Civil Society Activist dan Aktor PDibalik Sukses Reform Jokowi: Siapa Mereka?

4.2.2.Civil Society Activist dan Aktor PDibalik Sukses Reform Jokowi: Siapa Mereka?

Tak banyak yang tahu bahwa dibalik keberhasilan praktek reform di Solo, sesungguhnya terdapat peran sejumlah aktifis masyarakat sipil (Civil Society Activist) yang memiliki relasi khusus dengan Jokowi, yang memberi kontribusi konkrit bagi proses reform yang berjalan melalui hubungan tanpa ikatan formal. Karena itu relasi Jokowi dengan para CSA lebih mirip relasi pertemanan ketimbang hubungan profesional (seperti dengan staf ahli) atau hubungan politik (seperti hubungan dengan para pendukung atau loyalis pengusung calon atau inner cyrcle). Sebagai contoh para CSA dapat bertindak sebagai penghubung (mediator) yang membantu Jokowi berkomunikasi dengan pihak lain atau (kelompok-kelompok tertentu dimasyarakat) dengan mengambil peran sebagai mediator (penghubung) yang menyampaikan kehendak Jokowi kepada masyarakat dengan bahasa yang lebih mudah diterima. Pada saat yang sama mereka juga menjadi jembatan penyampai aspirasi masyarakat kepada Jokowi, sehingga lebih memungkinkan untuk diakomodir sebagai kebijakan. Jokowi menyebut mereka sebagai staf ahli non formal, yang berdasarkan penuturannya ada tiga orang, yaitu ES, AG, dan PG. Siapa mereka? Bagaimana proses perkenalan mereka dengan Jokowi? Bagaimana pula mereka memainkan perannya dalam proses reform yang berlangsung baik secara umum maupun pada kasus yang diteliti?

ES yang sehari-hari bekerja sebagai konsultan kebijakan publik di sejumlah kota/kabupaten di Solo Raya, sebelumnya pernah menjadi ketua KPU Kota Solo pada Tahun 2000-2005. Menjadi pendiri dan sebelumnya pernah menjabat sebagai Direktur (LSM) KOMPIP Indonesia yang ditinggalkannya lantaran menjabat sebagai Ketua KPU, pada saat menjadi Direktur KOMPIP ES memfasiltiasi terbentuknya SOMPIS, organisasi payung sejumlah paguyuban kelompok lapis bawah seperti tukang parkir, penarik becak, seniman jalanan, dan PKL. Saat ini ES juga menjadi Ketua Pengawas SOMPIS. Perkenalan ES dengan Jokowi bermula ketika Jokowi dalam proses pencalonan maju menjadi Walikota. Akan tetapi pengenalan bersifat umum saja, dalam artian tidak ada interaksi yang bersifat relasi personal diantara keduanya. Hubungan intens baru terjadi ketika ia diundang Jokowi ke Loji Gandrung untuk berdiskusi mengenai masalah relokasi PKL sekitar Desember atau Januari 2006. Saat itu Jokowi sedang merancang pelaksanaan relokasi PKL dan menghadapi kendala serius berupa penolakan keras PKL atas rencana tersebut. Dipilihnya ES untuk mendiskusikan perihal relokasi PKL, sebagaimana diungkap ES, karena sebelum di KPU ia aktif memfasilitasi kelompok lapis bawah (SOMPIS) termasuk PKL, yang salah satu kelompok dampingannya adalah PKL Banjarsari. Meski sudah tidak menjabat sebagai Direktur KOMPIP dan tugas-tugas operasional pendampingan SOMPIS sudah diserahkan kepada Akbarudin yang menjabat setelahnya, namun ES saat itu masih menjadi Ketua Pengawas SOMPIS, yang membawahi hampir 10 kelompok grassroots.

