Gambaran Perilaku Tidak Aman Supir Bus Mayasari Bakti Saat Mengemudi Tahun 2013

(1)

SAAT MENGEMUDI TAHUN 2013

OLEH : REZA KURNIA NIM: 107101000996

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1434 H/2013 M


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, September 2013

Reza Kurnia NIM:107101000996


(3)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, September 2013

Reza Kurnia, NIM: 107101000996

Gambaran Perilaku Tidak Aman Supir Bus Mayasari Bakti Saat Mengemudi Tahun 2013.

xvi + 86 halaman, 5 tabel, 10 gambar, 1 bagan, 13 lampiran

ABSTRAK

Berdasarkan data kecelakaan bus Mayasari Bakti tahun 2012, terdapat 65 kasus kecelakaan yang terjadi. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Februari 2013 di pool Mayasari Bakti dan di dalam bus Mayasari Bakti rute Rambutan – Bekasi, Rambutan – Grogol, dan Bekasi – Cililitan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan tujuan menggambarkan perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi. Informan dalam penelitian ini adalah supir, dan kondektur. Data dikumpulkan dengan cara observasi dan wawancara.

Hasil penelitian ini berupa bentuk perilaku tidak aman supir bus saat mengemudi yaitu supir melakukan pekerjaan tanpa wewenang, supir gagal dalam mengamankan, supir menghilangkan alat pengaman, supir menggunakan peralatan yang rusak, supir tidak menggunakan APD dengan benar, supir mengangkut dengan beban yang tidak sesuai, posisi tubuh yang salah saat mengemudi, dan bersenda gurau sambil menggunakan handphone saat mengemudi.

Saran untuk penelitian ini adalah membuat jadwal berangkat antar bus atau mengatur giliran keberangkatan bus antara bus yang satu dengan bus berikutnya, mengadakan perbaikan dan servis secara berkala agar kenyamanan dan keamanan supir maupun penumpang lebih terjamin, meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang seat belt sehingga meningkatkan kesadaran para supir untuk selalu menggunakan seat belt demi keselamatan dan keamanan dalam berkendara, tidak membawa penumpang melebihi kapasitas muatan yang ditetapkan, tidak bersenda gurau sambil menggunakan handphone saat mengemudikan bus, diharapkan bisa meningkatkan wawasan tentang cara mengemudi yang aman, tidak membiasakan posisi duduknya dengan memiringkan badan sambil menyandarkan tangannya ke pintu,dandisarankan agar supir memeriksa kondisi bus sebelum jalan.

Daftar Bacaan: 39 (1978-2013)


(4)

STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH Undergraduated Thesis, September 2013.

Reza Kurnia, NIM: 107101000996

Description of Unsafe Action at Mayasari’s Bus Driver While Steer in 2013. xvi + 86 pages, 5 tables, 10 pictures, 1 chart, 13 attachments

ABSTRAK

Behaviour is not safe driver while steer is looked on as a result of glosses over that did by straightforward the interesting driver. Base bus accident data Mayasari year Faith 2012, available 65 happening accident case. This research is done on February month of January 2013 at pool Mayasari Faith and in Mayasari's bus Rambutan route Faith – Bekasi, Rambutan – Grogol, and Bekasi – Cililitan. This research constitute kualitatif's research with intent figure behaviour not safe Mayasari's bus driver Faith while steer. Informan in observational it is driver, conductor, and PT Mayasari's director Faith. Gathered data by observation and interview.

This observational result as shaped as behaviour not safe bus driver while steer which is driver does to talk shop without authority, unsuccessful driver in secures, driver removes peacemaker tool, driver utilizes damaged equipment, driver doesn't utilize APD aright, driver transports with charges unsuitably, incorrect body position while steer, and ramjet while utilizing handphone while steer.

Tips for observational it is make departed schedule among bus or manages bus departure go among the one bus with next bus, arranging repair and periodic ala service that convenience and driver security and also more passenger to be secured, increasing knowledge and science about belt's moment so increases consciousness driver for does ever utilize belt's moment to safety and security in gets ride, don't take in capacities overshot passenger tranship that specified, not ramjet while utilizing handphone while pilot bus, expected can increase knowledge about trick steers that safe, don't inure it‟s seat position with cant body while menyandarkan is its hand goes to door, and suggested that driver checks bus condition before road.

References: 39 (1978-2013)


(5)

Skripsi dengan judul

GAMBARAN PERILAKU TIDAK AMAN SUPIR BUS MAYASARI BAKTI SAAT MENGEMUDI TAHUN 2013

Telah disetujui, diperiksa, dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, September 2013

Mengetahui,

Minsarnawati, SKM, M.Kes Pembimbing Skripsi I

Raihana Nadra Alkaff, SKM M.MA Pembimbing Skripsi II


(6)

PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, September 2013

Mengetahui

Ketua

Iting Shofwati, ST, M.KKK

Anggota I

Catur Rosidati, SKM, MKM

Anggota II


(7)

Halaman

HALAMAN PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

DAFTAR ISI ………...iv

DAFTAR TABEL ………..v

DAFTAR GAMBAR ……….vi

DAFTAR LAMPIRAN ……….vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Pertanyaan Penelitian ………...5

1.4. Tujuan Penelitian ... 5

1.4.1 Tujuan Umum `… ... 5

1.4.2 Tujuan Khusus ... 5

1.5. Manfaat Penelitian ... 6

1.5.1 Bagi Supir Bus Mayasari Bakti ………..6

1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta ……….6

1.5.4 Bagi Peneliti ………7

1.6. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Perilaku ……….8

2.1.1 Definisi Perilaku ………..8

2.1.2 Bentuk Perilaku ………...8

2.1.3 Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku ……….9

2.1.4 Determinan Perilaku ... 10

2.2. Perilaku Tidak Aman ... 11

2.2.1 Jenis-Jenis Perilaku Tidak Aman ... 12

2.3. Jenis-Jenis Perilaku Tidak Aman Supir Saat Mengemudi ………...14

2.4. Kerangka Teori ……….21

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ………23

3.1. Kerangka Berfikir ... .23

3.2. Definisi Istilah ... .25

BAB IV METODE PENELITIAN ………29


(8)

4.3. Informan ………...29

4.4. Instrumen Penelitian ……….30

4.5. Pengumpulan Data ………32

4.6. Teknik Pengumpulan Data ………32

4.7. Pengolahan Data ………33

4.8. Analisis Data ……….33

4.9. Keabsahan Data ………34

BAB V HASIL PENELITIAN ………37

5.1. Gambaran Umum Perusahaan ………..37

5.1.1. Riwayat Singkat Perusahaan ………..37

5.1.2. Mesin dan Sasis ……….38

5.1.3. Visi dan Misi ……….38

5.2. Jenis-Jenis Perilaku Tidak Aman Supir Saat Mengemudi ………..39

5.2.1. Gambaran Supir Melakukan Pekerjaan Tanpa Wewenang ………39

5.2.2. Gambaran Supir Gagal dalam Mengamankan ………..42

5.2.3. Gambaran Supir Bekerja dengan Kecepatan Berbahaya ………..46

5.2.4. Gambaran Supir Menghilangkan Alat Pengaman ……….48

5.2.5. Gambaran Supir Membuat Alat Pengaman Tidak Berfungsi …...49

5.2.6. Gambaran Supir Menggunakan Peralatan yang Rusak ………….50

5.2.7. Gambaran Supir Menggunakan Peralatan yang Tidak Sesuai ….53 5.2.8. Gambaran Supir Tidak Menggunakan APD dengan Benar …….54

5.2.9. Gambaran Supir Mengangkut dengan Beban yang Tidak Sesuai.56 5.2.10.Gambaran Posisi Tubuh yang Salah Saat Mengemudi …………58

5.2.11.Gambaran Supir Bersenda Gurau ……….59

5.2.12.Gambaran Supir Bekerja di Bawah Pengaruh Alkohol dan Obat-Obatan ………..60

BAB VI PEMBAHASAN ……….63

6.1. Keterbatasan Penelitian ...63

6.2. Pembahasan Penelitian ……….63

6.2.1 Gambaran Supir Melakukan Pekerjaan Tanpa Wewenang ……..63


(9)

6.2.4 Gambaran Supir Menghilangkan Alat Pengaman ……….68

6.2.5 Gambaran Supir Membuat Alat Pengaman Tidak Berfungsi …...68

6.2.6 Gambaran Supir Menggunakan Peralatan yang Rusak ………….69

6.2.7 Gambaran Supir Menggunakan Peralatan yang Tidak Sesuai …..71

6.2.8 Gambaran Supir Tidak Menggunakan APD dengan Benar ……..71

6.2.9 Gambaran Supir Mengangkut dengan Beban yang Tidak Sesuai .73 6.2.10 Gambaran Posisi Tubuh yang Salah Saat Mengemudi ………….74

6.2.11 Gambaran Supir Berkelakar atau Bersenda Gurau ………...76

6.2.12 Gambaran Supir Bekerja di Bawah Pengaruh Alkohol dan Obat-Obatan ………78

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ………..83

7.1 Simpulan ………83

7.2 Saran ………..85

7.2.1 Saran Berdasarkan Hasil Penelitian ………85

7.2.2 Saran Untuk Penelitian Berikutnya ………86 DAFTAR PUSTAKA


(10)

Tabel 1.1 Data Kecelakaan Bus Mayasari Bakti Tahun 2012 ………...4

Tabel 3.1 Definisi Istilah……….25

Tabel 4.1 Informan Penelitian ………29

Tabel 4.2 Triangulasi metode dan triangulasi sumber ………...35

Tabel 6.1 Gambaran Perilaku Tidak Aman Supir Bus Mayasari Bakti saat Mengemudi Tahun 2013 ………80


(11)

Gambar 5.1 Kecepatan Maksimal yang Diperbolehkan ……….47

Gambar 5.2 Kursi Bapak A yang Rusak ……….51

Gambar 5.3 SpeedometerBapak B yang Tidak Berfungsi ……….52


(12)

(13)

Lampiran 1 Pedoman Wawancara Lampiran 2 Lembar Observasi Lampiran 3 Matriks Wawancara Lampiran 4 Hasil Observasi


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak supir bus mengabaikan aspek keselamatan, seperti melaju dengan sangat cepat dan ugal-ugalan saat mengemudi, alasan mereka agar penumpang cepat sampai sehingga tidak kecewa dengan pelayanan bus tersebut. Banyak kecelakaan bus kota disebabkan oleh human error, seperti supir ugal-ugalan, terkantuk-kantuk atau mabuk saat mengemudi, dan supir yang tidak memiliki surat izin mengemudi. Hal ini merugikan penumpang karena mereka berisiko celaka jika bus yang mereka tumpangi dikendarai supir yang berperilaku tidak aman (Departemen Perhubungan, 2000 dalam Iskandar, 2009).

