91
5.2 Analisis Univariat
Analisis Univariat dilakuakan untuk melihat distribusi frekuensi dan statistik deskriptif dari masing-masing variabel. Variabel tersebut adalah
gangguan pendengaran, dosis kebisingan, usia, masa kerja, penggunaan APT, riwayat merokok dan hobi terkait bising.
5.2.1 Gambaran Gangguan Pendengaran
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui gangguan pendengaran pada penelitian ini menggunakan data primer yaitu
pemeriksaan dengan garpu tala atau tes penala yang dilakukan pada bulan Januari tahun 2015. Pada tes penala untuk
mendiagnosis gangguan pendengaran akibat bising didapatkan hasil Rinne positif, Weber lateralisasi ke telinga yang
pendengarannya lebih baik dan Schwabach memendek. Berikut ini adalah hasil analisis distribusi frekuensi pada variabel
dependen gangguan pendengaran pada pekerja di departemen Metal Forming dan Heat Treatment PT. Dirgantara Indonesia
Persero tahun 2015.
Tabel 5.2 Gambaran Gangguan Pendengaran Pada Pekerja di Departemen Metal Forming
dan Heat Treatment PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2015
Variabel Kategori
N
Gangguan Pendengaran
Gangguan 45
68,2 Normal
21 31,8
Total 66
100
92
Berdasarkan tabel 5.2, diketahui bahwa sebanyak 45 pekerja 68,2 mengalami gangguan pendengaran. Sedangkan 21
pekerja 31,8 memiliki pendengaran normal.
5.2.2 Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Gangguan Pendengaran pada Pekerja di Departemen Metal Forming dan Heat Treatment PT. Dirgantara Indonesia
Persero Tahun 2015
Berikut ini adalah tabel 5.3 tentang hasil analisis distribusi frekuensi pada variabel independen berupa dosis kebisingan,
usia, masa kerja, penggunaan APT, riwayat merokok dan hobi terkait bising.
93
Tabel 5.3 Gambaran Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Pendengaran pada Pekerja di
Departemen Metal Forming dan Heat Treatment
PT Dirgantara Indonesia Tahun 2015
Variabel Kategori
N
Dosis Kebisingan Lebih dari NAB ≥100
53 80,3
Kurang dari NAB 100 13
19,7 Usia
40 tahun 20
30,3 ≤40 tahun
46 69,7
Masa Kerja ≥5 tahun
52 78,8
5 tahun 14
21,2 Penggunaan Alat
Pelindung Telinga APT
Tidak Menggunakan APT 38
57,6 Menggunakan APT
28 42,4
Riwayat Merokok Perokok berat - Perokok sedang
10 15,2
Perokok ringan 23
34,8 Bukan Perokok
33 50,0
Hobi terkait bising Ya
52 78,8
Tidak 14
21,2 1.
Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa sebagian besar pekerja terpapar kebisingan lebih dari Nilai Ambang Batas
NAB atau ≥100 yaitu sebanyak 53 pekerja 80,3.
2. Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa sebagian besar
pekerja berusia ≤40 tahun yaitu sebanyak 46 pekerja
69,7.
94
3. Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa sebagian besar
pekerja memiliki masa kerj a ≥5 tahun yaitu sebanyak 52
pekerja 78,8.
4. Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa sebagian besar
pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Telinga APT ketika bekerja, yaitu sebanyak 38 pekerja dari 66 pekerja
57,6.
Sedangkan jenis alat pelindung telinga yang digunakan pekerja dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut ini
adalah: Tabel 5.4
Gambaran Jenis Alat Pelindung Telinga pada Pekerja di Departemen Metal Forming dan Heat Treatment
PT. Dirgantara Indonesia Persero Tahun 2015 No.
Jenis Alat Pelindung Telinga
Frekuensi Presentase
1. Earmuff
3 10,7
2. Earplug
25 89,3
Total 28
100,0
Berdasarkan tabel 5.4 diketahui 89,3 pekerja menggunakan alat pelindung telinga jenis earplug.
Sedangkan alasan pekerja tidak menggunakan alat pelindung telinga APT dapat dilihat pada tabel 5.5
berikut ini:
95
Tabel 5.5 Alasan Tidak Menggunakan Alat Pelindung Telinga pada Pekerja di Departemen Metal Forming
dan Heat Treatment PT. Dirgantara Indonesia Persero Tahun 2015
No. Alasan Tidak
Menggunakan APT Frekuensi
Presentase
1. Tidak Tersedia
3 10,7
2. APT Rusak
3 10,7
3. APT Tidak Nyaman
20 71,4
4. Lainnya
2 7,2
Total 28
100,0 Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa sebanyak
71,4 pekerja yang tidak menggunakan APT beralasan bahwa APT yang tersedia tidak nyaman digunakan.
5. Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa sebagian besar
pekerja merupakan bukan perokok yaitu sebanyak 33
pekerja 50.
Sedangkan pekerja yang merupakan mantan perokok dapat dilihat pada tabel 5.6 berikut ini:
96
Tabel 5.6 Gambaran Status Merokok pada Pekerja di
Departemen Metal Forming dan Heat Treatment
PT. Dirgantara Indonesia Persero Tahun 2015 No.
Merokok Frekuensi
Presentase
1. Pernah
20 60,6
2. Tidak Pernah
13 39,4
Total 33
100,0 Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa sebanyak
60,6 pekerja pernah merokok. Sedangkan jenis rokok yang dikonsumsi pekerja
dapat dilihat pada tabel 5.7 berikut ini:
Tabel 5.7 Gambaran Jenis Rokok pada Pekerja di
Departemen Metal Forming dan Heat Treatment
PT. Dirgantara Indonesia Persero Tahun 2015 No.
Jenis Rokok Frekuensi
Presentase
1. Kretek
3 9,1
2. Filter
30 90,9
Total 33
100,0
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa
sebanyak 90,9 pekerja mengkonsumsi jenis rokok filter.
6. Berdasarkan tabel 5.3, diketahui bahwa sebagian besar
pekerja memiliki hobi yang terkait dengan bising, yaitu
sebanyak 52 pekerja dari 66 pekerja 78,8.
Sedangkan jenis hobi terkait bising yang banyak digemari pekerja dapat dilihat pada tabel 5.8 berikut ini:
97
Tabel 5.8 Jenis Hobi Terkait Bising pada Pekerja di Departemen Metal Forming dan Heat Treatment PT.
Dirgantara Indonesia Persero Tahun 2015 No.
Hobi Terkait Bising Frekuensi
Presentase
1. Mendengarkan Musik
44 72,13
2. Karaoke
3 4,92
3. Nonton Film Bioskop
7 11,47
4. DivingMenyelam
4 6,56
5. Berbelanja
2 3,28
6. Menembak
1 1,64
Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa sebanyak 72,13 pekerja memiliki hobi mendengarkan
musik. 5.3
Analisis Bivariat
Distribusi hubungan antara variabel independen dengan gangguan pendengaran pada pekerja di PT. Dirgantara Indonesia tahun 2015 dapat
dilihat pada tabel 5.8 berikut ini:
98
5.9 Gambaran Hubungan antara Gangguan Pendengaran dengan Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan Pendengaran
pada Pekerja di Departemen Metal Forming dan Heat Treatment PT.
Dirgantara Indonesia Tahun 2015
Variabel Kategori
Gangguan Pendengaran Pvalue
Gangguan Normal
Total
OR 95 CI
N n
n
Dosis Kebisingan
Lebih dari NAB ≥100
42 79,2
11 20,8
53 100
12.727 2,983-54,311
0,000 Kurang dari
NAB 100 3
23,1 10
76,9 13
100
Usia 40 tahun
18 90
2 10
20 100
6.333 1,312-30,575
0,026 ≤40 tahun
27 58,7
19 41,3
46 100
Masa Kerja ≥5 tahun
36 69,2
16 30,8
52 100
1.250 0,361-4,327
0,753 5 tahun
9 64,3
5 35,7
14 100
Penggunaan Alat
Pelindung Telinga
APT Tidak
Menggunakan APT
30 78,9
8 21,1
38 100
3.250 1,107-9,541
0,055 Menggunakan
APT 15
53,6 13
46,4 28
100
Riwayat Merokok
Perokok berat - Perokok
sedang 8
80,0 2
20,0 10
100 0,034
Perokok ringan 11
47,8 12
52,2 23
100 Bukan
Perokok 26
78,8 7
21,2 33
100 Hobi Terkait
Bising Ya
35 67,3
17 32,7
52 100
0.824
0,225-3010
1,000 Tidak
10 71,4
4 28,6
14 100
99
1. Berdasarkan hasil analisis pada tabel 5.9, deketahui bahwa
sebanyak 79,2 pekerja yang terpapar dosis kebisingan melebihi nilai a
mbang batas ≥100 mengalami gangguan pendengaran. Sedangkan sebanyak 23,1 pekerja yang
terpapar dosis kebisingan di bawah nilai ambang batas ≤100 mengalami gangguan pendengaran. Hasil uji
statistik diperoleh pvalue sebesar 0,000 atau ≤0,05. Maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dosis kebisingan dengan gangguan
pendengaran. Sedangkan berdasarkan analisis keeratan hubungan diperoleh OR = 12,727 2,983-54,311, artinya
pekerja yang menerima dosis kebisingan melebihi nilai ambang batas ≥100 berpeluang 12,727 kali untuk
mengalami gangguan pendengaran dibandingkan dengan pekerja yang menerima dosis kebisingan di bawah nilai
ambang batas ≤100. 2.
