Pengaruh Sosiodemografi Dan Karakteristik Pekerjaan Terhadap Keinginan Pindah Kerja Bidan Di Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

PENGARUH SOSIODEMOGRAFI DAN KARAKTERISTIK PEKERJAAN TERHADAP KEINGINAN PINDAH KERJA BIDAN

DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

T E S I S

Oleh

MUHAMMAD SURYA DESA 067023011/AKK

.

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2008


(2)

PENGARUH SOSIO DEMOGRAFI DAN KARAKTERISTIK PEKERJAAN TERHADAP KEINGINAN PINDAH KERJA BIDAN

DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam

Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Konsentrasi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

MUHAMMAD SURYA DESA 067023011/AKK

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(3)

ABSTRAK

Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan terlatih yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak. Angka turnover rate bidan di Kabupaten Serdang Bedagai selama 2004–2007 sebesar 19,75%, sehingga berdampak terhadap keberlangsungan pertolongan persalinan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh sosiodemografi dan karakteristik pekerjaan terhadap keinginan pindah bidan kerja di Kabupaten Serdang Bedagai. Jenis penelitian ini adalah survai dengan tipe eksplanatory research dengan populasi seluruh bidan berjumlah 372 orang, dan sampel sebanyak 80 orang. Pengambilan sampel secara proporsional sampling to size dan dianalisis dengan uji regresi logistik pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan pada variabel sosiodemografi diketahui tidak ada pengaruh signifikan umur (p=0,134), status perkawinan (p=0,465), status kepegawaian (p=0,510), jabatan (p=0,717), masa kerja (p=0,804) terhadap keinginan pindah kerja bidan. Pada variabel karakteristik pekerjaan, tidak ada pengaruh beban kerja (p=0,813) dan kompensasi (p=0,880) terhadap keinginan pindah kerja bidan. Ada pengaruh hubungan kerja (p=0,013), dan dukungan sosial (p=0,002) terhadap keinginan pindah kerja bidan di Kabupaten Serdang Bedagai.

Disarankan kepada dinas kesehatan intensif meningkatkan pertemuan dengan melibatkan tokoh masyarakat dan bidan secara berkala, perencanaan perekrutan bidan sesuai kebutuhan dan penempatan sesuai dengan karakteristik sosial dan budaya masyarakat setempat, dan kepada puskesmas agar memfasilitasi pertemuan antara bidan dengan tenaga medis setiap bulan, serta melakukan advokasi tentang pengelolaan pegawai tidak tetap agar sesuai dengan kebutuhan.


(4)

ABSTRACT

Midwife is one of the trained health personnel who are responsible for mother and child health service. The rate of turnover for 2004-2007 was 19,75%. That is affecting to continuity of delivery assistance and mother and child health service.

The purpose of this study with explanatory research type is to explain the influence of socio-demography and job characteristics on midewives intention to move their work site in Serdang Bedagai District. The population of this study were 372 midwives an 80 of them were selected through the proportional sampling technique to be samples. The data were analyzed through logistic regression test at the level of confidence of 95%.

The result of this study shows that, in terms of the variable of sosio-demography, age (p=0,134), marital status (p=0,465), civil-servant status (p=0,510), position (p=0,717), and length of service (p=0,804) are not have significant influence to intention the midwives to move their work site. In term of the variable of job characteristics, work load (p=0,813) and compensation (p=0,880) are not have influence on the intention the midwives to move their work site. The variables which have influence to intention the midwives to move are work-related (p=0,013), and social support (p=0,002).

It is suggested to District Health Service to improved a meeting periodically among midwive and community of figures and recruitment planning of midwife according to requirement and location as according to social characteristic and culture dan to facilited a meeting periodically of midwives and advice on temporary employee management is required in order to keep them fit the need.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat dan KaruniaNya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh Sosiodemografi dan Karakteristik Pekerjaan terhadap Keinginan Pindah Bidan di Kabupaten Serdang Bedagai”. Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak.

Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Ibu Dr.Endang Sulistya Rini, SE, Msi, dan ibu Dra. Syarifah, MS selaku komisi pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu dan pikiran serta dengan penuh kesabaran membimbing penulis dalam penyusunan tesis ini.

Kepada Bapak Prof.dr.Chairuddin P.Lubis,DTM&H,DSAK selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan Ibu Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,M.Sc. selaku Direktur Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang telah menyediakan fasilitas perkuliahan.

Kepada Bapak Dr.Drs.Surya Utama,MS selaku Ketua Program ibu DR.Dra.Ida Yustina,Msi selaku Sekretaris Program Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan motivasi serta arahan dalam perkuliahan dan penyelesaian tesis.

Kepada Bapak dr.Edwin Effendi,MSc selaku Kepala Dinas Kesehatan dan drg Zaniyar selaku kepala tata Usaha Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai yang


(6)

telah memberikan izin untuk melakukan penelitian, dukungan dan bimbingan selama melakukan penelitian.

Kepada Bapak Dr.Fikarwin Zuska, dan Bapak Drs. Tukiman, MS sebagai pembanding yang telah memberikan masukan, saran dan bimbingan dalam penyelesaian tesis ini.

Terima kasih penulis ucapkan yang tak terhingga kepada kedua orang tua penulis yaitu ayahanda Syamsuddin Yusuf, dan ibunda Hafsah Mahmud yang telah memberikan motivasi untuk kuliah magister, dan dukungan doa dan dana dalam menyelesaikan perkualihan dan terima kasih juga kepada abang penulis Junaidi dan keluarga, dan Mulyadi Putra dan keluarga, dan adik penulis Irham Vahlevi yang telah memberikan dorongan bagi penulis untuk meniti karir dan motivasi untuk kuliah magister. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Sri Wahyuni, SKM yang telah iklhas dan tulus memberikan semangat kepada penulis dalam menjalani perkuliahan dan kontribusi pemikiran dalam penulisan tesis ini.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Juli 2008


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Muhammad Surya Desa yang dilahirkan di desa Sukon Paku pada tanggal 10 September 1981, anak ke tiga dari empat bersaudara, beragama islam dan bertempat tinggal di Jalan Setia Budi, Komplek Kopertis SUMUT, Gg Anggrek No.2 Kecamatan Medan Selayang Tanjung Sari Medan.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar pada tahun 1993 di SD N Geuleumpang Payong, Sigli Provinsi NAD, tahun 1996 menamatkan pendidikan tingkat menegah pertama di Madrasah Tsnawiyah Negeri di MTsN Geuleumpang Minyeuk, Sigli Provinsi NAD, kemudian tahun 1999 menamatkan Sekolah Menengah Umum di SMU 1 Mutiara, Sigli Provinsi NAD, dan kemudian pada tahun 2004 peneliti menamatkan kuliah jenjang sarjana pertama di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Penulis bekerja sebagai staf bagian umum dan kepegawaian di Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai terhitung April 2005 sampai sekarang.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Permasalahan ... 12

Tujuan Penelitian ... 13

Hipotesis ... 13

Manfaat Penelitian ... 14

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 15

Keinginan Pindah Tempat Kerja (Intention Turnover) ... 15

Teori Pengambilan Keputusan... 29

Landasan Teori ... 32

Kerangka Konsep ... 35

BAB 3 METODE PENELITIAN... 36

Jenis Penelitian ... 36

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

Populasi dan Sampel ... 36

Metode Pengumpulan Data ... 38

Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 41

Metode Pengukuran ... 43

Metode Analisis Data ... 44

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 47

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 47

Deskripsi Variabel Penelitian ... 51

Keinginan Pindah Kerja Bidan ... 59

Hubungan Variabel Independen dengan Dependen ... 61


(9)

BAB 5 PEMBAHASAN ... 65

Keinginan Pindah Kerja Bidan ... 65

Pengaruh Sosio Demografi terhadap Keinginan Pindah Kerja Bidan ... 69

Pengaruh Karakteristik Pekerjaan terhadap Keinginan Pindah Kerja Bidan... 75

Keterbatasan Penelitian ... 89

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

Kesimpulan ... 91

Saran ... 92


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Rata-rata Jumlah Bidan berdasarkan Jumlah Penduduk Se-Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2007 ... 5 2. Analisis Perpindahan Bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Se-Kabupaten

Serdang Bedagai Tahun 2004-2007 ... 6 3. Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas

Se-Kabupaten Serdang Bedagai ... 38 4. Hasil Pengujian Validitas dan Reliablitas Alat Ukur ... 40 5. Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen ... 43 6. Distribusi Frekuensi Penduduk Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten

Serdang Bedagai Tahun 2007... 47 7. Gambaran Pencapaian Derajat Kesehatan di Kabupaten Serdang Bedagai

Tahun 2007 ... 48 8. Gambaran Pencapaian Cakupan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di

Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2007 ... 49 9. Gambaran Sumber Daya Manusia Kesehatan di Kabupaten Serdang

Bedagai Tahun 2007 ... 50 10. Distribusi Frekuensi Variabel Sosio Demografi... 52 11. Distribusi Frekuensi Beban Kerja Bidan ... 53 12. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Beban Kerja Bidan 54 13. Distribusi Frekuensi Hubungan Kerja Bidan... 55 14. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Hubungan Kerja

Bidan... 56 15. Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial ... 57 16. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan Sosial 57 17. Distribusi Frekuensi Kompensasi ... 59 18. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Kompensasi ... 59 19. Distribusi Frekuensi Indikator Keinginan Pindah Kerja Bidan... 60


(11)

20. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Keinginan Pindah Kerja Bidan... 61 21. Hubungan Variabel Sosio Demografi dengan Keinginan Pindah Kerja

Bidan... 62 22. Hubungan Variabel Karakteristik Pekerjaan dengan Keinginan Pindah

Kerja Bidan ... 63 23. Hasil Uji Regresi Logistik ... 64


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Determinan Intensi Pindah Kerja (Intention turnover) Sumber Daya Manusia Suatu Organisasi... 32 2. Kerangka Konsep Penelitian ... 34


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian Pengaruh Sosio Demografi dan Karakteristik Pekerjaan terhadap Keinginan Pindah Kerja Bidan di Kabupaten Serdang

Bedagai... 99 2. Master Data Penelitian Pengaruh Sosio Demografi dan Karakteristik

Pekerjaan terhadap Keinginan Pindah Kerja Bidan di Kabupaten Serdang

Bedagai... 106 3. Hasil Pengolahan Data Penelitian Pengaruh Sosio Demografi dan

Karakteristik Pekerjaan terhadap Keinginan Pindah Kerja Bidan di Kabupaten Serdang Bedagai ... 112 4. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 138 5. Surat Keterangan Pelaksanaan Penelitian ... 139


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) adalah bagian integral dari konsep pembangunan kesehatan menuju Indonesia Sehat 2010. Program KIA bertujuan untuk meningkatkan pelayanan antenatal di semua fasilitas pelayanan kesehatan dengan mutu yang baik serta menjangkau semua kelompok sasaran, meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga profesional, meningkatkan deteksi dini risiko tinggi ibu hamil dan melaksanakan sistem rujukan serta meningkatkan pelayanan neonatal dengan mutu yang baik (Depkes RI, 2005a:4).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005, diketahui Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini berarti lebih dari 18.000 ibu meninggal per tahun atau 2 ibu meninggal tiap jam oleh sebab kehamilan, persalinan dan nifas. Bila dibandingkan dengan target yang dicapai pada tahun 2010 masih jauh dari yang diharapkan yaitu 125 per 100.000 kelahiran hidup. (Depkes RI, 2005b:56-58).

