45
“Ya kalau begitu kita cari tempat yang aman, artinya kita cari tempat yang aman yang nggak mengganggu kendaraan lain, dipinggirin. Jadi yang jelas
kalau kita kendaraan lagi error terus dijalanin terus, kita cari tempat yang aman, parkir terutama. Jadi kalo bisa dipaksakan pulang, ya pulang. Mobil
ya begitu, kalau kita udah ngerasa ada gejala terus kita paksain, akhirnya makin parah.
” Bapak AC, kondektur
Pada saat peneliti sedang observasi, tidak ditemui adanya supir yang gagal dalam mengamankan busnya.
5.2.3. Gambaran Supir Bekerja dengan Kecepatan Berbahaya
Bekerja dengan kecepatan berbahaya dalam penelitian ini adalah mengemudikan bus dengan kecepatan yang melebihi peraturan yang telah
ditetapkan pemerintah. Menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009, batas kecepatan maksimum kendaraan roda empat atau lebih di jalan tol ialah 80
kmjam dan minimal 60 kmjam, dan kelajuan kendaraan bus umum di kawasan jalan umum kota Jakarta ialah minimal 20 kmjam dan maksimal 40 kmjam.
Dari hasil wawancara dengan supir diketahui mereka sering membawa bus dengan kecepatan antara 40 kmjam sampai 80 kmjam di jalan raya, dan 80
kmjam sampai 100 kmjam di tol. Alasan mereka melaju dengan kecepatan seperti itu ialah ingin cepat sampai, kejar waktu, dan bisa mengatur selah, yakni
mengatur jeda antara satu bis dengan bis lainnya ketika berhenti untuk mencari penumpang.
46
“Biasanya lari 80 ke 100 di tol, di jalan biasa ya 60 lah. Ya supaya cepat sampai, selain itu supaya ngatur selah dengan yang di belakang
.” Bapak A, supir
“Ya, sering lari 70 lah, kalo di tol sampe 80. Alasannya pengen agak cepet.” Bapak B, supir
“Ya paling sering 80 lah, kalo di jalan tol mah. Kalo di jalan biasa lari 40. Alasannya supaya cepet sampe
.” Bapak C, supir
Gambar 5.1 Kecepatan Maksimal yang Diperbolehkan Seperti yang diutarakan oleh supir, para kondektur juga mengatakan bahwa
biasanya supir melaju dengan kecepatan rata-rata 80 kmjam sampai 100 kmjam di tol, dan 40 kmjam sampai 80 kmjam di jalan umum. Menurut mereka, alasan
supir melaju dengan kecepatan seperti itu karena ingin mengejar waktu dan bisa mengatur selah dengan bus yang ada di depan dan belakangnya.
47
“Ya begini, paling 60 lah. Di tol bisa 80. Biasa, ngatur selah.” Bapak AA, kondektur
“Kalau buat di tol jalan lancar, bisa 100. Kalau jalan biasa paling 80. Alasannya ya sistem ini kan belakang nya kan ada, kalau kita terlalu
lambat, kita nyampe di terminal dorong orang, tahu-tahu kita di belakangnya udah ngedorong lagi, sedangkan yang di depannya masih baru
di sana, kita masih di depan situ, jadi sewanya kan nggak belum numpuk, belum ada gitu. Ya jadi ngatur selah. Kadang-kadang kan ribut kalau
kurang rapet-kurang rapet, itu yang di belakang kita penuh, kursi belakang kita masih kosong. Minta gantian, jadinya ya omel-omelan, kadang
berantem kadang-kadang .” Bapak AB, kondektur
“Paling sering lari 80 kalo di tol, di jalan biasa paling 40. Ya.., pengen kejar sama nguber waktu
.” Bapak AC, kondektur
Pada saat peneliti sedang observasi terhadap ketiga supir, mereka membawa bus dengan kecepatan rata-rata antara 80 kmjam sampai 100 kmjam di jalan tol,
dan rata-rata antara 30 kmjam sampai 60 kmjam di jalan umum.
5.2.4. Gambaran Supir Menghilangkan Alat Pengaman