Yang diobrolkan dengan Jokowi saat itu adalah mengapa PKL menolak kebijakan relokasi yang akan dilakukan Jokowi dan apa saran ES untuk Jokowi untuk mengatasi hal tersebut. ES memberikan penjelasan mengenai alasan penolakan PKL Banajrsari dan memberikan sejumlah masukan tentang disain Pasar Notoharjo. Masukan tentang disain Pasar Notoharjo diberikan ES karena menurutnya salah satu keberatan PKL direlokasi karena ketidak-nyamanan mereka dengan Yang diobrolkan dengan Jokowi saat itu adalah mengapa PKL menolak kebijakan relokasi yang akan dilakukan Jokowi dan apa saran ES untuk Jokowi untuk mengatasi hal tersebut. ES memberikan penjelasan mengenai alasan penolakan PKL Banajrsari dan memberikan sejumlah masukan tentang disain Pasar Notoharjo. Masukan tentang disain Pasar Notoharjo diberikan ES karena menurutnya salah satu keberatan PKL direlokasi karena ketidak-nyamanan mereka dengan

Lalu apa bantuan yang diberikan ES terhadap Jokowi dalam pengelolaan kekuasaan di Kota Solo? Apa yang secara spesifik menjadi kontribusi ES dalam proses reform di Kota Solo khususnya dalam penataan PKL? Kontribusi ES diantaranya memberi masukan tentang pendekatan yang tepat dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan kelompok-kelompok basis (grassroots) yang merupakan segmen utama agenda reform Jokowi. Meski Jokowi juga dibantu Wakil Walikota (Wawali) Hadi Rudyatmo untuk berkomuniksi dengan PKL, namun terdapat pendekatan yang berbeda antara apa yang dilakukan Wawali dengan pendekatan yang disarankan ES. Pendekatan yang dilakukan Wawali lebih berupa pendekatan pimpinan parpol terhadap kader (bersifat sangat top-down atau cenderung searah dan dalam tata hubungan yang tidak setara, yaitu antara pimpinan dan pengikut atau bersifat sangat instruktif), sedangkan pendekatan yang disarankan ES lebih merupakan pendekatan berdasarkan tata hubungan ideal antara masyarakat sipil dengan Negara (Pemkot Solo). Sebagai contoh ES memberikan masukan tentang perlunya mengembangkan komunikasi dialogis dan partisipatif dengan melakukan konsultasi publik dalam pengambilan kebijakan, termasuk dalam menata PKL, yang diterjemahkan Jokowi dengan pendekatan jamuan makan. Selain itu ES juga memberi masukan kepada Jokowi mengenai bagaimana mengambil tindakan pada kejadian yang bersifat politik, terutama dalam merespon pertanyaan media.

Dalam kasus penataan PKL, ES memberi masukan mengenai desain kios serta perbaikan disain kebijakan relokasi. Selain itu menyampaikan kembali beberapa aspirasi yang sudah disampaikan PKL kepada Jokowi, atau berperan menjadi penterjemah aspirasi PKL kepada Jokowi. ES membantu Jokowi lebih memahami logic tuntutan PKL secara lebih baik. Dan menurut ES, dalam konteks relokasi, masukan terpenting yang diberikannya terkait dengan konsep LARAP (Land Acquisition and Resttlement Action Plan), konsep Bank Dunia tentang resettlement. Menurut ES, masukan tentang LARAP ini menjadi perhatian utama Jokowi dari seluruh m asukan yang diberikannya. “Yang prinsip dan dia ngeh betul dan dia concern terus tentang hal itu, itu tentang konsep LARAP.”

Pada akhirnya, ES menilai kedekatan dirinya dengan Jokowi lebih tepat kalau dikatakan sebagai teman diskusi meski bisa saja diistilahkan dengan istilah lain. Yang jelas sangat berbeda dengan peran para pembisik, istilah yang sempat muncul pada era kepemimpinan Gusdur. Lebih jauh ES mengatakan bahwa apa yang dilakukannya tidak lebih dari sekedar mendukung upaya reform yang giat dilakukan para aktifis di Kota Solo, yang diantaranya dilakukan KOMPIP dan SOMPIS, lembaga yang ia lahirkan dan besarkan.