Berdasarkan laporan Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2005, bahwa dari 320 wanita usia reproduktif di Indonesia, tercatat 38 kematian maternal. Masalah utama ibu bersalin dipengaruhi oleh faktor demografi, status reproduksi, status kesehatan ibu, perilaku dan akses ke pelayanan kesehatan. Penyebab kematian ibu secara langsung 28% karena pendarahan, 24% karena eklamsi dan 11% karena infeksi. Proporsi kematian maternal di pedesaan tiga kali lebih besar dari perkotaan.


(15)

Berdasarkan hasil Survai Kesehatan Nasional tahun 2004 bahwa cakupan pertolongan persalinan yang dilaporkan oleh diketahui 31,2% ibu untuk pertolongan awal persalinan pergi ke tenaga non kesehatan (dukun 28,3%, keluarga 2,4%), sedangkan pertolongan yang dilakukan oleh tenaga profesional khususnya bidan sebanyak 64,5% termasuk bidan praktek swasta.

Angka Kematian Ibu (AKI) di Sumatera Utara tahun 2003 berkisar 379 per 100.000 kelahiran hidup, dengan cakupan Antenatal Care (ANC) yaitu kunjungan pertama (K1) 82,96% dan kunjungan keempat (K4) 75,56% serta persalinan pertolongan oleh tenaga kesehatan 74,98%. Dilihat dari proporsi tenaga Bidan di Indonesia sebesar 34,8 per 100.000 penduduk, dan untuk Sumatera Utara 9,4 per 100.000 penduduk. Angka ini masih sangat jauh dari standar yang direkomendasikan Depkes RI yaitu 100 per 100.000 penduduk (Depkes RI, 2005a:58-101)

Berdasarkan Hasil Survei Kesehatan Daerah tahun 2005 di Kabupaten Serdang Bedagai, diketahui bahwa angka kematian selama periode 5 tahun (2001-2005), tertinggi terdapat pada kelompok umur 65 – 69 tahun, yaitu sebesar 95.23 per 10.000 penduduk, menyusul kelompok 70 tahun ke atas, sebesar 71,42 per 10.000 penduduk dan kelompok 0–1 tahun sebesar 54,26 per 10.000 penduduk. Berdasarkan kunjungan ANC diketahui mayoritas ibu yang mempunyai Balita melakukan ANC sebesar 90,6%, tidak melakukan ANC sebesar 9,02%, dan tidak tahu tentang ANC sebesar 0,38%. Proporsi kematian ibu hamil tahun 2006 adalah sebanyak 16 orang (0,11%) dari 14.073 ibu hamil. Kematian ibu melahirkan tertinggi terdapat di wilayah


(16)

sebesar 1,8/1000 kelahiran hidup. Tingginya angka kematian ibu disebabkan oleh komplikasi persalinan (0,9 per 1.000 kelahiran hidup) dan komplikasi kehamilan (0,14 per 1.000 ibu hamil) (Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai, 2006:122-125).

Berdasarkan pemanfaatan pelayanan kesehatan, sebagian besar anggota keluarga yang sakit mencari pengobatan di praktek petugas kesehatan (30,8 %), puskesmas (28%) dan poliklinik (13,9 %). Keadaan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat lebih memilih praktek petugas kesehatan dibanding puskesmas. Dilihat dari pertolongan persalinan, penolong pertama pada proses persalinan dilakukan oleh tenaga kesehatan yaitu bidan (77,13%), dokter (7,88%) dan paramedis (4,7%). Pertolongan oleh keluarga dan dukun masih dijumpai pada daerah ini (Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai, 2006:114-116).

Salah satu tenaga kesehatan yang terlibat langsung terhadap pelayanan kesehatan ibu dan anak adalah bidan. Bidan mempunyai tugas penting dalam memberikan bimbingan, asuhan dan penyuluhan kepada ibu hamil, persalinan dengan tanggung jawabnya sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir. Asuhan ini termasuk tindakan pencegahan, deteksi kondisi abnormal pada ibu dan anak, dan melaksanakan tindakan kegawatdaruratan medik (Sheila dan Anthea, 2006:26-27).

International Confederation of Midwives (ICM) tahun 2005, merumuskan definisi Bidan, yaitu seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar dan atau memiliki izin yang sah untuk melakukan praktik bidan. Tugas


(17)

tersebut merupakan bagian dari pencapaian program kesehatan nasional melalui strategi Making Pregnancy Safe (MPS) yang difokuskan pada (1) pertolongan persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih, (2) komplikasi obstetri dan neonatal harus mendapatkan pelayanan yang adekuat dan (3) setiap wanita subur mempunyai akses terhadap upaya pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat (Depkes RI, 2007:4-5).

Sesuai dengan permasalahan kesehatan di Indonesia khususnya masalah kesehatan ibu dan bayi/anak, pemerintah meningkatkan pendayagunaan tenaga kesehatan di seluruh pelosok masyarakat, khususnya ke desa-desa yang aksesibilitasnya kurang terhadap sarana kesehatan. Salah satu program pemerintah adalah pendayagunaan tenaga non Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam hal ini Pegawai Tidak Tetap (PTT) khususnya bidan di desa (Depkes RI, 2002a:2).

Bidan di masyarakat dituntut untuk profesional dan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat. Pelayanan kesehatan berkualitas tergantung dari kompetensi bidan, ketersediaan sarana dan prasarana yang mendukung, kondisi lingkungan kerja yang kondusif serta standar mutu pelayanan kesehatan lainnya dalam hal ini pelayanan kesehatan ibu dan anak.

Proporsi bidan di Kabupaten Serdang Bedagai hanya berkisar 0,5 per 100.000 penduduk. Bila dibandingkan dengan indikator Indonesia Sehat 2010 proporsi bidan tersebut masih jauh di bawah standar yaitu 100 bidan per 100.000 penduduk. (Dinas


(18)

Meskipun proporsi bidan di Kabupaten Serdang Bedagai masih rendah namun masih ada juga yang melakukan perpindahan antar desa, antar puskesmas, antar kabupaten di Kabupaten Serdang Bedagai serta pindah ke Rumah Sakit Umum Daerah yang baru diresmikan Januari 2007. Adapun rata-rata jumlah bidan di Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan kecamatan dapat dilihat pada Tabel 1.1: Tabel 1.1 Rata-rata Jumlah Bidan di Kecamatan berdasarkan Jumlah

Penduduk Se-Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2007

No Kecamatan Jumlah Penduduk

Jumlah Bidan

Rata-rata Bidan per 10.000 penduduk

1 Kotarih 8,304 34 4.09

2 Silinda 9,540 9 0.94

3 Bintang Bayu 12,262 19 1.55

4 Dolok Masihul 50,864 32 0.63

5 Serbajadi 21,594 16 0.74

6 Sipis-pis 32,583 21 0.64

7 Dolok Merawan 17,683 29 1.64

8 Tebing Tinggi 46,348 11 0.24

9 Tebing Syahbandar 33,401 24 0.72

10 Bandar Khalifah 25,393 14 0.55

11 Tanjung Beringin 36,066 20 0.55

12 Sei Rampah 63,131 24 0.38

13 Sei Bamban 41,505 19 0.46

14 Teluk Mengkudu 41,304 15 0.36

15 Perbaungan 97,031 32 0.33

16 Pegajahan 27,817 38 1.37

17 Pantai Cermin 40,804 15 0.37

Total 605,630 372

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai, 2008

Selama kurun waktu 2004-2007, terjadi fluktuasi perekrutan dan perpindahan bidan. Tahun 2004 jumlah Bidan PTT dan PNS berjumlah 116 orang, tahun 2005 meningkat menjadi 242 orang, dan tahun 2006 meningkat menjadi 335 orang, dan 372 orang pada tahun 2007, seperti pada Tabel 1.2.


(19)

Tabel 1.2 Analisis Perpindahan Bidan di Kabupaten Serdang Bedagai Selama Kurun Waktu Empat tahun (2004-2007)

Perpindahan

Tahun Jumlah

Bidan Antar D esa Ke Puskes mas Antar Kabu pate n Ke Dina s Keseha tan

Ke RSUD Jumla

h

% Mean Turnover

Rate (%)

2004 116 8 2 1 2 0 13 11.21

2005 242 12 5 2 0 0 19 7.85

2006 335 19 9 4 0 0 32 9.55

2007 372 1 0 0 1 15 17 4.57

Total 81

20,25 19,75%

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai, 2008

*) Jumlah Bidan Berdasarkan Alokasi dari kabupaten Deli Serdang (sesudah pemekaran)

Berdasarkan Tabel 1.2, dapat dilihat bahwa proporsi perpindahan bidan dari dan berbagai lokasi perpindahan setiap tahun meningkat dengan rata-rata perpindahan 27,00, artinya selama 4 (empat) tahun rata-rata bidan yang melakukan perpindahan dari satu lokasi ke lokasi lain sebanyak 20 orang. Dengan rata-rata perpindahan tersebut berdampak terhadap rasio bidan disetiap wilayah kerjanya, artinya ada wilayah dengan rasio bidan berdasarkan penduduk yang rendah yaitu wilayah yang ditinggalkan bidan dan ada yang sangat tinggi, sehingga tidak dapat mengakomodir pelayanan asuhan kebidanan kepada masyarakat. Berdasarkan perhitungan turnover rate yaitu dengan membandingkan jumlah tahun dengan rata-rata perpindahan selama tahun tersebut dikalikan 100 persen (Mobley, 1982:36), sehingga diperoleh turnover rate-nya sebesar 19,75 %, sedangkan jika dibandingkan dengan rata-rata perekrutan bidan yaitu 24,03% artinya setiap tahunnya terdapat 4,28% bidan yang direkrut harus menutupi kekosongan pada wilayah yang ditinggalkan, sementara analisis kebutuhan bidan sesuai dengan perencanaan tidak terpenuhi.


(20)

Keadaan tersebut sangat berpotensi terhadap minimnya pertolongan persalinan, perawatan dan asuhan keperawatan bagi ibu hamil dan balita yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih di lokasi yang ditinggalkannya. Untuk itu pemerintah pusat memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan Daerah untuk mengusulkan jumlah bidan yang dibutuhkan untuk diangkat menjadi bidan PTT dan usulan formasi bidan untuk diangkat menjadi PNS. Namun pada kenyataannya pengusulan bidan menjadi bidan PTT masih berdasarkan formasi yang ditetapkan Depkes RI, demikian juga bidan yang diangkat menjadi PNS tetap mengacu pada ketentuan dan formasi dari Badan Kepegawaian Daerah dan Nasional.

Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten Serdang Bedagai yang mempunyai wewenang terhadap pembangunan kesehatan tetap memberdayakan sumber daya manusia yang ada meskipun belum sesuai dengan proporsi yang diharapkan untuk memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Hal ini tercermin dari program-program kesehatan seperti pelayanan bergerak, peningkatan operasional bidan desa, pengurangan jumlah bidan di Puskesmas, penempatan tenaga bidan ke poskesdes yang telah dibangun, pengiriman tenaga bidan untuk mengikuti pelatihan asuhan kebidanan secara berkala serta memberikan sarana dan prasarana penunjang tugas kebidanan di masyarakat seperti bidan kit.