Dampak yang ditimbulkan bagi korban kecelakaan cukup besar. Selain mengakibatkan kematian dan cedera, salah satu efeknya yaitu dalam bidang ekonomi, seperti menurunnya produktivitas akibat cedera, sehingga secara tidak langsung menghambat pertumbuhan ekonomi para korban. Selain itu terdapat dampak lain yang harus diterima oleh korban kecelakaan, seperti biaya pengobatan, biaya kerusakan harta benda, biaya asuransi, biaya perawatan, dan biaya rehabilitasi/pemulihan. Sedangkan dampak yang paling dirasakan bagi para korban kecelakaan adalah dampak psikososial, dimana seseorang merasakan trauma yang cukup mendalam, tuntutan ganti rugi dari masyarakat yang terkena dampaknya, cacat seumur hidup, dan proses perkara (litigation or criminal proceedings) karena kejadian kecelakaan (World Health Organization, 2004).


(15)

lintas (World Health Organization, 2004). Di Indonesia, kasus kecelakaan lalu lintas masih mengkhawatirkan, di tahun 2012, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) mencatat ada 30.629 orang tewas karena kecelakaan (Komisikepolisianindonesia, 2012). Kasus kecelakaan angkutan bus Mayasari Bakti juga terjadi di Cawang – Jakarta. Kecelakaan tersebut merenggut nyawa lebih dari 30 orang, dan 13 penumpang lainnya luka berat. Bus tersebut menabrak motor, truk, mobil travel, dan warung makan (Asdhiana, 2012). Data jumlah kecelakaan yang dilansir Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) menunjukkan, sepanjang tahun 2012 lalu terjadi 106.129 kecelakaan lalu lintas. Jumlah orang yang tewas 30.629 orang, 35.787 orang luka berat, dan 107.281 orang luka ringan. Sedangkan kerugian material mencapai Rp 278,4 miliar (Republika, 2012).

Untuk tahun 2012, menurut data Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) melalui Korps Lalu Lintas Polri, tercatat kasus kecelakaan lalu lintas di Indonesia pada 1,5 bulan pertama di tahun 2012 (Januari hingga pertengahan Februari) sangat tinggi dan menonjol. Berdasarkan data tersebut, kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia pada 1,5 bulan pertama di tahun 2012 sudah terjadi sebanyak 9.884 kasus. Menurut data Divisi Humas Polri, dari 9.884 kasus kecelakaan di Indonesia, korban yang meninggal dunia sebanyak 1.547 orang, korban luka berat sebanyak 2.562 orang, dan korban luka ringan sebanyak 7.564 orang (Republika, 2012).

Dari kasus-kasus kecelakaan di Indonesia, Polri mencatat yang paling banyak mengalami kecelakaan adalah sepeda motor, yaitu sebanyak 9.535 unit. Sisanya melibatkan angkutan umum sebanyak 1.357 unit, bus sebanyak 207 unit, mobil barang sebanyak 443 unit, dan 204 unit bukan kendaraan bermotor. Dalam beberapa kasus kecelakaan besar yang menimpa bus-bus kota seperti bus Transjakatra dan bus Mayasari Bakti di Jakarta, serta bus


(16)

Sumber Kencono di Jawa Timur, sering berakibat fatal, dan dampaknya jauh lebih berbahaya karena bus berisiko memakan jumlah korban jiwa yang lebih besar mengingat banyaknya penumpang dalam bus tersebut. Dalam rilis akhir tahun 2012, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) mencatat telah terjadi kasus sebanyak 106.129 kasus kecelakaan atau meningkat sebanyak 1,24 % dari tahun sebelumnya. Korban meninggal dunia sebanyak 30.629 orang, luka berat sebanyak 35.787 orang, dan luka ringan sebanyak 107.281 orang(Kpi, 2012).

Pada tanggal 20 Februari 2012, terjadi dua kecelakaan melibatkan bus Mayasari Bakti dengan bus Transjakarta. Bus Mayasari Bakti jurusan Kampung Rambutan-Kalideres ini menabrak bus Transjakarta jurusan Pinang Ranti - Pluit di Jalan S.Parman, Slipi Jaya-Jakarta. Kecelakaan diduga karena sopir bus Mayasari Bakti tidak konsentrasi akibat menggunakan telepon seluler sambil mengemudikan bus yang melaju dengan kecepatan tinggi. Akibatnya, belasan penumpang luka-luka. Sehari sebelumnya, bus Mayasari Bakti jurusan Kampung Rambutan – Poris, menabrak sejumlah angkutan umum dan warung hingga seorang pengendara motor tewas (Rimadi, 2012).

Bus Mayasari Bakti yang dikemudikan Supriyadi, menghantam taksi, dan kemudian menabrak beberapa warung, angkutan umum, dan sepeda motor. Mustafa, korban sepeda motor, terseret lebih dari seratus meter hingga tewas di tempat. Jasad korban kemudian dibawa ke Rumah Sakit Polri - Kramat Jati, untuk diotopsi. Selain itu, dua orang terluka, akibat terserempet bus saat di pinggir jalan (Indosiar, 2012).


(17)

Heinrich (1980) mengatakan bahwa kecelakaan kerja dapat terjadi karena kondisi lingkungan kerja yang tidak aman dan perilaku tidak aman yang bersumber dari manusia yang melakukan kegiatan di tempat kerja. Menurut Heinrich (1980), 88% kecelakaan disebabkan oleh perbuatan/tindakan tidak aman dari manusia (unsafe action), sedangkan sisanya disebabkan oleh hal-hal yang tidak berkaitan dengan kesalahan manusia, yaitu 10% disebabkan kondisi yang tidak aman (unsafe condition), dan 2% disebabkan takdir Tuhan.

Berdasarkan data kecelakaan tersebut, peneliti tertarik untuk menggambarkan perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi sebagai langkah perbaikan masalah perilaku tidak aman saat mengemudi serta sebagai upaya untuk pencegahan kecelakaan.

1.2 Rumusan Masalah

Bus angkutan umum sering mengalami kecelakaan lalu lintas, sebab supir bus sering mengemudikan kendaraannya dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai, untuk mengejar penumpang, dan tidak ingin didahului oleh bus yang lain. Perilaku supir bus saat mengemudi jadi penentu terjadi atau tidak nya kecelakaan. Dilihat dari data yang ada, kecelakaan lalu lintas mayoritas terjadi karena faktor manusia atau karena kesalahan pengendara. Perilaku tidak aman saat mengemudi merupakan salah satu faktor penyumbang terbesar kecelakaan yang merupakan cerminan dari perilaku supir terhadap keselamatan lalu lintas.

Berdasarkan data kecelakaan bus Mayasari Bakti tahun 2012, menunjukkan bahwa salah satu penyebab kasus kecelakaan ialah perilaku tidak aman supir saat mengemudi di jalan. Perilaku tidak aman supir saat mengemudi merupakan salah satu penyebab utama


(18)

terjadinya kecelakaan bus Mayasari Bakti. Untuk itu, peneliti bertujuan untuk menggambarkan perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi tahun 2013.

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran perilaku melakukan pekerjaan tanpa wewenang ? 2. Bagaimana gambaran perilaku gagal dalam mengamankan ?

3. Bagaimana gambaran perilaku bekerja dengan kecepatan yang berbahaya ? 4. Bagaimana gambaran perilaku menghilangkan alat pengaman ?

5. Bagaimana gambaran perilaku membuat alat pengaman tidak berfungsi ? 6. Bagaimana gambaran perilaku menggunakan peralatan yang rusak ? 7. Bagaimana gambaran perilaku menggunakan peralatan yang tidak sesuai ? 8. Bagaimana gambaran perilaku tidak menggunakan APD dengan benar ? 9. Bagaimana gambaran perilaku pengisian/pembebanan yang tidak sesuai ? 10. Bagaimana gambaran perilaku posisi tubuh yang salah ?

11. Bagaimana gambaran perilaku bersenda gurau sambil menggunakan handphone ? 12. Bagaimana gambaran perilaku bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat-obatan ?

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi tahun 2013.

1.4.2. Tujuan Khusus


(19)

2. Diketahuinya gambaran perilaku gagal dalam mengamankan.

3. Diketahuinya gambaran perilaku bekerja dengan kecepatan yang berbahaya. 4. Diketahuinya gambaran perilaku menghilangkan alat pengaman.

5. Diketahuinya gambaran perilaku membuat alat pengaman tidak berfungsi. 6. Diketahuinya gambaran perilaku menggunakan peralatan yang rusak. 7. Diketahuinya gambaran perilaku menggunakan peralatan yang tidak sesuai. 8. Diketahuinya gambaran perilaku tidak menggunakan APD dengan benar. 9. Diketahuinya gambaran perilaku pengisian/pembebanan yang tidak sesuai. 10. Diketahuinya gambaran perilaku posisi tubuh yang salah.

11. Diketahuinya gambaran perilaku bersenda gurau sambil menggunakan handphone.

12. Diketahuinya gambaran perilaku bekerja di bawah pengaruh alkohol atau obat- obatan.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Perusahaan

Memperoleh gambaran tentang perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi agar dapat dijadikan masukan dalam rangka meningkatkan kinerja para supir terkait perilaku aman berkendara (safety driving).

1.5.2. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan dan referensi tambahan bagi peneliti lain yang ingin meneliti terkait perilaku tidak aman supir saat mengemudi bus.


(20)

1.5.3. Bagi Peneliti

Sebagai wadah untuk mengamalkan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu K3 yang telah didapatkan semasa kuliah, serta sebagai sarana pemantapan keilmuan bagi peneliti.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada supir bus Mayasari Bakti karena supir bus Mayasari Bakti berperilaku tidak aman saat mengemudi sehingga sering mengalami kecelakaan. Waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2013. Lokasi penelitian di pool bus Mayasari Bakti Ciracas dan di dalam bus Mayasari Bakti. Penelitian ini bersifat kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah wawancara dan observasi.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

2.1.1. Definisi Perilaku

Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan sangat luas, antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2007). Sedangkan menurut Geller (2001), perilaku merupakan tingkah atau tindakan yang dapat diamati oleh orang lain.

Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007) merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Perilaku ini disebut teori “S – O – R” atau “Stimulus – Organisme – Respon” dikarenakan terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, kemudian organisme tersebut meresponnya.

2.1.2 Bentuk Perilaku

Jika dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus yang dijelaskan oleh Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), maka perilaku dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:


(22)

1. Perilaku tertutup/terselubung (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus masih dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon dan reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati dengan jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka/tampak nyata (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik (practice) yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2007) membagi perilaku manusia ke dalam 3 domain, ranah, atau kawasan, yakni: kognitif (cognititive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni :

1. Pengetahuan (knowledge).

2. Sikap (attitude).

3. Praktik atau tindakan (practice).

2.1.3. Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku

Bentuk-bentuk perubahan perilaku sangat bervariasi. Bentuk-bentuk perubahan perilaku menurut World Health Organization dalam Notoadmodjo (2007), terbagi menjadi tiga kelompok, yakni:


(23)

1. Perubahan alamiah (natural change)

Pengertian perubahan alamiah ialah bahwa perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik, atau sosial- budaya dan ekonomi, maka anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami perubahan.

2. Perubahan terencana (planned change)

Perubahan perilaku yang terencana ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh si subjek. Sehingga, hanya subyek itu sendiri yang ingin dan dapat mengubahnya.

3. Kesediaan untuk berubah (readdiness to change)

Apabila terjadi suatu inovasi atau program pembangunan di masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut (berubah perilakunya), dan sebagian lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah (readiness to change) yang berbeda-beda, meskipun kondisinya sama.

2.1.4. Determinan Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2007), meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi


(24)

beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering

merupakan faktor yang dominan dalam mewarnai perilaku seseorang.

Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa perilaku adalah merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama atau resultante antara berbagai faktor, baik faktor internal maupun eksternal. Dengan kata lain, perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas.

2.2. Perilaku Tidak Aman

Menurut Bird (1980), perilaku tidak aman atau unsafe action adalah tindakan seseorang yang menyimpang dari prosedur atau cara yang wajar atau benar menurut persetujuan bersama, sehingga tindakan tersebut mengandung bahaya, misalnya berdiri di bawah barang yang diangkat crane, mengebut di jalan ramai, dan lain-lain. Keadaan dan tindakan berbahaya kalau dibiarkan tanpa perbaikan akan menimbulkan kecelakaan.


(25)

2.2.1. Jenis-Jenis Perilaku Tidak Aman

Perilaku tidak aman merupakan salah satu penyebab langsung terjadinya kecelakaan. Menurut Bird (1990), jenis-jenis perilaku tidak aman yaitu:

1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang 2. Gagal dalam memberi peringatan 3. Gagal dalam mengamankan

4. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya 5. Menghilangkan alat pengaman

6. Membuat alat pengaman tidak berfungsi 7. Menggunakan peralatan yang rusak 8. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai

9. Tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) dengan benar 10. Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai

11. Cara mengangkat yang salah. 12. Posisi atau sikap tubuh yang salah

13. Memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi 14. Berkelakar atau bersenda gurau

15. Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan. Menurut Dessler (1978), jenis-jenis perilaku tidak aman ialah: 1. Gagal dalam mengamankan


(26)

3. Membuang benda sembarangan

4. Bekerja pada kecepatan yang tidak aman 5. Membuat alat pengaman tidak berfungsi 6. Menggunakan peralatan yang tidak aman 7. Mengambil posisi tubuh yang salah 8. Cara mengangkat yang salah

9. Mengganggu, menggoda, bertengkar, bermain, dan sebagainya

Menurut Santoso (2004), jenis-jenis perilaku tidak aman, antara lain:

1. Melakukan pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan

2. Gagal menciptakan keadaan yang baik sehingga menjadi tidak aman 3. Menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kecepatan geraknya 4. Memakai APD hanya berpura-pura

5. Menggunakan peralatan yang tidak layak

6. Pengrusakan alat pengaman peralatan yang digunakan untuk melindungi manusia

7. Bekerja berlebihan/melebihi jam kerja di tempat kerja 8. Mengangkat/mengangkut beban yang berlebihan 9. Menggunakan tenaga berlebihan


(27)

2.3. Jenis-Jenis Perilaku Tidak Aman Supir Saat Mengemudi

Penelitian ini mengacu pada teori Bird (1990) karena pada teori ini telah mencakup sebagian besar jenis-jenis perilaku tidak aman yang terdapat pada teori Dessler (1978) dan Santoso (2004).

Teori Bird (1990) ini juga dipakai dengan mengadopsi 12 jenis dari 15 jenis-jenis perilaku tidak aman dari Bird (1990) karena relevan untuk menggambarkan perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi tahun 2013. Jenis-jenis perilaku tidak aman supir bus saat mengemudi yang diadopsi dari teori jenis-jenis perilaku tidak aman menurut Bird (1990) adalah:

1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang

Federal Highway Administration (1981) dalam Putranto (2007) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan lalu-lintas ialah mengemudi tanpa surat izin mengemudi yang sah. Mengemudi bus harus dilaksanakan oleh supir yang memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), khususnya SIM B1 umum untuk supir bus. Supir yang telah mendapatkan SIM B1 umum adalah mereka yang diberi wewenang untuk membawa/mengemudikan bus dengan suatu kecakapan dan pengalaman teknis serta terampil mengemudikan bus. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang juga berarti mengemudi bus Mayasari Bakti yang dilakukan oleh supir tidak resmi Mayasari Bakti.

2. Gagal dalam mengamankan

Supir harus selalu memperhitungkan sesuatu yang tidak diharapkan, sehingga akan senantiasa waspada dan sadar serta berhati-hati dalam bertingkah laku saat


(28)

mengemudikan kendaraan, seperti jika supir mengetahui ada kerusakan pada komponen peralatan, alat pengaman, mesin bus, atau masalah pada ban, tetapi tetap memaksa untuk menjalankan bus. Hal ini berisiko terjadinya kecelakaan. Supir yang mengetahui terjadinya kerusakan mesin saat mengemudi harus segera mematikan dan menepikan busnya.

Hal ini senada dengan pendapat Agung (2012), Agung (2011) menyatakan bahwa supir yang baik harus selalu menggunakan prinsip anticipation (antisipasi). Anticipation (antisipasi) ialah kesiagaan, kecermatan, dan kesigapan supir terkait perilaku berkendara yang aman sehingga supir mengetahui bagaimana cara mengendalikan kendaraan dan keluar dari kondisi bahaya saat itu, yakni supir secara terus-menerus mengamati kondisi bus untuk mengetahui adanya potensi bahaya sehingga mengantisipasi setiap kemungkinan yang akan timbul, dimana kondisi ini sebenarnya tidak pernah diharapkan oleh supir.

3. Bekerja dengan kecepatan berbahaya

Salah satu alasan paling lazim untuk mengambil risiko dalam bekerja adalah menghemat waktu agar bisa mendapatkan waktu santai atau waktu untuk menghasilkan uang lebih banyak, atau sekedar menghemat waktu dengan mempercepat menyelesaikan pekerjaan. Oleh karena itu, tidak aneh apabila keinginan menghemat waktu ini menyebabkan perilaku tidak aman (International Labour Office, 1989).

Pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang No.22 Tahun 2009 mengenai Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu Pasal 115a dan pasal 124 ayat 1 yang menjelaskan tentang mematuhi batas kecepatan paling tinggi untuk angkutan umum.


(29)

Menurut undang-undang tersebut, batas kecepatan maksimum kendaraan roda empat atau lebih di jalan tol ialah 80 km/jam dan minimal 60 km/jam, dan kelajuan kendaraan bus umum di kawasan jalan umum kota Jakarta ialah minimal 20 km/jam dan maksimal 40 km/jam.

4. Menghilangkan alat pengaman

Peralatan pengaman merupakan peralatan keselamatan yang dipasang pada tempat-tempat tertentu dan berfungsi untuk memberi keamanan tambahan bagi para pekerja (O‟Brien, 1974 dalam Helliyanti, 2009), sedangkan alat pengaman pada bus ialah alat-alat yang berfungsi untuk keamanan serta mencegah kecelakaan saat mengemudi seperti rem, spion, lampu sen, klakson, penghapus kaca, dan seat belt (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.44 Tahun 1993 Tentang Kendaraan dan Pengemudi). Menghilangkan alat pengaman pada bus berarti meningkatkan risiko kecelakaan lalu-lintas.

5. Membuat alat pengaman tidak berfungsi

Pada beberapa kasus, alat pengaman yang menyebabkan ketidaknyamanan supir dalam mengemudi seperti seat belt, dapat mendorong supir untuk merusakkannya. Membuat alat pengaman pada bus menjadi tidak berfungsi sangat berbahaya karena kegunaannya sebagai pengaman pun akan hilang sehingga dapat menimbulkan risiko terjadinya kecelakaan serta memperbesar efek kecelakaan pada supir. Hal ini sesuai dengan Federal Highway Administration (1981) dalam Putranto (2007) yang menjelaskan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan lalu-lintas ialah adanya kerusakan bagian dari kendaraan.


(30)

6. Menggunakan peralatan yang rusak

Komponen peralatan bus yang digunakan harus berfungsi dengan baik dan dalam kondisi layak pakai. Menggunakan peralatan yang tidak layak pakai dapat membahayakan keselamatan. Oleh karena itu, semua peralatan harus dirawat menurut kondisi dan waktu pemakaian. Tanpa perawatan yang teratur, keadaan peralatan berubah menjadi salah satu faktor bahaya. Menurut Silalahi (1985), perawatan yang tidak teratur adalah perbuatan yang berbahaya karena dapat menimbulkan keadaan berbahaya. Sedangkan Federal Highway Administration (1981) dalam Putranto (2007) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan lalu-lintas ialah adanya kerusakan bagian dari kendaraan.

7. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai

Menggunakan peralatan yang tidak sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan dan peraturan yang telah ditetapkan dapat menyebabkan kesalahan dalam melakukan pekerjaan. Hal ini merupakan tindakan yang berbahaya karena dapat berpotensi menimbulkan kecelakaan (Silalahi, 1985). Menggunakan peralatan yang tidak sesuai dalam penelitian ini adalah supir mengemudi dengan memakai alat yang tidak cocok dengan standar bus, seperti supir menggunakan sarung atau kain sebagai pengganti seat belt.

8. Tidak menggunakan APD dengan benar

Pada waktu melaksanakan pekerjaan, badan kita harus benar-benar terlindung dari kemungkinan terjadinya kecelakaan. Untuk melindungi diri dari risiko yang ditimbulkan akibat kecelakaan maka badan kita perlu menggunakan ala-alat pelindung ketika melaksanakan suatu pekerjaan. Alat Pelindung Diri (APD) didefinisikan


(31)

sebagai alat yang digunakan untuk melindungi pekerja dari luka atau penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik, elektrik, mekanik dan lainnya (Rijanto, 2011).

Dalam penelitian ini, APD yang dimaksud adalah sabuk pengaman (seat bealt). Pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang No.22 Tahun 2009 mengenai Lalu-Lintas dan Angkutan Jalan, yaitu ayat 10 Pasal 289 yang berbunyi: “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor atau penumpang yang duduk di samping pengemudi yang tidak mengenakan sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (6) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp.250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah)”.

9. Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai

Penyebab lain terjadinya kecelakaan adalah akibat beban muatan yang berlebihan sehingga melebihi kemampuan bus dalam menampung (over load). Federal Highway Administration (1981) dalam Putranto (2007) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan lalu-lintas adalah kehilangan kendali akibat pergeseran muatan. Membawa atau mengangkat barang dan penumpang yang terlalu berat dan terlalu banyak, akan membahayakan perjalanan. Akan jauh lebih aman bagi supir untuk membatasi jumlah penumpang yang diangkut agar bus tetap stabil sehingga meminimalisir risiko kecelakaan. Untuk bus Mayasari Bakti, batas muatan atau daya tampung hingga 60 orang.

10. Posisi tubuh yang salah

Sikap duduk yang keliru akan merupakan penyebab adanya masalah-masalah punggung. Seseorang dengan sikap duduk yang salah akan menderita pada bagian


(32)

punggungnya (Nurmianto, 2004). Sedangkan Suma‟mur (1999) menjelaskan bahwa sikap atau posisi tubuh dalam bekerja memiliki hubungan yang positif dengan timbulnya kelelahan kerja. Tidak peduli apakah pekerja harus berdiri, duduk, atau dalam sikap posisi kerja yang lain, dimana pertimbangan-pertimbangan ergonomis yang berkaitan dengan sikap/posisi kerja akan sangat penting.

Menurut Wignjosoebroto (2003), beberapa jenis pekerjaan akan memerlukan sikap dan posisi tertentu yang kadang-kadang cenderung untuk tidak mengenakkan. Kondisi kerja seperti ini memaksa pekerja selalu berada pada sikap dan posisi kerja yang tidak nyaman dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Hal ini tentu saja akan mengakibatkan pekerja cepat lelah, melakukan banyak kesalahan, dan menderita cacat tubuh.

Federal Highway Administration (1981) dalam Putranto (2007) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan lalu-lintas adalah adanya rasa sakit atau lelah. Membiasakan diri dengan kondisi postur yang baik akan membantu dalam mencegah berbagai gangguan fisik, seperti kelelahan, memperbaiki bentuk tubuh, memberi kesan penampilan diri lebih luwes dan tidak kaku. Postur yang baik sangat tergantung pada kebiasaan seseorang, untuk itu hindari sikap malas, posisi punggung yang membungkuk atau posisi tubuh yang membuat lekukan pada tulang punggung ketika sedang bekerja. Sikap duduk yang baik penting diperhatikan untuk mencegah kelelahan pada umumnya dan ketegangan pada punggung. Sikap duduk yang baik yaitu punggung tegak dan posisi duduk menekan bagian belakang (Wignjosoebroto, 2003).


(33)

11. Berkelakar atau bersenda gurau sambil menggunakan handphone.

Federal Highway Administration (1981) dalam Putranto (2007) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan lalu-lintas adalah mengemudi secara ceroboh. Bersenda gurau atau menggunakan handphone saat mengemudi sangat dilarang karena dapat mengganggu konsentrasi sehingga supir kurang fokus terhadap proses mengemudi nya. Hal tersebut akan membuat supir berpotensi untuk melakukan kesalahan dalam mengemudi yang akibatnya dapat menyebabkan kecelakaan. Menurut Andri (2013), berbincang-bincang masalah yang cukup pelik atau bercanda, harus dihindari saat mengemudi. Ketika melakukan hal tersebut kewaspadaan berkurang sehingga tidak mampu mengantisipasi gangguan dari luar yang bersifat mendadak. Kecederungannya pengemudi akan lengah ketika bercanda atau bicara. Sedangkan secara psikologis, ini penyebab yang mampu mengurangi konsentrasi saat mengemudi.

12. Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan.

Menurut Sasangka (2003), alkohol dan obat-obatan termasuk ke dalam NAPZA. NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif) adalah bahan/zat/obat yang bila masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak/susunan saraf pusat sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis, dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan, serta ketergantungan terhadap NAPZA. Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu konsentrasi, penilaian, penglihatan, dan koordinasi pada orang yang mengonsumsinya.

Federal Highway Administration (1981) dalam Putranto (2007) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya kecelakaan lalu-lintas


(34)

adalah mengemudi dalam pengaruh alkohol atau obat-obatan. Kombinasi alkohol dengan obat-obatan lain sangat berbahaya karena hal ini meningkatkan efek dan pengaruh negatif yang tidak dapat diperkirakan, termasuk kerusakan serius yang menetap. Karena efek negatif yang ditimbulkan dari alkohol dan obat-obatan tersebut, seorang supir tidak boleh berada dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan pada saat mengemudi karena dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan lalu-lintas.

2.4. Kerangka Teori

Teori jenis-jenis perilaku tidak aman yang telah dikemukakan sebelumnya pada tinjauan pustaka meliputi teori jenis-jenis perilaku tidak aman dari Dessler (1978), Santoso (2004), dan Bird (1990). Penelitian ini mengacu pada teori Bird (1990) karena pada teori ini telah mencakup sebagian besar jenis-jenis perilaku tidak aman yang terdapat pada teori Dessler (1978) dan Santoso (2004).

Teori Bird (1990) ini juga dipakai dengan mengadopsi 12 jenis dari 15 jenis-jenis perilaku tidak aman dari Bird (1990) karena relevan untuk menggambarkan perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi tahun 2013.

Jenis-jenis perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi yang diadopsi dari teori jenis-jenis perilaku tidak aman menurut Bird (1990) adalah: melakukan pekerjaan tanpa wewenang, gagal dalam mengamankan, bekerja dengan kecepatan yang berbahaya, menghilangkan alat pengaman, membuat alat pengaman tidak berfungsi, menggunakan peralatan yang rusak, menggunakan peralatan yang tidak sesuai, tidak menggunakan APD dengan benar, pengisian/pembebanan yang tidak sesuai, posisi tubuh


(35)

yang salah saat mengemudi, bersenda gurau sambil menggunakan handphone saat mengemudi, dan bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan


(36)

BAB III

KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH

3.1. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir mengacu pada 12 jenis dari 15 jenis-jenis perilaku tidak aman dari teori Bird (1990) karena relevan untuk menggambarkan perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi tahun 2013. Jenis-jenis perilaku tidak aman supir saat mengemudi meliputi:

1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang 2. Gagal dalam mengamankan

3. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya 4. Menghilangkan alat pengaman

5. Membuat alat pengaman tidak berfungsi 6. Menggunakan peralatan yang rusak 7. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai 8. Tidak menggunakan APD dengan benar 9. Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai 10. Posisi tubuh yang salah

11. Berkelakar atau bersenda gurau

12. Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan


(37)

memberi peringatan, maksudnya ialah pihak pengawas/pihak yang berwenang tidak menegur/tidak memberi peringatan pekerja yang melakukan kesalahan saat bekerja, atau pekerja tidak menegur kepada pekerja lain yang melakukan kesalahan saat bekerja. Dalam konteks supir saat mengemudi, pihak pengawas/pihak yang berwenang memang tidak bisa menegur/memberi peringatan terhadap supir yang melakukan perilaku tidak aman saat supir mengemudi, begitu juga dengan sesama supir; cara mengangkat yang salah, ini tidak diteliti sebab supir tidak mengangkat barang saat mengemudi; dan memperbaiki peralatan yang sedang beroperasi, ini tidak diteliti sebab supir bus pada hakikatnya tidak bisa memperbaiki peralatan mesin saat mengemudi.

Dengan meneliti 12 jenis perilaku tidak aman tersebut dengan cara observasi dan wawancara mendalam, diharapkan dapat memberikan informasi berupa gambaran perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi tahun 2013.


(38)

3.2. Definisi Istilah

Tabel 3.1 Definisi Istilah

NO INFORMASI DEFINISI METODE INSTRUMEN HASIL INFORMAN

1 Perilaku tidak aman supir saat mengemudi.

Tingkah laku berkendara tidak aman yang

dilakukan supir bus Mayasari Bakti. Wawancara, observasi. Pedoman wawancara, lembar observasi. Jenis-jenis perilaku tidak aman mengemudi. - Supir - Kondektur

2. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang.