Berdasarkan hasil analsis pada tabel 5.9, diketahui bahwa sebanyak 90 pekerja yang berusia 40 tahun mengalami
gangguan pendengaran. Hasil uji statistik diperoleh pvalue sebesar 0,026 atau ≤0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan gangguan pendengaran. Sedangkan berdasarkan analisis
kekuatan hubungan diperoleh OR = 6.333 1,312-30,575,
100
artinya pekerja yang berusia 40 tahun berpeluang 6.333 kali untuk mengalami gangguan pendengaran dibandingkan
dengan pekerja yang berusia
≤40 tahun.
3. Berdasarkan hasil analsis pada tabel 5.9, diketahui bahwa
sebanyak 69,2 pekerja yang memiliki masa kerja ≥5
mengalami gangguan pendengaran. Hasil uji statistik diperoleh pvalue sebesar 0,753 atau 0,05. Maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara masa
kerja dengan
gangguan pendengaran. Sedangkan berdasarkan analisis keeratan
hubungan diperoleh OR = 1.250, artinya pekerja yang memiliki masa kerja ≥5 tahun berpeluang 1.250 kali untuk
mengalami gangguan pendengaran dibandingkan dengan pekerja yang memiliki masa kerja 5 tahun.
4. Berdasarkan hasil analsis pada tabel 5.9, diketahui bahwa
sebanyak 78,9 pekerja yang tidak menggunakan alat pelindung
telinga APT
mengalami gangguan
pendengaran. Hasil uji statistik diperoleh pvalue sebesar 0,055 atau ≤0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara penggunaan alat pelindung telinga APT dengan gangguan pendengaran.
Sedangkan berdasarkan analisis kekuatan hubungan diperoleh OR = 3.250 1,107-9,541, artinya pekerja yang
101
tidak menggunakan alat pelindung telinga APT
berpeluang 3.250 kali mengalami gangguan pendengaran dibandingkan dengan pekerja yang menggunakan alat
pelindung telinga APT. 5.
Berdasarkan hasil analsis pada tabel 5.9, diketahui bahwa sebanyak 80 pekerja yang memiliki riwayat merokok
kategori sedang
dan berat
mengalami gangguan
pendengaran. Hasil uji statistik diperoleh pvalue sebesar 0,034 atau ≤0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara riwayat merokok dengan gangguan pendengaran.
6. Berdasarkan hasil analsis pada tabel 5.9, diketahui bahwa
sebanyak 67,3 pekerja yang memiliki hobi terkait bising mengalami gangguan pendengaran. Hasil uji statistik
diperoleh pvalue sebesar 1,000 atau 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara hobi terkait bising dengan gangguan pendengaran. Sedangkan berdasarkan analisis kekuatan
hubungan diperoleh OR = 0.824 0,225-3010, artinya pekerja yang memiliki hobi terkait bising berpeluang 0.824
kali dibandingkan dengan pekerja yang tidak memiliki hobi terkait bising.
102
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Desain ini
meneliti hubungan antara paparan dan penyakit pada populasi dalam satu waktu yang sama. Sehingga peneliti sulit untuk mencegah atau
mengendalikan kesalahan sistematis bias yang berpotensi terjadi pada
desain studi ini.
2. Peneliti menggunakan garpu tala pada saat mengidentifikasi gangguan
pendengaran pada pekerja. Jika dibandingkan dengan tes audiometrik, garpu tala memiliki sensitifitas yang kurang baik. Garpu tala tidak dapat
mengidentifikasi gangguan pendengaran kurang dari 30 dB. Sedangkan menurut teori, penurunan pendengaran antara 25 dB dan 40 dB sudah
termasuk penurunan gangguan pendengaran ringan.
6.2 Gambaran Gangguan Pendengaran
Gangguan pendengaran akibat bising Noise Induced Hearing Loss ialah gangguan pendengaran yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang
cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Sifat ketuliannya adalah tuli sensorineural
koklea dan umumnya terjadi pada kedua telinga Soepardi, 2007. Sedangkan menurut Ballenger 1997, ketulian akibat kerja didefinisikan sebagai
gangguan pendengaran pada satu atau kedua telinga, sebagian atau seluruhnya,