47
“Ya begini, paling 60 lah. Di tol bisa 80. Biasa, ngatur selah.” Bapak AA, kondektur
“Kalau buat di tol jalan lancar, bisa 100. Kalau jalan biasa paling 80. Alasannya ya sistem ini kan belakang nya kan ada, kalau kita terlalu
lambat, kita nyampe di terminal dorong orang, tahu-tahu kita di belakangnya udah ngedorong lagi, sedangkan yang di depannya masih baru
di sana, kita masih di depan situ, jadi sewanya kan nggak belum numpuk, belum ada gitu. Ya jadi ngatur selah. Kadang-kadang kan ribut kalau
kurang rapet-kurang rapet, itu yang di belakang kita penuh, kursi belakang kita masih kosong. Minta gantian, jadinya ya omel-omelan, kadang
berantem kadang-kadang .” Bapak AB, kondektur
“Paling sering lari 80 kalo di tol, di jalan biasa paling 40. Ya.., pengen kejar sama nguber waktu
.” Bapak AC, kondektur
Pada saat peneliti sedang observasi terhadap ketiga supir, mereka membawa bus dengan kecepatan rata-rata antara 80 kmjam sampai 100 kmjam di jalan tol,
dan rata-rata antara 30 kmjam sampai 60 kmjam di jalan umum.
5.2.4. Gambaran Supir Menghilangkan Alat Pengaman
Menghilangkan alat pengaman dalam penelitian ini adalah melepas alat pengaman pada bus, seperti lampu sen, seat bealt, rem, spion, klakson, dan
penghapus kaca. Berdasarkan hasil wawancara dengan semua informan, mereka tidak pernah menghilangkan atau melepas alat-alat pengaman pada bus dengan
alasan bahwa mereka menganggap alat-alat itu penting dan fital saat mengemudi.
48
“Nggak pernah ngilangin kalo lagi jalan. Tapi kalo di pool, bus diem, spion kita pindahin, rawan. Lagian kan bus nya punya orang
.” Bapak A, supir “Belum pernah saya. Belum pernah kalo semacam sen gitu, atau klakson,
atau lainnya, belum pernah. Buat apaan ?” Bapak B, supir
“Klakson ada, lampu sen ada, kayaknya semua ada, tetep ada. Semuanya harus ada.
” Bapak C, supir “Belum pernah, ya nggak, kan itu mah ini, kalo misalkan spion gitu kan
penting kalo jalan. Nggak itu mah, semua harus ada. Spion, bangsa sen, semua hidup
.” Bapak AA, kondektur “Nggak pernah, contoh kalau spion kan, kalo nggak ada itu kan kita nggak
bisa jalan, kalau sabuk pengaman juga nggak pernah, kalau di bus selalu nempel
.” Bapak AB, kondektur “Kalo yang sekarang sih, ya masih jelek-jelek, masih ada, ada semua sih.
Lampu ada, klakson ada, penghapus kaca ada. Ya nggak pernah dihilangin, misalnya wiper atau kaca pembersih, kalau itu kan istilahnya penting itu,
nggak bisa dihilangin .” Bapak AC, kondektur
Berdasarkan hasil observasi, peneliti tidak menemukan adanya supir yang menghilangkan alat pengaman pada bus, hal ini dibuktikan dengan masih
tersedianya alat-alat pengaman tersebut dalam bus, seperti: rem, seat belt, spion, klakson, lampu sen, dan witer penghapus kaca. Berdasarkan hasil wawancara
dengan semua informan, mereka tidak pernah menghilangkan atau melepas alat-
49
alat pengaman pada bus dengan alasan bahwa mereka menganggap alat-alat itu penting dan fital saat mengemudi. Dari hal ini diketahui bahwa supir bus Mayasari
Bakti masih memiliki tingkat kesadaran dan rasa memiliki serta kepedulian yang tinggi, di mana para supir ini menjaga alat-alat pengaman pada bus agar tidak
hilang, atau tetap berada di dalam bus.
5.2.5. Gambaran Supir Membuat Alat Pengaman Tidak Berfungsi