Mengemudi bus Mayasari Bakti yang dilakukan oleh supir yang tidak mempunyai SIM B1 umum dan oleh supir di luar Mayasari Bakti. Wawancara, observasi. Pedoman wawancara, lembar observasi. Pernyataan supir menyangkut pengalaman dan motivasi terkait melakukan pekerjaan tanpa wewenang. - Direktur Mayasari Bakti - Supir - Kondektur

3. Gagal dalam mengamankan

Supir mengetahui ada kerusakan pada alat-alat bus, seperti ban, komponen mesin, atau alat-alat lainnya, tetapi tetap memaksa untuk menjalankan bus. Wawancara, observasi. Pedoman wawancara, lembar observasi. Pernyataan supir menyangkut pengalaman dan motivasi terkait gagal dalam mengamankan. -Supir -Kondektur

4. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya. Mengemudikan bus dengan kecepatan tinggi yang melebihi regulasi pemerintah. Wawancara, observasi Pedoman wawancara, lembar observasi Pernyataan supir menyangkut pengalaman dan motivasi terkait bekerja dengan kecepatan berbahaya. -Supir -Kondektur

5. Menghilangkan alat pengaman. Supir menghilangkan alat pengaman pada bus. Wawancara, observasi. Pedoman wawancara, lembar observasi. Pernyataan supir menyangkut pengalaman dan motivasi terkait menghilangkan alat pengaman. -Supir -Kondektur


(39)

berfungsi. bus. lembar observasi. pengalaman dan motivasi terkait membuat alat pengaman tidak berfungsi. 7. Menggunakan

peralatan yang rusak. Supir mengemudikan bus dengan beberapa komponen peralatan yang rusak. Wawancara, observasi. Pedoman wawancara, lembar observasi. Pernyataan supir menyangkut pengalaman dan motivasi terkait menggunakan peralatan yang rusak. -Supir -Kondektur

8. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai.

Supir

menggunakan komponen

peralatan bus yang tidak semestinya atau di luar standar bus. Wawancara, observasi. Pedoman wawancara, lembar observasi. Pernyataan supir menyangkut pengalaman dan motivasi terkait menggunakan peralatan yang tidak sesuai. -Supir -Kondektur

9. Tidak

menggunakan APD dengan benar. Supir tidak menggunakan sabuk pengaman ketika mengemudi. Wawancara, observasi Pedoman wawancara, lembar observasi. Pernyataan supir menyangkut pengalaman dan motivasi terkait tidak menggunakan APD dengan benar. -Supir -Kondektur

10. Pengisian/pemb ebanan yang tidak sesuai. Perilaku supir untuk mengangkut penumpang melebihi kapasitas angkut secara berlebihan. Wawancara, observasi. Pedoman wawancara, lembar observasi. Pernyataan supir menyangkut pengalaman dan motivasi terkait pengisian/pembe banan yang tidak sesuai. -Supir -Kondektur

11. Posisi tubuh yang salah.

Postur tubuh supir yang janggal pada saat mengemudi. Wawancara, observasi Pedoman wawancara, lembar observasi. Pernyataan supir menyangkut pengalaman dan motivasi terkait posisi atau sikap tubuh yang

-Supir -Kondektur


(40)

salah. 12. Bersenda gurau

sambil

menggunakan handphone.

Bercanda sambil berbicara melalui handphone saat mengemudi. Wawancara, observasi Pedoman wawancara, lembar observasi. Pernyataan supir menyangkut pengalaman dan motivasi terkait berkelakar atau bersenda gurau melalui

handphone saat mengemudi.

-Supir -Kondektur

13. Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan. Mengemudikan bus setelah mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan

Wawancara Pedoman wawancara, lembar observasi Pernyataan supir menyangkut pengalaman dan motivasi terkait bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan. -Supir -Kondektur


(41)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif karena informasi yang dihasilkan dari penelitian ini berupa gambaran perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi tahun 2013. Dalam penelitian ini, peneliti akan memberikan gambaran perilaku tidak aman mengemudi berdasarkan pengalaman supir dan fakta-fakta yang ada melalui penggalian informasi seperti wawancara dan observasi.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai Februari 2013 dengan lokasi penelitian di pool Mayasari Bakti, Ciracas – Jakarta Timur, di dalam bus Mayasari Bakti rute Rambutan – Bekasi, Rambutan – Grogol, dan Bekasi – Cililitan.

4.3 Informan

Teknik pengambilan informan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel yang dilakukan secara langsung melalui pertimbangan-pertimbangan yang ditentukan oleh peneliti dengan menggunakan prinsip kesesuaian (appropriatness) dan kecukupan (adequency).

Informan dalam penelitian ini adalah supir bus Mayasari Bakti, dan kondektur bus Mayasari Bakti.


(42)

Pertama, supir bus Mayasari Bakti dipilih sebagai informan karena supir adalah pihak yang terlibat langsung dalam perilaku tidak aman saat mengemudi yang akan diteliti. Untuk mendapatkan informasi dari supir mengenai perilaku tidak aman saat mengemudi, metode yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Kedua, kondektur bus Mayasari Bakti, kondektur bus Mayasari Bakti dipilih sebab mereka setiap harinya bersama dengan supir bus sehingga dianggap mengetahui perilaku tidak aman supir selama mengemudi. Untuk mendapatkan informasi dari kondektur bus Mayasari Bakti, metode yang digunakan adalah wawancara.

Tabel 4.1 Informan Penelitian

NO NAMA PEKERJAAN

1. Bapak A Supir bus Mayasari Bakti 2. Bapak B Supir bus Mayasari Bakti 3. Bapak C Supir bus Mayasari Bakti 4. Bapak AA Kondektur bus Mayasari

Bakti

5. Bapak AB Kondektur bus Mayasari Bakti

6. Bapak AC Kondektur bus Mayasari Bakti

4.4 Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yaitu mahasiswa peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, program studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Maksud dari peneliti sendiri dapat dipahami sebagai alat yang dapat mengungkapkan fakta-fakta di lapangan dan tidak ada alat yang paling tepat dan elastis untuk mengungkapkan data kualitatif kecuali peneliti itu sendiri (Satori dan Komariah,


(43)

2009). Si peneliti sekaligus merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, dan pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya (Moleong, 2007) Selanjutnya, peneliti akan mengembangkan suatu instrumen penelitian sederhana untuk melengkapi data yang dibutuhkan. Instrumen sederhana yang akan digunakan oleh peneliti adalah:

1. Pedoman wawancara

Pedoman wawancara yaitu daftar pertanyaan-pertanyaan tertulis yang akan ditanyakan kepada informan. Pedoman wawancara dibuat berdasarkan pola penelitian yang telah ditentukan oleh peneliti.

2. Lembar observasi

Berfungsi untuk membantu peneliti dalam mengamati objek penelitian. 3. Buku catatan

Berfungsi untuk mencatat semua hasil percakapan dengan sumber data. 4. Alat perekam

Berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan. 5. Kamera

Berfungsi untuk mengambil gambar yang berhubungan dengan masalah penelitian.

4.5 Pengumpulan Data 1. Data Primer

Data primer mengenai deskripsi perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi didapatkan melalui wawancara kepada para informan penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara yang telah disusun oleh peneliti. Selain itu, data


(44)

primer dalam penelitian ini juga diperoleh dari hasil observasi terhadap perilaku tidak aman supir saat mengemudi dengan menggunakan lembar observasi.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari data profil PT Mayasari Bakti, dan data kecelakaan bus Mayasari Bakti tahun 2012.

4.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi dan wawancara.

1. Observasi

Menurut Bungin (2012), observasi atau pengamatan adalah teknik pengumpulan data di mana seorang peneliti melakukan pengamatan pada masyarakat yang menjadi objeknya. Teknik pengamatan yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah pengamatan tertutup, yaitu dimana pengamatnya beroperasi dan mengadakan pengamatan tanpa diketahui oleh para subjeknya (Moeloeng, 2007). Peneliti mengobservasi perilaku tidak aman supir bus dengan mengikuti perjalanan bus selama satu reet. Observasi dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan lembar observasi untuk mengamati secara langsung perilaku tidak aman supir saat mengemudi.

2. Wawancara

Wawancara dalam penelitian ini akan dilakukan kepada informan-informan dengan menggunakan pedoman wawancara untuk mewawancarai para informan. Wawancara kepada para informan dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku tidak aman supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi.


(45)

4.7 Pengolahan Data

1. Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari semua informan melalui wawancara, dan observasi.

2. Data yang telah disusun dalam bentuk transkrip data dikategorisasikan dalam bentuk matriks.

3. Selanjutnya dilakukan analisis data dan intepretasi data.

4.8 Analisis Data

Miles dan Huberman (1984) dalam Sugiyono (2010) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu:

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema, dan polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya serta mencarinya bila diperlukan. Dalam penelitian ini, data-data yang telah dikumpulkan melalui wawancara dan observasi, kemudian dirangkum dan dikategorikan ke dalam pola-pola perilaku tidak aman saat mengemudi yang telah ditentukan oleh peneliti.

2. Data Display (Penyajian Data)b

Setelah data direduksi, tahap selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat,


(46)

bagan, flowchart, dan sejenisnya. Yang sering digunakan dalam menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan menyajikan data, akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi. Dalam penelitian ini, penyajian data dilakukan dengan cara menjabarkan hasil penelitian dalam bentuk narasi dan dilengkapi dengan transkrip/matriks wawancara yang disesuaikan dengan kategori perilaku tidak aman saat mengemudi yang telah ditentukan oleh peneliti. Penyajian data akan didukung dengan hasil observasi.

3. Conclusing Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan/Verifikasi)

Kesimpulan dalam penelitian ini berupa deskripsi perilaku-perilaku tidak aman Supir bus Mayasari Bakti saat mengemudi.

4.9 Keabsahan Data

Menurut Moleong (2007), triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin (1978) dalam Moleong (2007) membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Namun, menurut Sugiyono (2007) dalam Prastowo (2010), sebagai teknik pengumpulan data, ada dua jenis triangulasi, yakni triangulasi teknik/metode dan triangulasi sumber.

Menurut Patton (1987) dalam Moleong (2007), triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam konteks penelitian kualitatif, sedangkan triangulasi metode ialah pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan


(47)

metode yang sama. Agar data yang dihasilkan benar-benar akurat dan terpercaya, maka dalam penelitian ini dilakukan triangulasi sumber dan triangulasi metode, seperti berikut ini:


(48)

Tabel 4.2

Triangulasi metode dan triangulasi sumber

No Informasi

Teknik Pengumpulan Data

Informan Wawancara Observasi

1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang.

-Supir -Kondektur

2. Gagal dalam mengamankan -Supir

-Kondektur 3. Bekerja dengan kecepatan yang

berbahaya.