CSA lainnya adalah PG, yang merupakan aktifis senior NGO di Kota Solo. Selain menjadi pendiri dan penasihat Konsorsium Solo (koalisasi NGO di Kota Solo), PG juga merupakan mantan Direktur IPGI Kota Solo serta Kordiantor OC Konsorsium Kaukus 17++ (koalisi NGO Nasional yang memiliki area konsentrasi pada advokasi dan penguatan kelompok miskin). Lulus S1 dari Universitas Tujuh Belas Agustus Semarang pada tahun 1996, PG pernah menjadi reporter untuk Harian Bernas Biro Solo selain menjadi aktifis YLBHI Yogjakarta semasa mahasiswa. Selain itu saat ini ia juga menjabat sebagai Ketua DPC PDIP Kota Surakarta (Ketua Pemenangan Pemilu). Sumber kekuasaan PG bersifat non formal, yaitu bersumber dari keberadaan para aktifis NGO di Kota Solo, terutama NGO yang berhimpun di Konsorsium Solo serta para PKL yang berhimpun di PEDANGKALISO (Paguyuban Pedagang Kaki Lima Solo).

Mengenai kontribusi dalam proses reform di Solo, PG banyak membantu memberikan advis kepada Jokowi mengenai bagaimana berkomunikasi dengan para wartawan secara benar, terutama ketika peliputan demonstrasi PKL. PG juga membantu menjadi mediator antara Jokowi dengan para PKL dan para aktifis NGO yang bekerja mendampingi PKL, terutama yang terhimpun didalam PEDANGKALISO, terutama pada saat revisi Perda No. 8/1995 dilakukan dan terjadi penolakan sejumlah PKL terhadap revisi perda tersebut. PG juga memberi masukan kepada Jokowi bagaimana melakukan pendekatan terhadap kelompok/komuntias yang ada selain memberi informasi mengenai kondisi kelompok-kelompok yang ada (isu-isu sensitif kelompok tersebut dan langkah atau cara yang tepat untuk melakukan pendekatan kepada kelompok tersebut). Seperti yang diungkap Jokowi, ia terbantu dengan keberadaan para CSA yang dapat memberikan informasi yang genuine dan apa adanya mengenai kondisi yang ada dimasyarakat, yang sangat berbeda dengan birokrasi yang punya kecenderungan memberikan informasi yang lebih berorientasi menyenangkan pimpinan dan bukan menyampaikan kebenaran.

Mengenai perkenalan PG dengan Jokowi, bermula ketika ia diminta datang untuk berdiskusi ke rumah keluarga Jokowi (Pak Miyono, Pak De’nya Pak Jokowi), melalui seorang utusan yang menjemputnya selepas mengisi acara talkshow disebuah radio di Kota Solo. Setelah pertemuan pertama, tidak terjadi perubahan hubungan diantara keduanya. Sedangkan tentang alasan yang menyebabkan PG menerima tawaran Jokowi untuk membantunya, hal ini karena PG menilai kalau Jokowi orang yang bisa diandalkan untuk mendorong perubahan

CSA yang ketiga adalah AN. Lulus tahun 1988 dari Fakultas Ilmu Budaya jurusan Arkeologi UGM, AN saat ini bekerja sebagai konsultan komunikasi dan kebijakan publik. Pada tahun 1990- 1997 pernah bekerja di Harian Bernas, Jogjakarta, dengan jabatan terakhir sebagai Redaktur Opini, dan setelah itu kembali menjadi Redaktur Opini di Harian Solopos dari Tahun 1997 hingga 2011. Ditengah-tengah itu ia mendirikan Joglo Semar dan menjadi Pemred. Selain itu juga pernah aktif di Yayasan Kantata Takwa bekerja besama Setiawan Jodi.