Kebijakan Depkes RI tentang pengangkatan Bidan PTT mewajibkan bidan PTT mengabdi di masyarakat selama 3 (tiga) tahun, dan penempatannya merupakan wewenang dari Dinas Kesehatan Daerah, maka secara administrasi hanya


(21)

berhubungan dengan Dinas Kesehatan Daerah saja (Depkes RI, 2002b:15). Keadaan ini dinilai mempermudah bidan PTT untuk meminta pindah dari satu desa ke desa yang lain baik masih di wilayah kerja puskesmas semula atau puskesmas lainnya serta perpindahan ke Rumah Sakit Umum Daerah Serdang Bedagai dengan berbagai alasan. Rata-rata alasan perpindahan bidan tersebut adalah ikut suami dan mengurus orang tua yang telah usia lanjut (Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai, 2007:21).

Secara umum perpindahan tenaga kesehatan di Indonesia cenderung didominasi oleh faktor status perkawinan, dan umumnya pada tenaga kesehatan wanita, dengan pertimbangan untuk ikut suami serta karena faktor kebutuhan finansial. Menurut Mobley (1982:77), bahwa determinan turnover karyawan dipengaruhi oleh karakteristik individu (umur, pendidikan, status perkawinan, dan sosial ekonomi), karakteristik organisasi seperti visi dan misi, kebijakan, kompensasi, dan supervisi serta karakteristik pekerjaan. Teori tersebut sejalan dengan pendapat Jewell dan Siegall (1998:513), yaitu faktor pencetus karyawan untuk pindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja lain atau yang dikenal dengan turnover tenaga kerja dipergaruhi oleh variabel individu dan variabel organisasi yaitu reward yang diterimanya misalnya penghargaan, kompensasi, pengembangan karier dan fasilitas yang diterimanya.

Hasil penelitian McCarty, dkk (2002), perilaku pindah kerja perawat dan bidan selama kurun waktu 2 (dua) tahun (1999-2000) di Irlandia lebih dominan


(22)

disebabkan oleh faktor organisasi seperti komitmen organisasi, karakteristik pekerjaan seperti beban kerja, lingkungan sosial mereka dan kesempatan karir.

Menurut Ali dan Kristiani (2006:10-11) yang mengutip pendapat Thai, et al .(1998), perpindahan tenaga (turnover) kesehatan dari daerah terpencil diduga terkait dengan kompensasi yang diterimanya selain kondisi lingkungan yang tidak lebih baik, faktor sosio demografi, karakteristik pekerjaan, kualitas kerja, dukungan sosial dan keluarga, serta ketegangan dalam pekerjaan.

Hasil penelitian Ali dan Kristiani (2006:6) di Kabupaten Kotawaringin Timur, tenaga kesehatan yang berkeinginan pindah dari daerah terpencil sebanyak 36,5%, 12% diantaranya ingin pindah ke perkotaan, 12,5% ingin pindah ke puskesmas dan 6,3% ingin pindah ke kabupaten lain. Keinginan pindah tenaga kesehatan baik perawat, dokter, maupun bidan secara tidak langsung akan mempengaruhi keberlangsungan pelayanan kesehatan yang diberikan di suatu daerah.

Menurut Ali dan Kristiani (2006:5-6) yang mengutip pendapat Stilwell, et.al (2004), bahwa perpindahan tenaga kesehatan dari daerah terpencil berdampak terhadap penurunan efektivitas dan produktivitas kerja, menurunnya kinerja organisasi, dan meningkatnya pengalokasian biaya untuk rekruitment tenaga kembali. Sedangkan dari aspek individu dampak dari perpindahan tersebut dalam satu organisasi atau daerah adalah kesulitan untuk beradaptasi pada daerah barunya, menjadi saingan bagi tenaga yang ada di daerah tersebut sebelumnya, selain itu bagi daerah yang ditinggalkan akan terjadinya peningkatan beban kerja yaitu cakupan penduduk yang harus dilayaninnya.


(23)

Kaitannya dengan profesi bidan secara umum dampak dari perpindahan tersebut adalah terganggunya sistem pelayanan kesehatan di daerah yang ditinggal, misalnya kemudahan masyarakat dalam mendapatkan pertolongan persalinan, penerimaan secara sosial bagi masyarakat terhadap bidan yang baru akan sulit, akan terjadi monopoli pelayanan oleh tenaga medis lain karena tidak adanya bidan yang menangani asuhan persalinan, dan penetapan tarif pelayanan akan berbeda dari bidan yang sebelumnya (Ali dan Kristiani, 2006:10-12).

Perpindahan ini justru memberikan masalah baru bagi daerah yang ditinggalkan yaitu kekurangan tenaga kesehatan terlatih di suatu daerah/desa, keberlangsungan pelayanan kesehatan dasar khususnya pertolongan persalinan bagi ibu, pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, dan pelayanan kesehatan lainnya akan terhambat. Hal ini akan memberikan dampak secara tidak langsung terhadap peningkatan angka kesakitan dan kematian ibu hamil, dan ibu bersalin, karena akan memberikan kesempatan bagi dukun-dukun bersalin di lokasi kerja yang ditinggalkan. Sementara dilihat dari proporsi jumlah bidan justru masih sangat minim dibandingkan dengan jumlah penduduk, sedangkan pergantian bidan pada desa yang ditinggalkan membutuhkan waktu 1 (satu) periode pengangkatan bidan PTT baru.

Dampak lain dari perpindahan bidan dari dan ke suatu daerah dilihat dari aspek epidemiologis adalah erat kaitannya dengan dokumentasi atau riwayat tindakan medis yang dilakukan sebelumnya, sehingga kesinambungan riwayat penyakit masyarakat yang ditangani oleh bidan sebelumnya tidak dapat diketahui oleh bidan


(24)

tersebut, seperti frekuensi kunjungan pelayanan antenatal, selain itu juga berdampak jangka panjang berupa peningkatan kasus-kasus kematian akibat terlambat mendapatkan pertolongan persalinan, atau ibu hamil resiko tinggi. Melihat dampak dari perpindahan bidan di suatu wilayah yang sangat besar kontribusinya terhadap keberlangsungan pelayanan kesehatan ibu dan anak, maka perlu dilakukan upaya atau strategi manajemen sumber daya manusia khususnya dalam pengelolaan dan rekruitmen bidan di kabupaten Serdang Bedagai.

Beberapa penelitian mengemukakan bahwa perpindahan tenaga dari suatu daerah ke daerah lain dipengaruhi sosiodemografi seperti umur, pendidikan, status kepegawaian, jabatan dan masa kerja, dan faktor karakteristik pekerjaan seperti beban kerja, dukungan sosial, kualitas kehidupan kerja, kompensasi dan pengembangan karir (Ali dan Kristiani, 2006), demikian juga dengan penelitian Setiawati (2000) yang menemukan bahwa tenaga keperawatan yang ingin pindah disebabkan oleh faktor ketersediaan fasilitas kerja, artinya semakin baik dan terpenuhinya fasilitas kerja akan semakin kecil keinginan pindah kerja. Menurut Jewell dan Seigell (1998), bahwa semakin rutin pekerjaan yang dilakukan, maka semakin besar keinginan pindah kerja, dengan pemicunya rasa bosan akan rutinitas tersebut.

Melihat fenomena keinginan pindah kerja bidan di Kabupaten Serdang Bedagai yang merupakan kabupaten dengan kategori desa biasa bukan daerah terpencil justru terjadi peningkatan jumlah bidan yang ingin pindah. Berdasarkan analisis turnover dan kondisi karakteristik sosial di Kabupaten Serdang Bedagai serta dampak dari perpindahan bidan di kabupaten Serdang Bedagai, maka peneliti tertarik


(25)

untuk melakukan penelitian bagaimana pengaruh sosiodemografi (umur, status perkawinan, status kepegawaian, jabatan, masa kerja) dan karakteristik pekerjaan (beban kerja, hubungan kerja, dukungan sosial dan kompensasi) terhadap keinginan pindah kerja bidan di Kabupaten Serdang Bedagai, sehingga dapat dirumuskan strategi kebijakan manajemen sumber daya kesehatan dan peningkatan produktivas kerja tenaga kesehatan di Kabupaten Serdang Bedagai.

1.2 Permasalahan

Proporsi bidan di Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan jumlah penduduk masih rendah hanya 0,5 per 100.000 penduduk, dan tingginya proporsi perpindahan bidan selama kurun waktu empat tahun terakhir (2004-2007) rata-rata sebesar 19,75%. Perpindahan bidan tersebut disebabkan oleh berbagai faktor antara lain faktor individu seperti faktor umur, status kepegawaian dan sosial seperti dukungan sosial, penghargaan dari masyarakat serta faktor lingkungan pekerjaanya seperti beban kerja, hubungan kerja dan kompensasi. Maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah sosio-demografi (umur, status perkawinan, status kepegawaian, jabatan, dan masa kerja) dan karakteristik pekerjaan (beban kerja, hubungan kerja, dukungan sosial dan kompensasi) berpengaruh terhadap keinginan pindah kerja Bidan di Kabupaten Serdang Bedagai.


(26)

1.3 Tujuan Penelitian

Menjelaskan pengaruh sosio-demografi (umur, status perkawinan, status kepegawaian, jabatan, dan masa kerja) dan karakteristik pekerjaan (beban kerja, hubungan kerja, dukungan sosial dan kompensasi) terhadap keinginan pindah kerja bidan di Kabupaten Serdang Bedagai.

1.4 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini dapat dirincikan sebagai berikut:

1. Umur bidan berpengaruh terhadap keinginan pindah kerja di Kabupaten Serdang Bedagai;

2. Status perkawinan bidan berpengaruh terhadap keinginan pindah kerja di Kabupaten Serdang Bedagai (p<0,05);

3. Status kepegawaian bidan berpengaruh terhadap keinginan pindah kerja di Kabupaten Serdang Bedagai (p<0,05);

4. Jabatan bidan berpengaruh terhadap keinginan pindah kerja di Kabupaten Serdang Bedagai (p<0,05);

5. Masa kerja bidan berpengaruh terhadap keinginan pindah kerja di Kabupaten Serdang Bedagai (p<0,05);

6. Beban kerja kerja berpengaruh terhadap keinginan pindah kerja di Kabupaten Serdang Bedagai (p<0,05);

7. Hubungan kerja berpengaruh terhadap keinginan pindah kerja di Kabupaten Serdang Bedagai (p<0,05);


(27)

8. Dukungan sosial berpengaruh terhadap keinginan pindah kerja di Kabupaten Serdang Bedagai (p<0,05);

9. Kompensasi berpengaruh terhadap keinginan pindah kerja bidan di Kabupaten Serdang Bedagai (p<0,05);

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dalam perencanaan perekrutan dan pengelolaan tenaga bidan di Kabupaten Serdang Bedagai.

2. Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas se Kabupaten Serdang Bedagai dalam pembinaan dan pengawasan terhadap kinerja Bidan Desa di wilayah kerjanya masing-masing.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keinginan Pindah Tempat Kerja (Intention Turnover) A. Intensi

Intensi merupakan fungsi dari tiga determinan dasar, yaitu pertama sikap individu terhadap perilaku, kedua adalah persepsi individu terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang bersangkutan, dan yang ketiga adalah aspek kontrol perilaku yang dihayati. Menurut Ajzen dan Fheisbein (1991:3) dalam teori perilaku terencana (theory of planned behavior), sikap dan kepribadian seseorang berpengaruh terhadap perilaku tertentu hanya jika secara tidak langsung dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkaitan erat dengan perilaku.