-Supir -Kondektur

4. Menghilangkan alat pengaman -Supir

-Kondektur

5. Membuat alat pengaman tidak berfungsi -Supir

-Kondektur

6. Menggunakan peralatan yang rusak -Supir

-Kondektur 7. Menggunakan peralatan yang tidak

sesuai

-Supir -Kondektur 8. Tidak menggunakan APD dengan benar -Supir


(49)

9. Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai

-Supir -Kondektur

10. Posisi tubuh yang salah.

-Supir -Kondektur

11. Bersenda gurau atau menggunakan handphone.

-Supir -Kondektur

12. Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau

obat-obatan _

-Supir -Kondektur


(50)

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Perusahaan 5.1.1. Riwayat Singkat Perusahaan

PT Mayasari Bakti didirikan tahun 1964 oleh Engkud Mahpud dan melayani trayek Cililitan - Tanjung Priok. Perusahaan otobus ini berkembang pada tahun 1970 ketika Gubernur Jakarta, yakni Ali Sadikin memberikan bantuan kredit pengadaan bus kota di Jakarta kepada beberapa operator buskota.

Ketika tahun 1982, beberapa operator terpaksa 'dilebur' ke dalam PPD, kecuali Mayasari Bakti yang tetap bertahan sebagai operator swasta, dan bertahan hingga sekarang, meskipun beberapa rute nya terpaksa dihapus karena bersinggungan dengan Transjakarta

PT Mayasari Bakti didirikan untuk membantu program pemerintah dalam penyediaan sarana transportasi masyarakat serta membuka lapangan kerja masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Selain itu, PT Mayasari Bakti juga selalu memajukan dan mengembangkan perusahaan serta mencari keuntungan perusahaan yang besar sehingga baik untuk kehidupan dan kelangsungan perusahaan.


(51)

Depok, dan Bekasi. Seiring dengan perkembangan dan situasi, perusahaan menangkap peluang dengan merambah bisnis usaha dengan melayani wilayah Parahyangan Timur (Bandung, Garut, Tasikmalaya, Banjarsari, Sumedang, Bogor, dan Sukabumi).

5.1.2. Mesin dan Sasis

Bus Mayasari Bakti didominasi oleh sasis dan mesin bus asal Jepang yaitu Hino. Tetapi untuk beberapa tipe bus lama, Mayasari Bakti menggunakan sasis dan mesin Mercedes-Benz. Sejak dua tahun belakangan ini, Mayasari Bakti mengadakan pembenahan untuk moda transportasi mereka, seperti yang umum dilakukan pada bus dengan nomor trayek P9A dan P6. Untuk beberapa bus, seperti PAC 52 dan PAC 05, mesin dan sasis masih menggunakan yang lama, tetapi didress up sebagai bus baru. Secara umum, bus Mayasari Bakti menggunakan karoseri Mayasari Utama, selebihnya mereka menggunakan Laksana dan juga Rahayu Santosa. Yang terkenal di antara ketiga karoseri tersebut adalah Laksana Nucleus 3 yang lazim dipergunakan untuk Bus Antar Kota dan Antar Provinsi, dan juga Rahayu Santosa Evo X yang bisa ditemui pada bus dengan nomor trayek PAC05 dan PAC52.

5.1.3. Visi dan Misi

Setiap perusahaan tentunya memiliki visi dan misi yang jelas agar masa depan perusahaan baik. Begitu juga halnya PT Mayasari Bakti memiliki visi dan misi sebagai berikut:


(52)

Visi:

“Menjadi perusahaan angkutan umum yang terpercaya dan terkemuka di Indonesia.”

Tujuan Visi:

1. Jenis perusahaan yang ingin diwujudkan

2. Menetapkan arah yang dituju oleh setiap karyawan 3. Memberdayakan karyawan

Misi:

Meningkatkan dan menyelenggarakan angkutan umum berkelanjutan kepada masyarakat melalui pelayanan bernuansa religius yang memungkinkan PT Mayasari Bakti tumbuh dan berkembang.”

Tujuan Misi:

1. Menjelaskan kerja organisasi secara ringkas dan nyata 2. Mudah dimengerti oleh setiap karyawan

3. Berorientasi pada pelanggan, memfokuskan pada jasa angkutan.

5.2. Jenis-Jenis Perilaku Tidak Aman Supir Saat Mengemudi

5.2.1. Gambaran Supir Melakukan Pekerjaan Tanpa Wewenang

Gambaran supir melakukan pekerjaan tanpa wewenang dalam penelitian ini adalah mengemudi bus Mayasari Bakti yang dilakukan oleh supir yang tidak mempunyai SIM B1 umum dan bukan supir resmi bus Mayasari Bakti.


(53)

Semua supir bus Mayasari Bakti memiliki SIM B1 umum. Ketika diwawancarai, semua supir bus Mayasari Bakti sudah memiliki SIM B1 umum, begitupun saat diobservasi, supir tersebut dapat menunjukkan SIM B1 umum mereka.

Punya, kalau SIM B1 umum mah.” (Bapak A, supir)

Ya, ada, punya. Pasti punya, kalau nggak punya ya nggak bisa narik lah. Nggak bisa jalan kalau nggak punya SIM. Soalnya dari perusahaan kalo…., bisa ngelamar di perusahaan kalo nggak ada SIM ya nggak bisa diterima.” (Bapak B, supir)

“Punya, setiap supir pasti ada.” (Bapak C, supir)

Selain itu, berdasarkan informasi dari Bapak A diketahui bahwa masih ada supir menyuruh temannya yang masih termasuk supir bus Mayasari Bakti untuk membawakan bus yang dia bawa, hanya saja „supir tembak‟ ini tidak tercantum di Surat Perintah Jalan (SPJ) bus yang dia bawa. Surat Perintah Jalan (SPJ), ialah dokumen resmi yang dipegang oleh supir bus dan dikeluarkan oleh perusahaan sebagai bukti penunjukan kerja. Supir berbuat demikian sebab mereka merasa lelah atau sakit.

“Bukan nggak resmi supir tembak itu, resmi cuman nggak tercantum di SPJ gitu. Ya karyawan, cuman nggak ada di SPJ aja, lain jadwal. Pernah kasih ke orang, tapi masih supir juga, yang nggak tercantum di SPJ. Kalo lagi capek, temen lagi nganggur, ya kita kasih.” (Bapak A, supir)


(54)

Pernah nyuruh orang, tapi supir Mayasari juga. Kalo misalnya pas lagi capek, ya disuruh bawa. Ya istilahnya kalo nyari makan kantong sendiri kan nggak sayang, istilahnya kan dia kasih kerjaan dari pada dia istilahnya nganggur ya lumayan. Istilahnya, pergaulan gitu namanya, kalo di Mayasari. ” (Bapak B, supir)

“Ya, supir tembak, tapi karyawan, sama-sama karyawan Mayasari. Ya supir, cuman dia nganggur, gitu. Lagi nggak kerja, kita nembak ya dikasih.” (Bapak C, supir)

Para kondektur juga menyatakan hal yang sama, adanya supir tembak ini disebabkan supir tersebut merasa lelah akibat kerja dan menyuruh temannya yang memiliki waktu kosong untuk menggantikannya.

Jadi nggak supir yang lain, nggak bisa kan. Kalo bawa orang lain kan ini nya diperiksa kalau keluar, diperiksa dulu, ini nya sama surat perjalanan itu. Yang periksa pak keamanan itu yang di luar. Kalo bus nya mau keluar di iniin dikasih itu….SPJ, lembaran itu yang merah itu. Paling kalo supir mau ngasih, ke supir yang masih satu land. Biasanya supir begitu karna pengen istirahat.” (Bapak AA, kondektur)

“Kalo sama yang lain mah nggak pernah kalo bukan karyawan, kecuali kalo misalnya karyawan masih supir sini, nah baru. Supir begitu gara-gara capek. ” (Bapak AB, kondektur)


(55)

Ya pernah, tapi supir juga, kalo bukan supir mah ama orang dalem juga nggak boleh. Biasanya si supir ngeluh sakit, makanya dikasih ke kawan.” (Bapak AC, kondektur)

Berdasarkan hasil observasi, peneliti tidak menemukan ada supir yang digantikan oleh supir lainnya.

5.2.2. Gambaran Supir Gagal dalam Mengamankan

Gambaran supir gagal dalam mengamankan dalam penelitian ini ialah supir mengetahui ada kerusakan pada alat-alat bus, seperti ban, komponen mesin, atau alat-alat lainnya, tetapi tetap memaksa untuk menjalankan bus. Dari pengalaman Bapak A, diketahui bahwa dia belum pernah mengalami kerusakan mesin ketika mengemudi bus, hanya saja yang sering terjadi adalah kempesnya ban, sehingga Bapak A meminggirkan bus dan mengganti bannya di pinggir jalan. Bapak A tidak memaksa terus membawa bus tersebut sebab khawatir bisa fatal dan berisiko.

Kalau mesin mah belum pernah rusak di jalanan belum pernah, paling kempes ban, kempes ban tapi minggir. Kalau dipaksain kan kempes ban bisa repot. Kalau pun seandainya mesin ada gangguan di jalan mending diminggirin, daripada dipaksain jadi fatal sifatnya, mending dipinggirin.” (Bapak A, supir)

Bapak B mengatakan jika dia dalam kondisi seperti itu, dia lebih memilih untuk langsung pulang ke pool jika bannya kempes sebab menurutnya ini musibah dan beban bagi supir yang jika dipaksakan akan berbahaya, dan jika ada sedikit


(56)

gangguan pada komponen mesin maka tidak dipaksa jalan. Seperti Bapak B, Bapak C tidak memaksakan jalan walaupun ada gangguan pada komponen mesin atau komponen lainnya pada bus, sebab jika dipaksakan akan berbahaya, sehingga Bapak C memanggil storing atau derek resmi Mayasari Bakti untuk membawa bus ke pool.

“Yaa kalau udah jalan kan bahaya, misalkan kan, terus tiba-tiba berhenti kan, anginnya, kalau dipaksa jalan kan bahaya. Kebanyakan gitu yang berhenti di pinggir jalan itu kan ada yang tiba-tiba selang angin buat rem nya bocor, mesinnya rada-rada error. Yah paling masalah nya selang angin buat rem nya bocor. Saya kalau tahu begitu langsung pulang, itu kan musibah, beban buat supir, ya pulang. Ya kalau ban bocor mah gak bisa jalan, itu kalo masalah ban.” (Bapak B, supir)

“Nggak pernah juga, nggak pernah paksain jalan. Kan terasa, ada tanda-tanda pasti. Dalam mesin kan, istilah nya kan, ada.., terasa, macet apa atau keluar asap terus cari air. Misalnya rem, angin nya udah kurang atau apa, kan keliatan itu, udah ada tanda-tanda. Misal kopling, kopling lengket, berarti dari kopling udah ada tanda-tandanya rusak, ini kalo bagi yang ngerti, tapi kita bisa ngerasa lah, pakai perasaan gitu istilahnya. Kalau rem misalnya angin udah, feeling aja gitu, berarti udah ada, dari selang atau dari mana udah ada yang bocor. Kalo kopling kan, pas lengket, lengket kalo ada minyaknya, itu kalo minyaknya kurang berarti ada yang bocor. Tapi bus pasti dipinggirin, nunggu storing. Kalo dipaksa jalan kan bahaya.