Awal perkenalan terjadi ketika Jokowi menelfon dirinya dan memintanya datang untuk bertemu. Saat itu Jokowi hendak mencalonkan diri menjadi calon Walikota Solo, dan tengah melakukan sejumlah lobby untuk mendapatkan dukungan partai yang hendak mengusung. Ketika itu, AN sama sekali tidak kenal Jokowi, kecuali informasi yang ia dapatkan dari media yang memberitakan Jokowi terkait dengan rencana pencalonan dirinya menjadi Walikota. Meski pernah bertemu di Yayasan Kantata Takwa, tapi sama sekali tidak pernah ada interaksi diantara mereka. AN yang saat itu sebenarnya tinggal di Jakarta dan bekerja di Yayasan Kantata Takwa, kemudian datang ke rumah Jokowi di Sumber, memenuhi permintaan Jokowi ditelpon. Ketika bertemu, mereka hanya berkenalan dan ngobrol ringan. Namun setelah itu ada sejumlah pertemuan dan pada saat itulah Jokowi meminta AN untuk membantu rencana pencalonannya, bersama tim kecil yang terdiri dari Pakdenya Jokowi dan tiga orang pengusaha (dua dari Omah Sinten dan satu lagi pengusaha yang kemudian hari menjadi aktifis Partai Hanura). Bantuan yang diminta ke AN terutama untuk menyusun strategi komunikasi publik untuk mendukung pencalonanan Jokowi sebagai Walikota, selain bikin hitung-hitungan (diantaranya melalyi serangkaian polling, pen) tentang kans dipilihnya Jokowi.

Setelah Jokowi terpilih, ia kembali ke Jakarta dan kembali bergabung dengan Kantata Takwa. Namun baru beberapa saat dilantik, ia kembali ditelpon Jokowi yang kembali meminta untuk bertemu. Jokowi menyampaikan keinginannya agar AN kembali membantu Jokowi, terutama dalam upaya menyusun sejumlah strategi guna membranding Kota Solo. “Ya kembali ke Solo saja mas, bantu saya… Saya sudah terpilih… banyak kerjaa… pemikiran panjenengan itu diperlukan… sama saja toh kerja di Jakarta atau di Solo?”

Tentang adanya hubungan non formal antara Jokowi dengan sejumlah orang termasuk dirinya, menurut AN tidak aneh, karena Jokowi tidak suka yang terlalu formal.

Mengenai alasannya bersedia menerima tawaran Jokowi untuk membantunya, ia mengatakan, “Prinsipnya sejak awal ingin bantu… Saya sebetulnya kenal dulu, baca sosoknya dimedia. Tapi saya baru tau sosoknya beliau saat itu (saat pertama kali bertemu di rumah Jokowi di Sumber, pen). Beliau terbuka dengan siapa saja, berteman dengan siapa saja, tapi juga bisa menyaring, mana yang bermanfat mana yang tidak… Saya melihat lebih efektif (kalau saya membantu Jokowi, pen)…”

Meski ingin membantu Jokowi, ia tidak ingin hubungan itu terjalain dalam dalam bentuk hubungan formal seperti staf ahli. Ia lebih menginginkan hubungan pertemanan dan dalam suasana egaliter, meski dengan model hubungan seperti itu tidak menghasilkan benefit ekonomi. Ia juga tidak ingin lantaran kedekatannya tersebut ia mendapatkan kemudahan atau fasilitas apapun. Karena itu ia lebih suka kalau hubungan yang berjalan antara dirinya dengan Jokowi tidak banyak diketahui orang.

Mengenai bentuk bantuan yang diberikannya kepada Jokowi, diantaranya membantu untuk membuat berbagai disain untuk publikasi, termasuk strategi dalam mempublikasikan apa yang sudah dikerjakan Jokowi kepada publik. Hal itu sangat relevan mengenai profesinya sebagai konsultan komunikasi. Dalam penelusuran yang penulis lakukan, AN banyak membantu Jokowi mem branding Kota Solo sebagai Kota Budaya, diantaranya dengan membantu kerja Dinas Budaya dan Parisiwata melakukan perannya dalam mengembangkan Solo sebagai Kota Budaya. Hal itu diantaranya dilakukan AN dengan memberikan bantuan “khusus” kepada Sekretaris Dinas Budpar , yang “ditugasi” Jokowi untuk mengawal agar salah satu agenda utama Jokowi, yaitu pengembangan budaya di Kota Solo, dapat berjalan.