Faktor utama dari suatu perilaku yang ditampilkan individu dalam teori perilaku terencana adalah intensi untuk menampilkan perilaku tertentu. Intensi diasumsikan sebagai faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku. Intensi merupakan indikasi seberapa keras seseorang berusaha atau seberapa banyak usaha yang dilakukan untuk menampilkan suatu perilaku. Sebagai aturan umum, semakin keras intensi seseorang untuk terlibat dalam suatu perilaku, semakin besar kecenderungan ia untuk benar-benar melakukan perilaku tersebut.

Menurut Rachmat (2007:34-47), ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang, antara lain pertama, faktor biologis atau disebut motif biologis (primer) seperti kebutuhan makan, kebutuhan memelihara kelangsungan hidup dan faktor ciri-ciri biologis misalnya umur, jenis kelamin, artinya ada perbedaan ciri-ciri biologis


(29)

maka akan berbeda kebutuhannya. Kedua, faktor sosiopsikologis atau disebut motif sekunder, artinya karena manusia makhluk sosial, dari proses sosial inilah ia memperoleh beberapa karakteristik yang mempengaruhi perilakunya, yaitu terdiri dari komponen afektif yang menyangkut emosional, komponen kognitif yang mengangkut daya pikir dan intelektual seseorang dan komponen konatif yaitu aspek yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak, keinginan untuk berubah, keinginan akan pengakuan dan keinginan rasa aman dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam pekerjaan.

Ketiga, faktor situasional, yaitu faktor yang bersumber dari lingkungan, misalnya faktor

ekologis, lingkungan sosial dan faktor lingkungan psikososial, misalnya persepsi tentang kebebasan individual, hubungan sosial dan lain sebagainya.

Berdasarkan teori tersebut, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku bidan untuk memutuskan pindah kerja disuatu daerah juga termasuk faktor biologis, faktos sosiopsikologis dan faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut relevan dengan teori perilaku terencana, namun hanya bersumber dari individu, dimana determinan dari keinginan (intensi). Pertama adalah sikap terhadap perilaku (attitude toward the behaviour) yang merujuk pada tingkatan yang dimiliki oleh individu dalam membuat evaluasi yang sifatnya favorabel atau unfavorabel terhadap suatu perilaku. Determinan kedua adalah norma subyekif (subjective norm), yang merujuk pada tekanan sosial yang dihadapi individu untuk dapat menampilkan perilaku tertentu ataupun tidak menampilkannya.

Determinan ketiga dari intensi adalah tingkatan atas kontrol perilaku yang dihayati (the degree of perceived behavioral control) yang merujuk pada kemudahan


(30)

atau kesulitan untuk menampilkan perilaku tertentu serta asumsi yang dibuat oleh individu yang mencerminkan pengalaman masa lalu sebagai bahan antisipasi dalam menghadapi rintangan. Sebagai aturan umum, semakin favorabel suatu sikap dan norma subyektif terhadap perilaku, serta semakin besar kontrol (faktor yang mengendalikan) terhadap perilaku yang diterima, maka akan semakin besar intensi individu untuk menampilkan suatu perilaku. Sejauhmana pentingnya sikap, norma subyektif dan kontrol perilaku dalam membuat prediksi tentang intensi tergantung pada perilaku dan situasi yang dihadapi (Ajzen dan Fheisbein (1991:10).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa di antara berbagai keyakinan yang akhirnya akan menentukan intensi dan perilaku tertentu adalah keyakinan mengenai tersedia atau tidaknya kesempatan dan sumber yang diperlukan. Keyakinan ini dapat berasal dari pengalaman dengan perilaku yang bersangkutan di masa lalu, informasi tak langsung mengenai perilaku itu misalkan dengan melihat pengalaman teman atau orang lain yang pernah melakukannya, dan dapat juga dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat mengurangi atau menambah kesan kesukaran untuk melakukan perbuatan yang bersangkutan.

B. Pengertian Intensi Pindah Tempat Kerja

Arti intensi adalah niat atau keinginan yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Sementara turnover adalah berhentinya seseorang karyawan dari tempatnya bekerja secara sukarela atau pindah dari sat tempat kerja ke tempat kerja yang lain. Menurut Mobley (1982:10) intensi turnover adalah kecenderungan atau


(31)

niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela atau pindah dari satu tempat kerja ke tempat kerja yang lain menurut pilihannya sendiri.

Menurut Mueller (2003:2) yang mengutip pendapat Steel (2002), penelitian mengenai proses turnover sebaiknya dimulai ketika karyawan baru mulai bekerja atau menjadi anggota organisasi. Intensi turnover ada di bawah kontrol individu, sehingga dapat memberikan hasil penelitian yang lebih cepat dan relatif mudah diprediksi dibanding perilaku turnovernya.

Zeffane (1994:27-30), ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya turnover, diantaranya adalah faktor eksternal, yakni pasar tenaga kerja, faktor institusi yakni kondisi ruang kerja, upah, keterampilan kerja, supervisi, karakteristik personal dari karyawan seperti intelegensi, sikap, masa lalu, jenis kelamin, minat, umur, dan lama bekerja serta reaksi individu terhadap pekerjaannya. Menurut Tai, et al.(1998) terdapat hubungan antara kepuasan kerja dengan berhenti bekerja. Hubungan itu dimulai dari adanya pikiran untuk berhenti bekerja (thinking of quitting), usaha-usaha untuk mencari pekerjaan baru, berintensi untuk berhenti bekerja atau tetap bertahan dan yang terakhir adalah memutuskan untuk berhenti bekerja. Perasaan tidak puas akan memicu rencana untuk berhenti bekerja, yang kemudian akan mengarahkan pada usaha mencari pekerjaan baru.

Jika ongkos atau pengorbanan yang harus dibayar terlalu tinggi sementara alternatif pekerjaan yang ada memiliki prospek yang lebih baik, maka akan timbul intensi untuk berhenti bekerja dan hal ini diaktualisasikan dalam bentuk perilaku atau


(32)

tersedia tidak terlalu baik atau menjanjikan, situasi tersebut akan menstimulasi individu untuk tetap bertahan.

Berbagai studi telah menunjukkan bahwa keinginan berpindah merupakan variabel yang paling berhubungan dan lebih banyak menerangkan varian perilaku turnover. Tingkat turnover adalah kriteria yang cukup baik untuk mengukur stabilitas yang terjadi di organisasi tersebut, dan juga bisa mencerminkan kinerja dari organisasi (Pare dan Tremblay, 2001:3)

Turnover mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi organisasi berupa jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada periode tertentu, sedangkan keinginan berpindah mengacu pada hasil evaluasi individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan organisasi dan belum diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan organisasi. Pengertian turnover tradisional mengasumsikan bahwa orang meninggalkan organisasi karena alasan yang sukarela dan yang tidak sukarela.

Menurut Suwandi dan Indriartoro (1999:3) yang mengutip pendapat Abelson bahwa antara karyawan yang meninggalkan organisasi secara sukarela tetapi tidak dapat dihindari dan karyawan yang tetap tinggal pada organisasi (stayers) tidak dapat dibedakan karakteristik tingkat kepuasan dan komitmennya. Akibatnya hasil studi yang menggunakan angka voluntary turnover yang tidak membedakan kedua kelompok ini cenderung lemah hubungan antar variabelnya.

Perpindahan kerja sukarela yang dapat dihindari disebabkan karena alasan-alasan upah yang lebih baik di tempat lain, kondisi kerja yang lebih baik di organisasi lain, masalah dengan kepemimpinan/administrasi yang ada, serta adanya organisasi


(33)

lain yang lebih baik. Sedangkan perpindahan kerja suka rela yang tidak dapat dihindari disebabkan oleh alasan-alasan: pindah ke daerah lain karena mengikuti pasangan, perubahan arah karir individu, harus tinggal di rumah untuk menjaga pasangan / anak, dan kehamilan (Suwandi dan Indriartoro, 1999:3-6).

Menurut Mobley (1982:15-19), beberapa indikator yang mengindikasikan seorang pekerja/tenaga/karyawan suatu organisasi yang mempunyai keinginan pindah adalah: (1) sudah merasa jenuh terhadap rutinitas pekerjaan di lingkungan kerja dalam suatu organisasi/perusahaan; (2) sudah terpikir untuk pindah dari lokasi pekerjaan dalam suatu organisasi; dan (3) sudah mencari pekerjaan lain sebagai alternatif lokasi kerja setelah pindah nantinya.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensi Pindah Tempat Kerja

Menurut Mobley (1982:96) ada banyak faktor yang membuat individu memiliki keinginan untuk berpindah. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah : 1. Sosio-demografi

Organisasi merupakan wadah bagi individu untuk mencapai tujuan, baik tujuan pribadi maupun tujuan organisasi. Individu dengan karakter sendiri dan organisasi juga memiliki karakter tertentu yang saling menyesuaikan. Berkaitan dengan karakteristik individu, bahwa individu membawa ke dalam tatanan organisasi, kemampuan, kepercayaan, pribadi, dan penghargaan kebutuhan dan pengalaman masa lainnya.


(34)

Menurut Tai, et all (1998), karakteristik personal dari karyawan seperti intelegensi, sikap, masa lalu, jenis kelamin, umur, dan lama bekerja berpengaruh terhadap keinginan pindah kerja karyawan suatu organisasi. Faktor lain yang termasuk dalam individual ocuptional (pekerjaan sendiri) dapat mempengaruhi turnover yaitu jabatan, dukungan keluarga, tingkat kemampuan dan sikap, artinya jabatan yang diemban seseorang berdampak terhadap motivasi ia bekerja, seseorang dengan perilaku tertentu mempunyai keinginan untuk memperoleh jabatan, dan jika ia tidak memperoleh jabatan disuatu organisasi atau tempat ia bekerja, maka akan mencetus ia untuk pindah ketempat lain dengan terlebih dahulu mencari informasi tentang ada tidaknya jabatan tersebut, sebaliknya justru ada individu juga yang merasa jabatan yang diembannya sekarang merupakan beban baginya, sehingga berupaya untuk mencari alasan untuk pindah kerja, supaya jabatan yang diembannya dialihkan ke orang lain. Selain itu keinginan pindah juga disebabkan oleh dukungan keluarga, artinya jika ia bekerja disuatu daerah tanpa dukungan keluarga, maka secara psikologis akan berdampak terhadap semangat kerjanya, dan semakin dukungan keluarga, maka akan semakin besar keinginan pindah kerja dari suatu lokasi kerja.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sosiodemografi berhubungan dengan keinginan pindah kerja tenaga suatu organisasi, baik organisasi private atau publik. Penelitian Ali dan Kristiani (2006:6) bahwa hubungan status perkawinan (p=0,024), asal daerah (p=0,000), dan tingkat pendidikan (p=0,000) dengan keinginan pindah tenaga dari daerah terpencil, artinya tenaga kesehatan yang berpendidikan tinggi mempunyai peluang 4,9 kali lebih besar untuk pindah kerja dibandingkan


(35)

dengan tenaga kesehatan yang berpendidikan rendah, sedangkan dilihat dari status perkawinan, tenaga kesehatan yang tidak kawin mempunyai peluang 2,4 kali ingin pindah kerja dibandingkan tenaga kesehatan berstatus kawin, demikian juga dengan asal daerah, tenaga kesehatan yang bukan asli daerah lokasi penempatan 6,5 kali berpeluang ingin pindah kerja ke lokasi kerja lainya. Namun pada penelitian ini faktor masa kerja tidak memberikan kontribusi terhadap keinginan pindah kerja (p=0,077), artinya masa kerja yang lama atau baru bekerja tidak memberikan dampak terhadap ingin pindah, karena lama atau tidaknya ia bekerja di suatu lokasi kerjanya tidak mempengaruhi terhadap kenyamanan, dan semangat kerjanya, sebagai akibat dari faktor lainnya seperti pendidikan, asal daerah, dan status perkawinan.