(57)

Bapak AA sebagai kondektur juga menjelaskan bahwa jika bus ada gangguan, mereka menyuruh supir meminggirkan bus untuk mengecek dan melakukan tindakan pertama, seandainya tidak bisa, bus dibawa pulang ke pool.

Kalau ada tanda-tanda, umpamanya AC dan mesin panas, ya udah aja berhenti pulang masukin ke pool, pulang aja seperti ada ini kempes ban, pulang aja, pulang ke pool. Kalau dipinggirin ke jalan mah repot. Repot ada ini.., ada apa…, derek yang liar itu. Ya kalo mesinnya ada kerusakan mah Bapak pasti suruh berenti, kadang-kadang kalo supir ini kan udah pengalaman.., berenti aja gitu kalo-kalo ada kerusakan, punya feeling.” (Bapak AA, kondektur)

Bapak AB dan Bapak AC selaku kondektur juga menjelaskan bahwa bus mereka tidak dipaksa jalan meskipun ada sedikit gangguan mesin pada bus, menurut mereka hal itu dilakukan sebab kalau dipaksakan khawatir kerusakan bus semakin parah.

Kalau memang nggak terlalu parah macet bis, pernah mau ke mana gitu .…, tiba-tiba ngebul mesin, tapi mesin masih bisa jalan. Mesin kan pernah ngebul, hampir kayak kebakaran, tapi untung radiator nya langsung diisi air, supir langsung berentiin bus, kan gangguan di jalan. Dari pool kan nggak mungkin kan lagi rusak jadi batal bawa, gangguan kan di jalan. Kalau masih nggak bisa jalan, nggak dipaksain. Kalau kondisi berbahaya ya kita pinggirin. Kalo kira-kira tempatnya aman, taro.” (Bapak AB, kondektur)


(58)

Ya kalau begitu kita cari tempat yang aman, artinya kita cari tempat yang aman yang nggak mengganggu kendaraan lain, dipinggirin. Jadi yang jelas kalau kita kendaraan lagi error terus dijalanin terus, kita cari tempat yang aman, parkir terutama. Jadi kalo bisa dipaksakan pulang, ya pulang. Mobil ya begitu, kalau kita udah ngerasa ada gejala terus kita paksain, akhirnya makin parah.” (Bapak AC, kondektur)

Pada saat peneliti sedang observasi, tidak ditemui adanya supir yang gagal dalam mengamankan busnya.

5.2.3. Gambaran Supir Bekerja dengan Kecepatan Berbahaya

Bekerja dengan kecepatan berbahaya dalam penelitian ini adalah mengemudikan bus dengan kecepatan yang melebihi peraturan yang telah ditetapkan pemerintah. Menurut Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009, batas kecepatan maksimum kendaraan roda empat atau lebih di jalan tol ialah 80 km/jam dan minimal 60 km/jam, dan kelajuan kendaraan bus umum di kawasan jalan umum kota Jakarta ialah minimal 20 km/jam dan maksimal 40 km/jam.

Dari hasil wawancara dengan supir diketahui mereka sering membawa bus dengan kecepatan antara 40 km/jam sampai 80 km/jam di jalan raya, dan 80 km/jam sampai 100 km/jam di tol. Alasan mereka melaju dengan kecepatan seperti itu ialah ingin cepat sampai, kejar waktu, dan bisa mengatur selah, yakni mengatur jeda antara satu bis dengan bis lainnya ketika berhenti untuk mencari penumpang.


(59)

Biasanya lari 80 ke 100 di tol, di jalan biasa ya 60 lah. Ya supaya cepat sampai, selain itu supaya ngatur selah dengan yang di belakang.” (Bapak A, supir)

Ya, sering lari 70 lah, kalo di tol sampe 80. Alasannya pengen agak cepet.” (Bapak B, supir)

Ya paling sering 80 lah, kalo di jalan tol mah. Kalo di jalan biasa lari 40. Alasannya supaya cepet sampe.” (Bapak C, supir)

Gambar 5.1 Kecepatan Maksimal yang Diperbolehkan

Seperti yang diutarakan oleh supir, para kondektur juga mengatakan bahwa biasanya supir melaju dengan kecepatan rata-rata 80 km/jam sampai 100 km/jam di tol, dan 40 km/jam sampai 80 km/jam di jalan umum. Menurut mereka, alasan supir melaju dengan kecepatan seperti itu karena ingin mengejar waktu dan bisa mengatur selah dengan bus yang ada di depan dan belakangnya.


(60)

Ya begini, paling 60 lah. Di tol bisa 80. Biasa, ngatur selah.” (Bapak AA, kondektur)

Kalau buat di tol jalan lancar, bisa 100. Kalau jalan biasa paling 80. Alasannya ya sistem ini kan belakang nya kan ada, kalau kita terlalu lambat, kita nyampe di terminal dorong orang, tahu-tahu kita di belakangnya udah ngedorong lagi, sedangkan yang di depannya masih baru di sana, kita masih di depan situ, jadi sewanya kan nggak belum numpuk, belum ada gitu. Ya jadi ngatur selah. Kadang-kadang kan ribut kalau kurang rapet-kurang rapet, itu yang di belakang kita penuh, kursi belakang kita masih kosong. Minta gantian, jadinya ya omel-omelan, kadang berantem kadang-kadang.” (Bapak AB, kondektur)

Paling sering lari 80 kalo di tol, di jalan biasa paling 40. Ya.., pengen kejar sama nguber waktu.” (Bapak AC, kondektur)

Pada saat peneliti sedang observasi terhadap ketiga supir, mereka membawa bus dengan kecepatan rata-rata antara 80 km/jam sampai 100 km/jam di jalan tol, dan rata-rata antara 30 km/jam sampai 60 km/jam di jalan umum.

5.2.4. Gambaran Supir Menghilangkan Alat Pengaman

Menghilangkan alat pengaman dalam penelitian ini adalah melepas alat pengaman pada bus, seperti lampu sen, seat bealt, rem, spion, klakson, dan penghapus kaca. Berdasarkan hasil wawancara dengan semua informan, mereka tidak pernah menghilangkan atau melepas alat-alat pengaman pada bus dengan


(61)

Nggak pernah ngilangin kalo lagi jalan. Tapi kalo di pool, bus diem, spion kita pindahin, rawan. Lagian kan bus nya punya orang.” (Bapak A, supir) “Belum pernah saya. Belum pernah kalo semacam sen gitu, atau klakson, atau lainnya, belum pernah. Buat apaan?” (Bapak B, supir)

Klakson ada, lampu sen ada, kayaknya semua ada, tetep ada. Semuanya harus ada.” (Bapak C, supir)

Belum pernah, ya nggak, kan itu mah ini, kalo misalkan spion gitu kan penting kalo jalan. Nggak itu mah, semua harus ada. Spion, bangsa sen, semua hidup.” (Bapak AA, kondektur)

Nggak pernah, contoh kalau spion kan, kalo nggak ada itu kan kita nggak bisa jalan, kalau sabuk pengaman juga nggak pernah, kalau di bus selalu nempel.” (Bapak AB, kondektur)

“Kalo yang sekarang sih, ya masih jelek-jelek, masih ada, ada semua sih. Lampu ada, klakson ada, penghapus kaca ada. Ya nggak pernah dihilangin, misalnya wiper atau kaca pembersih, kalau itu kan istilahnya penting itu, nggak bisa dihilangin.” (Bapak AC, kondektur)

Berdasarkan hasil observasi, peneliti tidak menemukan adanya supir yang menghilangkan alat pengaman pada bus, hal ini dibuktikan dengan masih tersedianya alat-alat pengaman tersebut dalam bus, seperti: rem, seat belt, spion, klakson, lampu sen, dan witer (penghapus kaca). Berdasarkan hasil wawancara dengan semua informan, mereka tidak pernah menghilangkan atau melepas


(62)

alat-alat pengaman pada bus dengan alasan bahwa mereka menganggap alat-alat-alat-alat itu penting dan fital saat mengemudi. Dari hal ini diketahui bahwa supir bus Mayasari Bakti masih memiliki tingkat kesadaran dan rasa memiliki serta kepedulian yang tinggi, di mana para supir ini menjaga alat-alat pengaman pada bus agar tidak hilang, atau tetap berada di dalam bus.

5.2.5. Gambaran Supir Membuat Alat Pengaman Tidak Berfungsi

Membuat alat pengaman tidak berfungsi dalam penelitian ini adalah supir sengaja merusak alat-alat pengaman pada bus seperti rem, spion, klakson, lampu sen, witer (penghapus kaca), dan seat belt. Menurut para informan, alat-alat pengaman pada bus tetap berfungsi sebagai mana mestinya, sebab mereka tahu akan keuntungan dari alat-alat pengaman tersebut.

Belum, belum pernah ngerusakin harta orang. Nggak pernah, mobil orang kan, ya udah dibiarin gitu aja, nggak dirusakin.” (Bapak A, supir)

Belum pernah, buat apaan ? Lagian nggak ada untungnya.” (Bapak B, supir)

Nggak pernah dirusak. Semuanya masih berfungsi, satu contoh misal spion, kalo spionnya rusak, takut sama motor, kan jaman sekarang kan motor suka selap-selip gitu, itu yang ditakutin.” (Bapak C, supir)

Nggak itu, itu mah ini, umpama kalo spion gitu kan ya, nggak…, itu mah, harus berfungsi. Spion, bangsa sen, semua idup.” (Bapak AA, kondektur)Ya nggak mau lah. Ya istilahnya ladang dia kok.” (Bapak AB, kondektur)


(63)

Setahu saya nggak pernah, alhamdulillah. Kalo supir saya belum pernah ada kasus begini. Karna semuanya itu penting” (Bapak AC, kondektur)

Berdasarkan hasil observasi, peneliti tidak menemukan alat pengaman yang rusak pada bus, seperti rem, spion, klakson, lampu sen, witer (penghapus kaca), dan seat belt. semuanya berfungsi sebagaimana mestinya. Menurut para informan, alat-alat pengaman pada bus tetap berfungsi sebagai mana mestinya, sebab mereka tahu keuntungan dari alat-alat pengaman tersebut. Dari hal ini diketahui bahwa supir bus Mayasari Bakti masih memiliki tingkat kesadaran dan rasa memiliki serta kepedulian yang tinggi, di mana para supir ini menjaga alat-alat pengaman pada bus agar tidak cepat rusak, atau tetap berada dalam kondisi baik.

