Gambaran Supir Gagal dalam Mengamankan Gambaran Supir Bekerja dengan Kecepatan Berbahaya

66 yang diberi wewenang untuk mengemudikan bus umum dengan syarat mempunyai kecakapan dan pengalaman serta keterampilan khusus dalam mengemudi. Adanya SIM B1 umum tersebut pada supir bertujuan untuk menunjukkan bahwa supir bus tersebut benar-benar mempunyai keahlian, kemampuan, dan keterampilan yang memadai dalam mengemudi. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No.22 Tahun 2009 Pasal 77 ayat 1 yang berbunyi: “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, wajib memiliki surat izin mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan”. Selain itu, hal ini juga untuk menghindari risiko yang tidak diinginkan, mengingat setiap pekerjaan mengemudi bus umum memiliki risiko yang tinggi, misalnya risiko tertabrak, bus terbalik, dan risiko kecelakaan lainnya, sehingga setiap pekerjaan mengemudikan bus umum haruslah dilakukan oleh supir yang sudah terlatih dan memahami betul risiko dari pekerjaannya.

6.2.2 Gambaran Supir Gagal dalam Mengamankan

Gambaran supir gagal dalam mengamankan pada penelitian ini ialah supir mengetahui ada kerusakan pada alat-alat bus, seperti ban, komponen mesin, atau alat-alat lainnya, tetapi tetap memaksa untuk menjalankan bus. Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, diketahui bahwa terdapat supir bus Mayasari Bakti yang mengamankan busnya, pada kasus seperti kurangnya angin pada selang rem atau kempes ban, para supir ini lebih memilih untuk meminggirkan bus di pinggir jalan, mereka tidak memaksa terus membawa bus tersebut sebab 67 khawatir bisa fatal dan berisiko. Seandainya kerusakan bisa diatasi maka awak bus sendiri yang memperbaiki, kalau tidak bisa, mereka memanggil mekanik, atau memanggil storing derek resmi Mayasari Bakti. Untuk kerusakan alat atau mesin yang dapat ditolerir ataupun tidak, para supir tidak memaksa untuk terus membawa bus tersebut sebab khawatir kerusakan akan semakin parah, fatal, dan berisiko. Para kondektur juga menjelaskan bahwa jika bus ada gangguan, mereka menyuruh supir meminggirkan bus untuk mengecek dan melakukan tindakan pertama, seandainya tidak bisa, bus dibawa pulang ke pool. Tidak membiarkan tanda-tanda gangguan pada komponen mesin saat menjalankan bus ini sesuai dengan pendapat Agung 2012, Agung 2011 menyatakan bahwa supir yang baik harus selalu menggunakan prinsip anticipation antisipasi. Anticipation antisipasi ialah kesiagaan, kecermatan, dan kesigapan supir dalam perilaku berkendara yang aman sehingga supir mengetahui bagaimana cara mengendalikan kendaraan dan keluar dari kondisi bahaya saat itu, yakni supir secara terus-menerus mengamati kondisi bus untuk mengetahui adanya potensi bahaya sehingga mengantisipasi setiap kemungkinan yang akan timbul, dimana kondisi ini sebenarnya tidak pernah diharapkan oleh supir.

6.2.3 Gambaran Supir Bekerja dengan Kecepatan Berbahaya

Bekerja dengan kecepatan berbahaya dalam penelitian ini adalah mengemudikan bus dengan kecepatan yang melebihi peraturan yang telah ditetapkan pemerintah. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009, batas kecepatan maksimal kendaraan roda empat atau lebih di jalan tol ialah 80 kmjam 68 dan minimal 60 kmjam, dan kelajuan kendaraan bus umum di kawasan jalan umum kota Jakarta ialah minimal 20 kmjam dan maksimal 40 kmjam. Dari hasil wawancara dengan informan diketahui mereka sering membawa bus dengan kecepatan antara 40 kmjam sampai 80 kmjam di jalan umum, dan 80 kmjam sampai 100 kmjam di tol. Hal ini jelas berisiko terjadi kecelakaan di jalan, sebab melewati batas kelajuan yang ditetapkan pemerintah. Saat peneliti mengobservasi ketiga supir, mereka membawa bus dengan kecepatan rata-rata antara 80 kmjam sampai 100 kmjam di jalan tol, dan rata-rata antara 30 kmjam sampai 60 kmjam di jalan umum. Mengemudi dengan kecepatan tinggi akan menambah risiko kecelakaan, semakin cepat seseorang berkendara maka semakin besar efek kerusakan yang ditimbulkan. Alasan mereka melaju dengan kecepatan seperti itu ialah ingin cepat sampai, kejar waktu, dan bisa mengatur selah, yakni mengatur jeda antara satu bus dengan bus lainnya ketika berhenti untuk mencari penumpang. Salah satu informan bahkan menjelaskan bahwa terkadang sesama supir saling adu mulut dan bertengkar jika „atur selah‟ nya tidak tepat, sebab hal ini terkait memperebutkan penumpang. Salah satu alasan paling lazim pekerja mengambil risiko saat bekerja adalah untuk menghemat waktu agar bisa mendapatkan waktu santai atau waktu untuk menghasilkan uang lebih banyak, atau sekedar menghemat waktu dengan mempercepat menyelesaikan pekerjaan. Oleh karena itu, tidak aneh apabila keinginan menghemat waktu ini menyebabkan perilaku tidak aman International Labour Office, 1989. 69

6.2.4 Gambaran Supir Menghilangkan Alat Pengaman