Menurut Sunarto (2004:26) bahwa usia pekerja atau sumber daya manusia suatu organisasi berhubungan terbalik dengan kemangkiran dari pekerjaannya dan migrasi ke lokasi kerja lainnya, makin tuanya usia pekerja, sedikit kesempatan alternatif pekerjaan bagi mereka. Dilihat dari status perkawinan, pada organisasi private, bahwa karyawan yang menikah cenderung lebih sedikit absensinya dibandingkan dengan pekerja yang sudah menikah, karena ada peningkatan tanggungjawab yang membuat suatu pekerjaan yang tetap menjadi lebih berharga dan penting. Kemudian dilihat dari masa kerja, berbagai riset menunjukkan bahwa masa kerja berhubungan terbalik dengan kemangkiran atau pindah kerja, dimana semakin lama ia bekerja maka akan menjadikan ia lebih senior dari rekan kerja lainnya, sehingga dengan senoritas tersebut sedikit banyaknya akan memberikan peluang


(36)

2. Karakteristik Pekerjaan

Menurut MacCarthy, dkk (2002:32-34), karakteristik pekerjaan adalah ciri-ciri dari lingkungan pekerjaan yang meliputi lingkungan fisik dan sosial. Lingkungan fisik meliputi suasana kerja dilihat dari faktor fisik seperti keadaan suhu, cuaca, kontruksi bangunan dan temperatur lokasi pekerjaan. Sedangkan lingkungan sosial meliputi sosial budaya di lingkungan kerjanya, besar atau kecilnya beban kerja, kompensasi yang diterima, hubungan kerja seprofesi, dan kualitas kehidupan kerjanya.

Menurut Thai, et al.(1998), beberapa indikator dari karakteristik pekerjaan yaitu beban kerja, rutinitas kerja, imbalan yang diterima dan hubungan kerja se-profesinya. Secara keseluruhan berdampak terhadap kualitas kehidupan kerjanya yang dilihat dari keamanan kerja, kenyamanan dan kesempatan pengembangan diri pekerja. Beberapa karakteristik pekerjaan yang dapat mempengaruhi turnover karyawan/tenaga suatu organisasi adalah sebagai berikut :

a) Kompensasi

International Labour Organization (ILO) menyebutkan imbalan (compensation) mempunyai cakupan yang lebih luas dari pada upah dan gaji. Imbalan mencakup pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan atau organisasi untuk pekerja atau diterima atau dinikmati oleh pekerja, baik secara langsung, rutin atau tidak langsung (Malayu,2005:127).

Dalam buku manajemen sumber daya manusia, imbalan dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu imbalan langsung, yang terdiri dari komponen imbalan yang


(37)

diterima secara langsung, rutin atau periodik oleh pekerja/karyawan dan tidak langsung, terdiri dari komponen imbalan yang diterima nanti atau bila terjadi sesuatu pada karyawan. Berikut ini penjelasan dua kategori imbalan tersebut, yaitu: Pertama, Imbalan Langsung, terdiri dari : (a) Upah/gaji pokok; (b) Tunjangan tunai sebagai suplemen upah/gaji yang diterima setiap bulan atau minggu; (c) Tunjangan hari raya dan hari keagamaan lainnya; (d) Bonus yang dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan prestasi kerja atau kinerja perusahaan; (e) Insentif sebagai penghargaan untuk prestasi termasuk komisi, dan Kedua Imbalan tidak langsung, terdiri dari : (a) Fasilitas/kemudahan seperti transportasi, pemeliharaan kesehatan dan lain sebagainya; (b) Upah/gaji yang tetap diterima oleh pekerja selama cuti dan izin meninggalkan pekerjaan; (c) Bantuan dan santunan untuk musibah, pendidikan gratis, dan asuransi (Ruky, 2001:177)

Pemberian imbalan atau kompensasi merupakan masalah yang sangat penting, mengingat setiap pekerja dalam organisasi mempunyai pengharapan atas sesuatu dari organisasi, sebagai penghargaan atas jerih payahnya selama bekerja. Imbalan selain berbentuk uang dapat juga berupa fasilitas dan bentuk lain yang dapat dinilai dengan uang. Masalah pengelolaan imbalan sangat penting bukan hanya merupakan dorongan utama seseorang untuk menjadi karyawan/tenaga, tetapi juga karena imbalan yang diberikan ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap semangat dan kegairahan kerja para personil organisasi (Sunarto, 2005:5-6).


(38)

b) Dukungan Sosial

Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial membutuhkan dukungan orang lain, termasuk keluarga. Demikian juga dengan karyawan/tenaga suatu organiasi, mereka membutuhkan dukungan dari pasangan, keluarga, teman, rekan kerja dan atasan. Dukungan sosial menunjukkan hubungan untuk membantu memecahkan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan. Dukungan ini bersifat langsung maupun tidak langsung. Menurut Istijanto (2006:210) yang mengutip pendapat Ganster (1986) bahwa dukungan sosial memiliki pengaruh cukup besar dalam mendukung aspek psikologis tenaga/karyawan, sehingga mereka mampu bekerja dengan tenang, konsentrasi, termotivasi dan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap organiasinya. Sedangkan karyawan/tenaga yang kurang atau tidak mendapatkan dukungan sosial bisa mengalami frustasi, stress dalam bekerja sehingga prestasi kerja menjadi buruk, dan dampak lain adalah tingginya absensi kerja, keinginan pindah tempat kerja bahkan sampai pada berhenti bekerja.

c) Beban Kerja

Beban kerja adalah suatu kondisi dari pekerjaan dengan uraian tugasnya yang berlebihan dari tugas pokok dan fungsinya pada batas waktu tertentu. Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit stres. Beban kerja dapat dibedakan lebih lanjut kedalam beban kerja berlebih/terlalu sedikit "kuantitatif'” yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan beban kerja berlebih/terlalu sedikit "kualitatif, yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk


(39)

melakukan suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan ketrampilan dan/atau potensi dari tenaga kerja. Disamping itu beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif dapat menimbulkan kebutuhan untuk bekerja selama jumlah jam yang sangat banyak, yang merupakan sumber tambahan dari stres. Implikasi dari gejala psikologis tersebut mencetus terjadinya kebosanan terhadap pekerjaannya dan akhirnya dapat berpotensi terhadap keinginan pindah kerja atau ketidakhadiran secara terus-menerus (Munandar, 2001:383:).

Beban berlebih secara fisikal ataupun mental, yaitu harus melakukan terlalu banyak hal, merupakan kemungkinan sumber stress pekerjaan. Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu, yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan cermat Pada saatsaat tertentu, dalam hat tertentu waktu akhir (deadline) justru dapat meningkatkan motivasi dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Namun, bila desakan waktu menyebabkan timbulnya banyak kesalahan atau menyebabkan kondisi kesehatan seseorang berkurang, maka ini merupakan cerminan adanya beban berlebih kuantitatif (Munandar, 2001:384).

Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif juga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan, rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini, secara potensial membahayakan


(40)

berlebihan kualitatif merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh manusia makin beralih titik beratnya pada pekerjaan otak (Munandar, 2001:385).

d) Hubungan Kerja

Pada prinsipnya hubungan kerja merupakan bagian integral dari interaksi sosial, yaitu suatu hubungan antara dua atau lebih individu manusia, dimana kelakukan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki individu yang lain (Gerungan, 2004:58). Dalam hal ini hubungan kerja yang dimaksud adalah hubungan sesama rekan kerja baik yang seprofesi atau berbeda profesi.

Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan komunikasi antar pribadi pekerja dan ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kondisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya, serta berdampak pada komitmen indivdu dalam suatu organisasi atau institusi tempat ia bekerja dan pada akhirnya mengarah pada ketidakhadiran, keinginan pindah kerja serta menurunnya produktivitas kerja (Munandar, 2001:395).

Konsekuensi dari ketidakharmonisan dalam hubungan kerja sesama rekan kerja menimbulkan konflik. Konflik kerja adalah ketidak sesuaian antara dua atau lebih anggota atau kelompok dalam suatu organisasi atau adanya perselisihan dan pertentangan yang disebabkan oleh perbedaan pendapat, norma, penilaian serta perbedaan persepsi yang mengarah pada tindakan-tindakan negatif (Rivai, 2004:508).


(41)

Beberapa indikator yang mengarah pada hubungan kerja antara lain hubungan sosial yang menunjang (supportive) dengan rekan kerja, atasan dan bawahan di pekerjaaan, tidak akan timbul tekanan-tekanan antarpribadi yang berhubungan dengan persaingan (Munandar, 2001:396), ada tidaknya konflik pribadi, yaitu persaan tersaingi, antarpribadi, yaitu adanya pertentangan dan perselisihan pendapat dan penilaian dan konflik kelompok yaitu adanya ketidaksesuaian keinginan kelompok, dan ingin mengejar kepentingan dan tujuan kelompok biasanya dalam organisasi publik seperti ikatan-ikatan profesi, dan dalam organisasi non publik biasanya antar bagian dalam organisasi yang akhirnya mengarah pada konflik kerja (Rivai, 2004:510).

Selain itu ketidak harmonisan hubungan kerja disebabkan oleh rendahnya kerjasama antarpribadi dalam kelompok karena rendahnya komunikasi sesama rekan kerja, sehingga terjadi perpecahan dalam kelompok atau organisasi. Hal ini dapat diukur dengan ada atau tidaknya semangat kerja sama dalam satuan waktu tertentu. Dalam istilah psikologi dikenal istilah kohesi dan kohesivitas yang mengacu pada kecenderungan para anggota kelompok agar tetap bersatu. Menurut Rakhmat (2007:125-127) yang mengutip pendapat Dustcher (1995), bahwa kohesivitas terbentuk oleh faktor yang membuat anggota kelompok bersama-sama memelihara kekompakkan di antara mereka. Tingkat kohesivitas tersebut diasumsikan memberikan kontribusi terhadap hubungan kerja sesama rekan kerja.


(42)

2.2 Teori Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan merupakan suatu proses untuk memilih suatu rangkaian tindakan dari dua atau lebih alternatif yang mencakup penentuan pilihan dan pemecahan masalah. Pengambilan keputusan yang mengoptimalkan proses dan hasil dalam membuat suatu keputusan adalah rasional, yaitu dia membuat pilihan-pilihan yang konsisten dan memaksimalkan nilai dalam batasan tertentu. Pilihan-pilihan tersebut mengikuti model enam langkah (Robbin, 2002), yaitu : (1) Mendefinisikan masalah, (2) Mengidentifikasi kriteria keputusan, (3) Menimbang kriteria, (4) Menghasilkan alternatif, (5) Menilai semua alternatif pada masing-masing kriteria, dan (6) Menghitung keputusan optimal.

