. Pemasukan data Data entry
Data entry merupakan proses pemasukan data ke dalam sistem perangkat lunak komputer untuk pengolahan lebih lanjut.
d. Pembersihan data Data Cleaning
Data cleaning merupakan proses pengecekan kembali data yang telah dimasukan entry untuk memastikan bahwa data tersebut telah
dimasukkan dengan benar. Hal ini dilakukan untuk melihat dan menemukan apabila terdapat kesalahan yang dilakukan peneliti pada saat
memasukkan data. Setelah tahap ini selesai, kemudian dilakukan proses analisis data.
4.7 Analisis Data 4.7.1