5.2.6. Gambaran Supir Menggunakan Peralatan yang Rusak

Menggunakan peralatan yang rusak dalam penelitian ini adalah mengunakan alat yang tidak berfungsi dengan baik saat membawa bus. Berdasarkan hasil wawancara dengan supir, mereka pernah mengalami kerusakan di rem dan kopling, selain itu terdapat juga kerusakan speedometer milik Bapak B, jok yang rusak milik Bapak A, dan kabel penghidup lampu sen yang terkadang mati milik Bapak C.

“Ya pasti ada juga yang rusak, pengalaman saya, biasanya yang rusak sih kopling, tapi kalo sekarang jok, sekarang kan joknya nggak jalan. Joknya itu kadang-kadang copot, barusan mah itu. Hari ini jok nya mau di service.” (Bapak A, supir)


(1)

LEMBAR PERSETUJUAN (INFORM CONCERN)

Saya yang bernama Reza Kurnia adalah mahasiswa peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), jurusan Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini sedang melakukan penelitian tentang Gambaran Perilaku Tidak Aman Supir Bus Mayasari Bakti Saat Mengemudi Tahun 2013. Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesediaan Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini dan saya sangat berharap kepada Anda untuk menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dengan sejujur-jujurnya. Setiap jawaban Anda akan dijaga kerahasiaannya dari siapapun dan tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap kinerja Anda dan jawaban Anda hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini. Untuk itu saya sangat mengharapkan Anda untuk dapat meluangkan waktunya untuk melakukan wawancara dengan peneliti. Akhir kata, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kesediaan Anda menjadi informan pada penelitian ini. Semoga bantuan dan kerjasama Anda menjadi amal ibadah yang bernilai di sisi-Nya.

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama :

Umur : No. Telp : Lama kerja :

Mohon untuk membubuhkan tanda tangan jika anda bersedia menjadi informan dalam penelitian ini. Atas kerjasama dan kesediaannya, saya ucapkan terima kasih.

Informan Penelitian (...)


(2)

PANDUAN WAWANCARA MENDALAM TERHADAP SUPIR BUS

1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang

a. Apakah Bapak punya SIM B1 umum untuk mengemudi bus ?

b. Kenapa tidak punya SIM B1 umum ? (probing)

c. Apakah Bapak pernah menyuruh orang lain untuk menggantikan Bapak

dalam mengemudi Bus ? Siapa ?

d. Kenapa Bapak melakukannya ?

2. Gagal dalam mengamankan

a. Apa yang Bapak lakukan jika ada komponen alat atau mesin bus mengalami

gangguan ketika mengemudi ? Bisa diceritakan ?

b. Mengapa Bapak melakukan hal tersebut ? (probing)

3. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya

a. Berapa kecepatan yang sering Bapak tempuh saat mengemudikan bus ?

b. Berapa kecepatan paling tinggi yang pernah Bapak tempuh ketika mengemudi

Bus di jalan tol dan di jalan raya ?

c. Mengapa Bapak melaju bus dengan kecepatan seperti itu ? Ingin cepat sampai (kejar target), kesenangan (biasanya seperti itu) ?

4. Menghilangkan alat pengaman

a. Apakah Bapak pernah menghilangkan alat pengaman seperti lampu sen,

klakson, seat belt, rem, penghapus kaca, dan spion ? Bisa diceritakan ?

b. Mengapa Bapak menghilangkannya (probing) ?

c. Pernahkah Bapak melihat supir bus Mayasari Bakti menghilangkan alat pengaman bus ?

d. Menurut Bapak, apa akibatnya jika supir menghilangkan alat pengaman bus ?

5. Membuat alat pengaman tidak berfungsi

a. Bapak pernah membuat alat pengaman tidak berfungsi atau merusaknya ?

Bisa diceritakan ?

b. Kenapa Bapak melakukannya (probing) ?

c. Pernahkah Bapak melihat supir bus Mayasari Bakti merusakkan alat pengaman bus ?


(3)

7. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai

a. Apakah di bus ini ada peralatan yang tidak semestinya ada pada bus (di luar peralatan standar bus) ? (sambil observasi)

b. Kenapa Bapak memakainya ? (probing)

8. Tidak menggunakan APD dengan benar

a. Seberapa sering Bapak menggunakan sabuk pengaman ?

b. Mengapa Bapak tidak menggunakan sabuk pengaman (probing) ?

9. Pengisian/pembebanan yang tidak sesuai

a. Bapak pernah angkut penumpang secara berlebihan sampai sesak hingga melebihi batas maximum muatan ? Bisa diceritakan ?

b. Kenapa Bapak melakukannya ?

10. Posisi atau sikap tubuh yang salah

a. Bagaimana menurut bapak kondisi tempat kemudi Bapak? Apakah sudah nyaman?

b. Bagaimana posisi tubuh Bapak saat mengemudi ?

c. Apa saja keluhan yang bapak rasakan (pegal/lelah) ketika sedang mengemudi dan setelah mengemudi ?

11. Berkelakar atau bersenda gurau

a. Apakah Bapak mempunyai handphone ?

b. Apakah Bapak membawa handphone ketika mengemudi ?

c. Apakah Bapak pernah menggunakan handphone, baik dalam berkomunikasi

atau membalas SMS ketika mengemudi ? Bisa diceritakan ? d. Apa alasan Bapak berperilaku seperti itu ?

e. Bagaimana pendapat Bapak tentang menjawab panggilan handphone atau

membalas SMS ketika mengemudi ? Bisa diceritakan ?

f. Menurut Bapak, mengapa supir-supir yang lain sering berbuat demikian ? 12. Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan

a. Bapak pernah minum alkohol atau obat-obatan sebelum bekerja ? (probing: jenis alkohol atau obat-obatan)


(4)

WAWANCARA MENDALAM TERHADAP KONDEKTUR BUS

1. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang

a. Adakah orang lain selain Bapak Supir yang mengemudi ?

b. Kenapa supir berbuat demikian ?

2. Gagal dalam mengamankan

a. Apa yang supir lakukan jika ada alat-alat atau mesin bus mengalami gangguan ketika mengemudi ?

b. Menurut Bapak, mengapa supir berbuat demikian ?

3. Bekerja dengan kecepatan yang berbahaya

a. Menurut perkiraan Bapak, berapa kecepatan yang biasa dicapai oleh supir ketika mengemudi bus ?

b. Mengapa supir berbuat demikian ? (melaju kencang/tidak melaju kencang)

4. Menghilangkan alat pengaman

a. Bapak pernah tahu kalau supir pernah menghilangkan alat pengaman tersebut ?

b. Menurut Bapak, kenapa supir berbuat demikian ? (probing)

5. Membuat alat pengaman tidak berfungsi

a. Bapak pernah tahu kalau supir pernah membuat alat pengaman tidak berfungsi atau merusakkannya ?

b. Kira-kira menurut Bapak, kenapa supir berbuat demikian ?

6. Menggunakan peralatan yang rusak

a. Pak, apakah di bus ini ada komponen peralatan yang rusak ? (sambil observasi)

b. Menurut Bapak, mengapa supir berbuat begitu ? (probing) 7. Menggunakan peralatan yang tidak sesuai

a. Menurut Bapak, di bus ini ada peralatan yang tidak semestinya ada pada bus (di luar peralatan standar bus) ?


(5)

9. Pengisian /pembebanan yang tidak sesuai

a. Berapa sebenarnya beban maksimum muatan yang boleh diangkut oleh

bus ?

b. Bagaimana beban muatan yang biasa diangkut oleh bus bapak ? (probing: jumlah muatan) ?

c. Apakah supir pernah angkut penumpang secara berlebihan sampai sesak hingga melebihi batas maximum muatan ?

d. Menurut Bapak, kenapa supir seperti itu ? 10.Posisi atau sikap tubuh yang salah

a. Bagaimana menurut bapak kondisi tempat kemudi supir ? Apakah supir pernah mengeluh tidak nyaman?

b. Bagaimana posisi tubuh supir saat mengemudi ?

c. Apa saja keluhan yang supir rasakan (pegal/lelah) ketika sedang mengemudi dan setelah mengemudi?

11.Berkelakar atau bersenda gurau

a. Apa pendapat Bapak terhadap supir yang menggunakan handphone

(menelepon atau sms) ketika sendang mengemudi ?

b. Bapak pernah melihat supir menggunakan handphone saat supir sedang mengemudi ? Bisa diceritakan ?

c. Menurut Bapak, mengapa Pak supir berbuat demikian ?

12.Bekerja dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan

a. Bapak pernah melihat Pak supir mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan

sebelum mengemudi ? (probing: jenis alkohol atau obat-obatan)

b. Biasanya, kapan Bapak Pak supir minum bersama teman atau sendirian

itu?

c. Apakah sampai saat ini Pak supir masih mengkonsumsinya ?


(6)

LEMBAR OBSERVASI

NO INFORMASI

FAKTA DI

LAPANGAN CATATAN YA TIDAK

1. Melakukan pekerjaan tanpa

wewenang

2. Gagal dalam mengamankan

3. Bekerja dengan kecepatan

berbahaya

4. Menghilangkan alat pengaman

5. Membuat alat pengaman tidak

berfungsi

6. Menggunakan peralatan yang rusak

7. Menggunakan peralatan yang tidak

sesuai

8. Tidak menggunakan APD dengan

benar

9. Pengisian/pembebanan yang tidak

sesuai

10. Posisi tubuh yang salah

11. Berkelakakar atau bersenda gurau

12. Bekerja dibawah pengaruh alkohol

atau obat-obatan

LEMBAR OBSERVASI KEPEMILIKAN SIM B1 UMUM