Pengambilan keputusan secara analitis merupakan salah satu aspek fundamental dalam organisasi. Pengambilan keputusan bukan menjadi wewenang tunggal pimpinan atau manager. Karyawan juga membuat keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka dan organisasi tempat mereka bekerja. Jadi semua individu dalam organisasi terlibat dalam pengambilan keputusan, yaitu menentukan pilihan antara dua atau lebih alternatif.

Pengambilan keputusan rasional memerlukan kreativitas yaitu, kemampuan untuk mengkombinasikan ide dengan cara yang unik atau membuat gabungan yang tidak umum dari beberapa ide. Kreativitas memungkinkan pengambil keputusan untuk lebih sepenuhnya menilai dan memahami masalah, termasuk melihat masalah yang tidak dilihat orang lain. Manfaat lain dari kreativitas adalah membantu pengambilan keputusan untuk mengidentifikasi semua alternatif yang baik (Robbin, 2002).


(43)

Menurut Rivai (2003:234-239), terdapat dua pendekatan dalam pengambilan keputusan dalam organisasi, yaitu didasari pada model rasional-ekonomi dengan maksud mempertahankan keputusan yang ideal dan model administratif, yaitu dengan mengeksplorasi keterbatasan-keterbatasan rasionalitas manusia. Beberapa hal yang mendasari pengambilan keputusan dalam organisasi, yaitu:

1. Rasionalitas terbatas, yaitu kemampuan pikiran manusia untuk memformulasikan dan menyelesaikan masalah yang rumit terlalu kecil untuk memenuhi tuntutan bagi rasionalitas penuh, maka individu beroperasi pada rasionalitas terbatas.

2. Intuisi, yaitu suatu proses tak sadar yang diciptakan dari dalam pengalaman yang tersaring. Intuisi ini berjalan beriringan atau saling melengkapi dengan analisis rasional. Instusi adalah kekuatan diluar indera atau indera keenam. Seseorang kemungkinan mengambil keputusan intuitif ini jika menghadapi pada delapan kondisi, yaitu (1) bila ada ketidakpastian dalam tingkat tinggi, (2) bila variabel-variabel kurang bisa diramalkan secara ilmiah, (3) bila ada sedikit preseden yang diikuti, (4) bila fakta terbatas, (5) bila faka menunjukkan dengan jelas jalan untuk diikuti, (6) bila data analitis kurang berguna, (7) bila ada beberapa penyelesaian alternatif yang masuk akal untuk dipilih yang masing-masing memiliki argumen yang baik, dan (8) bila waktu terbatas dan ada tekanan untuk segera diambil keputusan yang tepat.


(44)

yaitu (1) masalah-masalah yang tampak cenderung memiliki probabilitas terpilih lebih tinggi dibandingkan dengan masalah yang penting, dan (2) kepentingan pribadi pengambil keputusan cenderung menang daripada masalah yang penting bagi organisasi.

4. Pengembangan alternatif, yaitu keputusan yang diambil sering menghindari tugas-tugas sulit dan mempertimbangkan altenatif –alternatif dari pada mencari alternatif baru.

5. Membuat pilihan, yaitu keputusan yang diambil sering menghindari informasi yang terlalu sarat dan mengandalkan heuristik atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan keputusan.

6. Perbedaan individu, perbedaan individu berpengaruh terhadap gaya pengambilan keputusan. yang didasarkan pada dua hal, yaitu cara berfikir dan toleransi pribadi terhadap ambigiuitas.

7. Hubungan organisasi, keputusan yang diambil cenderung dipengaruhi oleh organisasi itu sendiri, berupa sistem penilaian kinerja, sistem imbalan, rutinitas terprogram dan preseden histroris (keputusan masa lalu).

8. Perbedaan budaya, pada kenyataannya pengambilan keputusan dipengaruhi oleh latar belakang budaya. Latar belakang budaya membawa pengaruh yang besar terhadap seleksi masalah, kedalaman analisis, arti penting yang ditempatkan pada logika dan rasionalitas, dan gaya pengambilan keputusan apakah diputuskan secara otokratis dan demokratis.


(45)

2.3 Landasan Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka, maka dapat disimpulkan beberapa landasan teori, yaitu : pindah kerja (turn over) adalah fungsi dari gaya tarik positif pekerjaan alternatife dan bukannya pelarian,”penarikan” diri dari pekerjaan sekarang dan tidak memuaskan dan penuh stres (Mobley,1982:10). Menurut Steers (1987:398), perpindahan sumber daya manusia suatu organisasi disebabkan oleh kepuasan kerja (job satisfaction) dan motivasi kerja (job motivation) yang tercakup dalam determinan individu, organisasi dan karakteristik pekerjaan.

Menurut Mobley (1982:77), Tai, et all (1998), Ali dan Kristiani (2006:6-10) mengemukakan bahwa determinan dari perpindahan tenaga kerja (tenaga kesehatan) secara umum dipengaruhi oleh faktor sosiodemografi yang terdiri dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, status pekerjaan (kontrak atau permanen), pengalaman kerja, masa kerja dan keterampilan kerja. Faktor lain yaitu karakteristik pekerjaan yang meliputi beban kerja, rutinitas kerja, kualitas kehidupan kerja, dukungan sosial, kompensasi atau imbalan yang diterimanya, kesempatan pengembangan karir, fasilitas kerja, hubungan kerja, dan senioritas. Selain itu perpindahan tenaga suatu organisasi juga disebabkan oleh faktor organisasi antara lain kebijakan organisasi, sistem imbalan, dan manajemen sumber daya manusianya. Berdasarkan beberapa teori tersebut, peneliti mencoba untuk menganalisis determinan perpindahan tenaga kerja tersebut seperti pada Gambar 2.1. berikut ini:


(46)

Faktor Organisasi Sosio-demografi

- Kebijakan - Umur

- Visi dan Misi - Jenis kelamin

- Supervisi - Jabatan

- Monitoring/Evaluasi - Status Pekerjaan - Karakteristik Pekerjaan - Status Perkawinan

̇ Beban Kerja - Sikap Kerja

̇ Rutinitas Kerja - Pendidikan

̇ Kualitas Kehidupan Kerja - Dukungan keluarga ̇ Dukungan Sosial

̇ Senioritas

̇ Hubungan Kerja ̇ Fasilitas Kerja - Kompensasi

Intensi Turnover (Keinginan pindah kerja/Tugas) - Pengembangan Karir

- Motivasi Kerja - Kepuasan Kerja

Gambar 2.1. Determinan Intensi Pindah Kerja Sumber Daya Manusia Suatu Organisasi (Mobley (1982))

Berbagai penyebab terjadinya turnover tenaga dipilih beberapa faktor penentu pindah kerja yaitu variabel sosiodemografi (umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, masa kerja), dan variabel organisasi, kebijakan, visi-misi, monitoring, dan karakteristik pekerjaan yang terdiri beban kerja, rutinitas kerja, fasilitas kerja, hubungan kerja, dukungan sosial, dan kompensasi serta pengembangan karir. Selain itu determinan tidak langsung terhadap keinginan pindah tugas atau kerja individu (karyawan/tenaga kerja) juga disebabkan oleh motivasi dan kepuasan kerja.

Hasil penelitian Ali dan Kristiani (2006), bahwa keinginan pindah tenaga kesehatan dari daerah terpencil dipengaruhi oleh (1) karakteristik sosiodemografi yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, status


(47)

kepegawaian, jabatan, masa kerja, asal daerah, dan penghasilan tambahan perbulan yang diterimanya, (2) karakteristik pekerjaan meliputi beban kerja, rutinitas pekerjaan, fasilitas kerja, (3) kualitas kehidupan kerja terdiri dari kesempatan mengembangkan diri, keamanan dan ketegangan dalam pekerjaan, dan (4) dukungan sosial, terdiri dari dukungan keluarga dan pimpinan.

Hasil penelitian Suhardi (2002), bahwa keinginan pindah paramedis di Kabupaten Bondowoso dipengaruhi oleh faktor individu, yaitu status perkawinan, status kepegawaian, beban kerja yang tinggi, loyalitas, konflik sesama paramedis, keterbatasan sumber penghasilan lainnya, kurangnya insentif, kesempatan pengembangan karier kurang dan tidak menjadi anggota profesi serta faktor lingkungan kerja yaitu jarak ke lokasi kerja, dan persaingan antar paramedis.

Berkaitan dengan profesi kebidanan, maka peneliti mencoba untuk mengambil beberapa variabel sebagai determinan keinginan pindah kerja, yaitu variabel karakteristik individu dan karakteristik pekerjaan, seperti pada Gambar 2.3.


(48)

2.4 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan landasan teori, maka peneliti merumuskan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah karakteristik sosiodemografi (umur, status kepegawaian, status perkawinan, jabatan, dan masa kerja) dan karakteristik pekerjaan (beban kerja, hubungan kerja, dukungan sosial dan kompensasi), variabel dependen adalah keinginan pindah kerja

Karakteristik Pekerjaan X6. Beban Kerja

X7. Hubungan Kerja

X8. Dukungan Sosial

X9. Kompensasi

Karakteristik Sosiodemografi X1. Umur

X2. Status Kepegawaian

X3. Status Perkawinan

X4. Jabatan

X5. Masa Kerja Keinginan


(49)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian survai analitik dengan tipe explanatory research bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel independen yaitu karakteristik sosio-demografi dan karakteristik pekerjaan terhadap variabel dependen yaitu keinginan pindah kerja bidan di Kabupaten Serdang Bedagai.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Serdang Bedagai yang mencakup 17 Puskesmas dengan pertimbangan masih adanya bidan yang melakukan pindah kerja antar desa, puskesmas, kabupaten dan ke Rumah Sakit Umum Daerah Serdang Bedagai sehingga menyebabkan kekurangan tenaga kesehatan terlatih di suatu desa dalam memberikan pelayanan kebidanan, dan kesehatan lainnya, serta belum pernah dilakukan penelitian yang serupa. Penelitian membutuhkan waktu delapan bulan terhitung Desember 2007 sampai Juli 2008.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bidan yang bertugas di wilayah kerja Puskesmas se- Kabupaten Serdang Bedagai yang berjumlah 372 orang dengan


(50)

besar sampel diambil menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Taro Yamane sebagai berikut : (Natoadmodjo, 2003)

) ( 1 N d2

N n

+ =

Dimana : N = Besar populasi, yaitu sebanyak 372 orang n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1) Dengan perhitungan sebagai berikut :

) 1 , 0 ( 372 1 372 2 + = n 72 , 4 372 =

n = 78,8 ≈ 80

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 80 bidan yang tersebar di 17 wilayah kerja puskesmas di Kabupaten Serdang Bedagai.

Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan cara proporsional sampling to size, yaitu mengambil sampel dengan menghitung proporsi jumlah sampel disetiap unit analisis (puskesmas). Proporsi sampel dalam penelitian ini adalah perbandingan jumlah sampel dengan jumlah populasi, yaitu sebesar 21.5%, maka jumlah sampel di setiap puskesmas adalah seperti pada Tabel 3.1:


(51)

Tabel 3.1 Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Se-Kabupaten Serdang Bedagai

No

Kecamatan Puskesmas

Jumlah Bidan (populasi)

Jumlah Sampel

1 Perbaungan 1. Perbaungan 32 7

2 Pegajahan 2. Pegajahan 19 4

3. Melati 19 4

3 Sei Rampah 4. Sei Rampah 24 6

4 Sei Bamban 5. Desa Pon 12 2

6. P.Budiman 7 1

5 Teluk Mengkudu 7. Sialang Buah 15 3

6 Tanjung Beringin 8. Tanjung Beringin 20 4

7 Bandar Khalifah 9. Bandar Khalifah 14 3

8 Dolok Masihul 10.Dolok Masihul 32 7

9 Serba Jadi 11. Kuala Bali 16 3

10 Dolok Merawan 12. Dolok Merawan 29 7

11 Tebing Syahbandar 13. Paya Lombang 24 6

12 Tebing Tinggi 14. Naga Kesiangan 11 2

13 Sipis-pis 15. Sipis-pis 21 5

14 Kotarih 16. Kotarih 62 13

15 Slilinda* 16 Bintang Bayu*

17 Pantai Cermin 17. Pantai Cermin 15 3

Total 372 80

Keterangan *): belum memiliki Puskesmas

Untuk mengambil sampel terpilih setiap puskesmas dilakukan dengan metode simple random sampling, yaitu mengambil sampel dengan metode acak dengan cara undian sampai memenuhi jumlah sampel yang diinginkan.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data meliputi data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara langsung berpedoman pada kuesioner berupa data primer. Kuesioner yang telah disusun terlebih dahulu dilakukan pengujian untuk melihat validitas dan reliabilitas alat ukur.


(52)

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauhmana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel dengan skor total variabel dengan dinilai item correct correlation pada analisis reability statictics.

Selain itu sekaligus dilakukan uji reabilitas alat ukur. Reliabilitas merupakan indeks sejauhmana suatu alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan, jika nilai r-Alpha>0,632 maka dinyatakan relialibel (Helmi, 2008:179).

Berdasarkan hasil pengujian terhadap 10 responden diperoleh Adapun besar nilai r tabel pada taraf kepercayaan 5%( =0,05) adalah r.tabel=0,632 untuk r-tabel validitas dan r-tabel=0,602 untuk reliabilitas, pada df=n-2; df=9, dengan ketentuan jika nilai r.hitung >r.tabel, maka dinyatakan valid dan realibel dan sebaliknya. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Selain itu untuk mendukung penelitian ini, maka dikumpulkan data sekunder, yaitu data bersumber dokumen Dinas Kesehatan dan puskesmas se Kabupaten Serdang Bedagai berupa data demografi dan geografis, cakupan derajat kesehatan, serta ketenagaan kesehatan.


(53)

Tabel 3.2. Hasil Pengujian Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

Validitas Reliabilitas No Pertanyaan Nilai

r.tabel Nilai Item Corected Correlation Keterangan. Nilai r.tabel Nilai Cronbach’s Alpha Keterangan 1 Pertanyaan Beban Kerja

P1 0,632 0,709 Valid 0,600 0,960 Reliabel

P2 0,632 0,916 Valid 0,600 0,952 Reliabel

P3 0,632 0,794 Valid 0,600 0,957 Reliabel

P4 0,632 0,922 Valid 0,600 0,951 Reliabel

P5 0,632 0,794 Valid 0,600 0,957 Reliabel

P6 0,632 0,922 Valid 0,600 0,951 Reliabel

P7 0,632 0,772 Valid 0,600 0,957 Reliabel

P8 0,632 0,685 Valid 0,600 0,961 Reliabel

P9 0,632 0,922 Valid 0,600 0,951 Reliabel

P10 0,632 0,772 Valid 0,600 0,957 Reliabel

2 Pertanyaan Hubungan Kerja

P1 0,632 0,942 Valid 0,600 0,947 Reliabel

P2 0,632 0,774 Valid 0,600 0,954 Reliabel

P3 0,632 0,942 Valid 0,600 0,947 Reliabel

P4 0,632 0,774 Valid 0,600 0,954 Reliabel

P5 0,632 0,773 Valid 0,600 0,954 Reliabel

P6 0,632 0,711 Valid 0,600 0,957 Reliabel

P7 0,632 0,713 Valid 0,600 0,957 Reliabel

P8 0,632 0,897 Valid 0,600 0,949 Reliabel

P9 0,632 0,942 Valid 0,600 0,947 Reliabel

P10 0,632 0,648 Valid 0,600 0,959 Reliabel

3 Pertanyaan Dukungan Sosial

P1 0,632 0,848 Valid 0,600 0,952 Reliabel

P2 0,632 0,848 Valid 0,600 0,951 Reliabel

P3 0,632 0,855 Valid 0,600 0,957 Reliabel

P4 0,632 0,729 Valid 0,600 0,954 Reliabel

P5 0,632 0,796 Valid 0,600 0,953 Reliabel

P6 0,632 0,829 Valid 0,600 0,954 Reliabel

P7 0,632 0,796 Valid 0,600 0,953 Reliabel

P8 0,632 0,855 Valid 0,600 0,951 Reliabel

P9 0,632 0,788 Valid 0,600 0,954 Reliabel


(54)

Tabel 3.2. Lanjutan..

Validitas Reliabilitas No Pertanyaan Nilai

r.tabel Nilai Item Corected Correlation Keterangan Nilai r.tabel Nilai Cronbach’s Alpha Keterangan 4 Pertanyaan Kompensasi

P1 0,632 0,701 Valid 0,600 0,962 Reliabel

P2 0,632 0,682 Valid 0,600 0,962 Reliabel

P3 0,632 0,939 Valid 0,600 0,952 Reliabel

P4 0,632 0,682 Valid 0,600 0,962 Reliabel

P5 0,632 0,867 Valid 0,600 0,955 Reliabel

P6 0,632 0,879 Valid 0,600 0,955 Reliabel

P7 0,632 0,939 Valid 0,600 0,952 Reliabel

P8 0,632 0,762 Valid 0,600 0,960 Reliabel

P9 0,632 0,867 Valid 0,600 0,955 Reliabel

P10 0,632 0,939 Valid 0,600 0,952 Reliabel

5 Pertanyaan Keinginan Pindah Kerja Bidan

P1 0,632 0,654 Valid 0,600 0,924 Reliabel

P2 0,632 0,637 Valid 0,600 0,911 Reliabel

P3 0,632 0,800 Valid 0,600 0,901 Reliabel

P4 0,632 0,637 Valid 0,600 0,911 Reliabel

P5 0,632 0,871 Valid 0,600 0,898 Reliabel

P6 0,632 0,800 Valid 0,600 0,901 Reliabel

P7 0,632 0,732 Valid 0,600 0,905 Reliabel

P8 0,632 0,652 Valid 0,600 0,910 Reliabel

P9 0,632 0,732 Valid 0,600 0,905 Reliabel

P10 0,632 0,652 Valid 0,600 0,910 Reliabel

3.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional a. Variabel Independen

1. Sosio-demografi adalah ciri-ciri yang terdapat pada bidan dilihat dari aspek kependudukan dan sosial.


(55)

2. Umur (X1) adalah jumlah tahun hidup bidan dihitung sejak lahir sampai ulang

tahun terakhir berdasarkan tahun;

3. Status kepegawaian (X2) adalah kedudukan bidan dalam sistem kepegawaian;

4. Status Perkawinan (X3) adalah kedudukan bidan dalam sistem perkawinan;

5. Jabatan (X4) adalah posisi struktural atau fungsional yang ditempati bidan;

6. Masa kerja (X5) adalah lamanya responden bekerja sebagai bidan dalam tahun

7. Karakteristik pekerjaan adalah ciri-ciri dari keadaan ruang lingkup kerja, dan keadaan lingkungan kerja bidan baik secara psikologis maupun sosial.

8. Beban kerja (X6) adalah tingkat kesulitan kerja yang dialami oleh bidan di lokasi

penempatannya dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya;

9. Hubungan kerja (X7) adalah pertalian antar pribadi atau kerja sama antara bidan

dengan tenaga medis lainnya di lokasi penempatannya.

10.Dukungan Sosial (X8) adalah adanya interaksi sosial dalam bentuk dukungan

terhadap bidan dalam menjalankan tugas dan fungsinya di lokasi penempatannya 11.Kompensasi (X9) adalah penghargaan kepada bidan baik dalam bentuk insentif

maupun karir.

b. Variabel Dependen (Y)

Keinginan pindah kerja bidan adalah adanya kecenderungan, atau niat-niat bidan untuk pindah kerja atau tidak menurut pilihannya sendiri berdasarkan pada evaluasi individu mengenai kelanjutan pekerjaannya di suatu tempat dan belum ada tindakan pasti meninggalkan tempat kerja.


(56)

3.6 Metode Pengukuran

1) Variabel umur (X1) dan masa kerja (X5) menggunakan skala interval;

2) Variabel status kepegawaian (X2), status perkawinan (X3) dan jabatan (X4)

menggunakan skala nominal.

3) Variabel beban kerja (X6), hubungan kerja (X7), dukungan sosial (X8), dan

kompensasi (X9) menggunakan skala interval.

Pengukuran variabel karakteristik pekerjaan masing-masing 10 pertanyaan dengan 2 kategori jawaban dengan ketentuan bobot nilai tinggi (nilai 2), dan rendah (nilai 1). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Metode Pengukuran Variabel Independen dan Dependen

Variabel

Kategori

Jawaban Nilai Interval

Kategori Variabel Skala Ukur Variabel Independen Umur (X1)

- ≥ Mean

< Mean

1. ≥ 30 tahun 2. < 30 Tahun

Interval Status

Kepegawaian (X2)

- - 1. PNS

2. PTT

Nominal

Status

Perkawinan (X3)

- - 1. Kawin

2. Belum Kawin

Nominal Jabatan

(X4)

- - 1. Bidan Koordinator

2. Bidan Pelaksana

Nominal Masa Kerja

(X5)

- ≥ Mean

< Mean

1. ≤ 3 Tahun 2. > 3 Tahun

Interval Beban Kerja

(X6)

1. Ya 2. Tidak

≥ Mean (skor ≥ 16) < Mean (skor < 16)

1. Tinggi 2. Rendah Interval Hubungan Kerja (X7) 1. Ya 2. Tidak

≥ Mean (skor ≥ 13) < Mean (skor < 13)

1. Baik 2. Kurang

Interval Dukungan Sosial

(X8)

1. Ya 2. Tidak

≥ Mean (skor ≥ 10) < Mean (skor < 10)

1. Tinggi 2. Rendah

Interval Kompensasi

(X9)

1. Ya 2. Tidak

≥ Mean (skor ≥ 10) < Mean (skor < 10)

1. Tinggi 2. Rendah

Interval Varibel Dependen Keinginan Pindah Kerja (Y) 1. Ya 2. Tidak

≥ Mean (skor ≥ 15) < Mean (skor <15)

1. Ingin Pindah 2. Tetap Bertahan


(57)

Cara pengukuran terhadap variabel terikat (dependen) dilakukan dengan menggunakan penilaian skala interval. Hasil yang dibuat dalam bentuk 2 (dua) kategori, yaitu ingin pindah atau tetap bertahan. Data yang diperoleh akan ditranformasi menjadi 2 (dua) kategori jawaban tersebut dengan menggunakan metode rating yang dijumlahkan. Jumlah pertanyaan untuk mengukur keinginan pindah kerja adalah 10 (sepuluh) pertanyaan, dengan 2 kategori jawaban, ya (nilai 2), dan tidak (nilai 1).

3.7 Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan uji regresi logistik dengan pertimbangan teknik analisis ini dapat memberikan jawaban mengenai besarnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat serta teridentifikasi faktor paling dominan dari pengaruh variabel independen terhadap dependen pada taraf kepercayaan 95% (nilai p=0,05), dan nilai jika diperoleh nilai B yang lebih besar diantara beberapa variabel, maka dinyatakan sebagai faktor dominan mempengaruhi variabel dependen.

Data yang dianalisis merupakan merupakan data kategorik dengan skala ukur interval, namun sebelum dilakukan pengujian terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik sebagai syarat untuk masuk ke analisis regresi logistik. Hasil pengujian menunjukkan sebagai berikut:


(58)

atau tidak. Uji yang digunakan adalah uji kolmogorof-Smirnov dengan mengambil batas kemaknaan statistik p-alpha. Distribusi dinyatakan normal, jika nilai probabilitas (p value) di atas 0,05 (Syahyunan, dkk,2008:65).

Hasil pengujian menunjukkan pada nilai Asymp.sig. (2-tailed) adalah 0,373, dan berada di atas nilai signifikansi (p=0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan data tersebut berdistribusi normal, artinya model regresi linear logistik layak dipakai untuk memprediksikan variabel keinginan pindah kerja berdasarkan masukan variabel sosio demografi meliputi umur, status perkawinan, status pekerjaan, jabatan dan masa kerja, dan variabel karakteristik pekerjaan meliputi beban kerja, hubungan kerja, dukungan sosial dan kompensasi. Maka dapat layak untuk dilakukan uji regresi logistik.

2. Heterokedastisitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Jika varian tidak sama dikatakan Heterokedastisitas, dan sebaliknya jika varians sama dikatakan homokedastisitas. Pengujian dilakukan dengan cara statistik glejser dimana deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat diketahui dengan mentransfer residual data menjadi nilai absut, kemudian dilihat angka probalibitasnya. Jika ada variabel independen yang signifikan berpengaruh dengan variabel dependen, maka diindikasi terjadi heteroskesdastisitas, dan sebaliknya jika secara statistik tidak ada pengaruh antara variabel independen dengan dependen absolut Ut (Absut), maka tidak terjadi heteroskesdastisitas (Syahyunan, dkk,2008:65).


(59)

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak ada variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen pada taraf nyata 95% (p=0,05), berarti model regresi logistik tidak mengarah adanya hetereroskesdastisitas. Maka dapat layak untuk dilakukan uji regresi logistik.

3. Non multikolinearitas, artinya antar variabel bebas yang satu dengan yang lain dalam model regresi linear tidak saling berhubungan secara sempurna atau mendekati sempurna (koefesien korelasinya mendekati nilai 1), dengan menggunakan tehnik Tolerance and Variance Inflation Factor (VIF), jika nilai VIF> 5, diduga mempunyai persoalan multikorlineritas dan jika VIF <5 maka tidak terdapat multikolienaritas (Syahyunan, dkk, 2008:96).

Hasil pengujian menunjukkan nilai Tolerance Varians pada masing-masing variabel independen rata-rata berada di bawah 1 atau VIF lebih rendah dari 5 dan nilai tolerancenya tidak dibawah 0,1, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi multikorlinearitas. Maka dapat layak untuk dilakukan uji regresi logistik.

Metode analisis data ini didukung informasi kualitatif diperoleh dari slip alasan atas jawaban dari setiap pertanyaan berfungsi memperjelas informasi kuantitif dan akan digunakan dalam pembahasan.


(1)

Berdasarkan hasil tabulasi silang antara kompensasi dengan keinginan pindah kerja bidan di Kabupaten Serdang Bedagai, menunjukkan bahwa bidan yang memperoleh kompensasi kategori tinggi hanya 25,8% mempunyai keinginan untuk pindah dari lokasi kerja sekarang, sedangkan responden yang memperoleh kompensasi kategori rendah 30,6% memmpunyai keinginan untuk pindah kerja.

Menurut Sunarto (2005:5-6) pemberian kompensasi merupakan masalah yang sangat penting, mengingat setiap pekerja dalam organisasi mempunyai pengharapan atas sesuatu dari organisasi, sebagai penghargaan atas jerih payahnya selama bekerja. Dan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap semangat dan kegairahan kerja para personil organisasi.

Hasil uji regresi logistik, pada taraf nyata 95% menunjukkan variabel kompensasi tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap keinginan pindah kerja bidan di Kabupaten Serdang Bedagai dengan nilai probabilitas 0,889 (p<0,05) (Tabel 18:64). Keadaan ini menurut peneliti dapat diterima karena pemberian kompensasi pada tenaga kesehatan yang bekerja di institusi pemerintah tidak berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhannya, khususnya bidan PNS, dimana dilihat dari aspek pengembangan karir berstatus fungsional, dan masa pensiunnya jauh lebih lama dari pada tenaga kesehatan lain yang berstatus sktruktural. Selain itu bagi bidan PTT, dilihat dari aspek promosi dan pengembangan karir, mereka yang sudah terdaftar sebagai tenaga honorer dalam database kepegawaian nasional yang akan diangkat menjadi PNS, sehingga keinginan pindah ke wilayah kerja lain relatif kecil, karena


(2)

akan mempersulit mereka dalam aspek administrasi seperti pengurusan nota dinas, surat keterangan telah melaksanakan tugas.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Ali dan Kristiani (2006:8), bahwa kompensasi mempunyai hubungan negatif dengan keinginan pindah tenaga kesehatan di daerah terpencil, artinya semakin besar kompensasi yang diterima tenaga kesehatan peluang ingin pindah kerja semakin kecil. Beberapa studi tentang perpindahan pekerja kesehatan di banyak negara, menempatkan faktor-faktor kompensasi menjadi alasan paling penting tentang kepindahan mereka. Hasil studi Alai dan Kristiani (2006:9), bahwa perpindahan bidan dan perawat dipengaruhi oleh kompensasi yangd diperolehnya, yaitu minimnya insentif yang diberikan oleh pemerintah daerah dan tidaknya adanya upaya pengembangan karir.

5.4 Keterbatasan Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti menemukan beberapa keterbatasan, yaitu: 1. Penelitian ini menggunakan teknik survai dengan variabel penelitian

didasarkan pada teori-teori yang telah ada dan dari hasil penelitian sebelumnya, sehingga relatif kurang dapat diidentifikasi determinan keinginan pindah kerja bidan di Kabupaten Serdang Bedagai. Selain itu pendekatan dilakukan bersifat kuantitatif cenderung belum sepenuhnya dapat mengeksplorasikan masalah-masalah penyebab terjadinya keinginan pindah kerja bidan tetapi hanya membenarkan atau tidaknya hipotesis, namun peneliti mengali informasi secara kualitatif alasan mereka dalam menjawab


(3)

setiap item pertanyaan untuk mendapatkan gambaran umum determinan yang tidak termasuk dalam variabel yang diteliti dalam penelitian, serta perbandingan teori-teori dan hasil penelitian lain.

2. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji keinginan pindah kerja dengan landasan konsep psikologi yang relatif sulit diukur, karena keinginan masih merupakan abstraksi pemikiran bidan, sehingga kurang mengakomodir jawaban secara pasti terhadap tindakan konkrit untuk pindah ke wilayah kerja lain, namun peneliti menguraikan beberapa item pertanyaan untuk menggali informasi mengarah pada persepsi dan psikologis bidan untuk pindah

3. Penelitian tentang keinginan pindah kerja relatif kurang di Indonesia, khususnya pada tenaga yang bekerja di pelayanan publik khususnya bidang kesehatan, sehingga peneliti sulit menemukan perbandingan penelitian, dan keragaman variabel penelitian. Namun peneliti mencoba membandingkan penelitian tersebut dengan beberapa studi dari luar negeri yang mempunyai kesamaan variabel dan ruang lingkup pekerjaan yang sama.


(4)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat dikemukakan kesimpulan mengenai pengaruh karakteristik sosio demografi dan karakteristik pekerjaan terhadap keinginan pindah kerja bidan di Kabupaten Serdang Bedagai, sebagai berikut:

1. Persentase bidan yang ingin pindah di kabupaten Serdang Bedagai sebesar 28,8%.

2. Hasil tabulasi silang menunjukkan proporsi responden yang ingin pindah ke wilayah kerja puskesmas lain berdasarkan usia >30 tahun terdapat 83,3%, status PNS 31,6%, jabatan sebagai bidan pelaksana 28,8%, dan dengan masa kerja ≥ 3 tahun sebesar 30,4%. Berdasarkan karakteristik pekerjaan, bidan dengan beban kerja tinggi 33,3%, hubungan kerja yang kurang 39,4%, dukungan sosial rendah 35,7% dan dengan kompensasi kategori rendah 30,4% mempunyai keinginan untuk pindah ke wilayah kerja yang lain.

3. Hasil uji regresi logistik pada taraf nyata 95%, menunjukkan bahwa variabel karakteristik sosio demografi tidak mempunyai pengaruh terhadap keinginan pindah kerja yang terdiri dari umur (p=0,134), status perkawinan (p=0,465), status kepegawaian (p=0,510), jabatan (p=0,717), masa kerja (p=0,804). Sedangkan berdasarkan karakteristik pekerjaan, variabel hubungan kerja


(5)

(p=0,013), dan dukungan sosial (p=0,002), berpengaruh signifikan terhadap keinginan pindah kerja bidan, namun variabel beban kerja (p=0,813) dan kompensasi (p=0,880) tidak mempunyai pengaruh siginifikan terhadap keinginan pindah kerja bidan di Kabupaten Serdang Bedagai.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disarankan

1. Kepada Dinas Kesehatan agar lebih intensif dalam meningkatkan pertemuan dengan bidan baik dilakukan di Dinas Kesehatan maupun secara bergilir di setiap Puskesmas dengan melibatkan perangkat desa dan tokoh masyarakat guna memperoleh data dan informasi tentang keluhan masyarakat terhadap keberadaan bidan di lingkungan mereka sehingga dukungan terhadap kehadiran bidan akan lebih tinggi, dan dapat bekerja sama dengan bidan dalam memberikan pelayanan asuhan kebidanan di wilayah kerjanya.

2. Kepada Dinas Kesehatan diharapkan melakukan perencanaan perekrutan bidan sesuai kebutuhan, dan penempatan bidan yang diusulkan harus mengacu pada karakteristik sosial dan budaya masyarakat setempat, sehingga bidan yang ditempatkan dapat mudah bersosialisasi dan diterima oleh masyarakat.

3. Kepada kepala Puskesmas agar memfasilitasi pertemuan bidan dan tenaga medis lain secara berkala setiap bulannya, guna mengidentifikasi permasalahan kesehatan maupun permasalahan antar tenaga medis, sehingga


(6)

akan tercipta keharmonisan dalam memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing tenaga medis.

4. Perlu dilakukan advokasi kepada pemerintah daerah tentang pengelolaan pegawai tidak tetap, karena formasi kebutuhan bidan ditetapkan langsung oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, sehingga tidak terakomodir kebutuhan tenaga bidan di daerah.

5. Disarankan untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu dianalisi faktor-faktor yang mempengaruhi keinginan pindah bidan melalui analisis faktor, kemudian dilakukan analisis secara kualitatif guna memperoleh informasi yang akurat tentang determinan keinginan pindah kerja tenaga bidan atau sumber daya dalam organisasi publik lainnya.