Rekomendasi Kebijakan

8.4. Rekomendasi Kebijakan

Penulis merumuskan empat rekomendasi kebijakan, yaitu:

1. Rekomendasi pertama ditujukan kepada Kemendagri, DPR, dan partai politik. Kepada Kemendagri dan DPR penulis merekomendasikan susulan revisi UU No. 32/2004 terutama menyangkut pasal-pasal yang berkenan dengan kepala daerah (pasal mengenai persyaratan pencalonan kepala daerah). Usulan perubahan yang diajukan: (1) ketentuan tingkat pendidikan minimal diubah menjadi minimal sarjana strata satu mengingat kompleksitas persoalan masa datang selain kerumitan tugas dan tanggung-jawab yang dihadapi. (2) menyangkut ayat yang meyebutkan bahwa calon kepala daerah dapat diajukan selama tidak pernah dijatuhi pidana penjara minimal 5 tahun, ketentuan ini perlu direvisi berangkat dari berbagai kasus yang terjadi di daerah. Revisi yang diusulkan adalah, calon tidak pernah tersangkut kasus pidana apapun (kecuali pidana politik); (3) Perlu dilakukan investigasi khusus (misalnya oleh tim khusus yang dibentuk dalam proses pencalonan), yang melakukan tracking rekam jejak calon sebelum calon disahkan (tidak sebatas menunggu adanya laporan masyarakat); (4) memiliki pengalaman terlibat dalam kegiatan penetapan kebijakan publik ( public policy process ). Hal ini penting agar kepala daerah dapat langsung melaksanakan tugas (sudah memiliki pengetahuan minimal), dan tidak perlu menghabiskan waktu untuk mempelajari apa yang menjadi tugasnya.

Kepada partai politik penulis merekomendasikan perlunya upaya menyelaraskan program kaderisasi partai dengan upaya mencetak para pejabat publik yang kompeten dan memiliki keberpihakan kepada masyarakat; mengingat partai politik merupakan salah satu institusi penting penyumbang “agen” pejabat publik.

2. Ditujukan kepada pemerintah pusat dalam hal ini Kemendagri, yaitu terkait dengan revisi kebijakan mengenai staf ahli ( PP No. 41/tahun 2007 tentang OPD yang menyebutkan bahwa staf ahli berasal dari PNS atau merupakan jabatan struktural eselon IIb untuk Kota/Kab dan IIa untuk Gubernur, dengan jumlah paling banyak 5 orang).

Mengingat pentingnya keberadaan staf ahli dalam men -support kepala daerah agar mampu mengupayakan perubahan, perlu dibuka peluang unsur non birokrasi masuk sebagai tim yang dapat direkrut dari pakar, tokoh, pegiat kemasyarakatan, dan lain-lain; yang dilakukan melalui mekanisme pemilihan yang transparan dan partisipatif (melibatkan pulik). Hal ini mengingat dalam praktek, keberadaan staf ahli dari unsur birokrasi sebagaimana terjadi dibanyak daerah, dinilai tidak mampu menjawab kebutuhan kepala daerah untuk mengupayakan reform . Mendorong perubahan bukanlah tindakan biasa (rutin) dan menuntut kemampuan berfikir kreatif, inovatif ( out of the box atau keluar dari mainstream ), dan hal ini bukan praktek mudah bagi birokrasi yang terbiasa berpikir linier, prosedural, dan formal.

3. Ditujukan kepada Kemendagri, yaitu tentang perlunya kebijakan untuk menstimuli makin berkembangnya gagasan inovatif didaerah, diantaranya melalui mekanisme reward dan punishment. Gagasan inovatif semakin dibutuhkan mengingat realitas praktek pengelolaan pemerintahan di daerah menghadapkan para pemimpin daerah pada kondisi tidak ideal (penuh keterbatasan), namun pada saat yang sama berhadapan dengan tuntutan pemenuhan kebutuhan ( interest ) serta penyelesaian permasalahan yang cepat dengan masalah yang makin kompleks..

4. Ditujukan kepada Kemendagri dan dan para penggiat masyarakat sipil (dengan area kewenangannya masing-masing); terkait dengan perlu dibentuknya forum (arena) yang 4. Ditujukan kepada Kemendagri dan dan para penggiat masyarakat sipil (dengan area kewenangannya masing-masing); terkait dengan perlu dibentuknya forum (arena) yang

Pembentukan forum ini penting, mengingat dilapangan sejumlah kepala daerah melakukan inovasi guna mengisi kebutuhan relasi tersebut dengan “membentuk” semacam staf ahli atau forum “bayangan”. Akan tetapi karena umumnya dibentuk lebih untuk menjawab kebutuhan partai politik dan atau kepentingan “sempit” kepala daerah (melanggengkan kekuasaan atau memperkuat dukungan politik) dan bukan untuk kepentingan publik, “staf ahli” atau forum tersebut (umumnya diisi oleh orang-orang yang merepresentasikan unsur parpol atau kelompok kepentingan pendukung kepala daerah) sehingga lebih berorientasi pada praktek- praktek politik transaksional (bagi-bagi proyek) dan oligarki parpol (misal penempatan personal birokrasi atas pertimbangan menguatkan dukungan birokrasi kepada partai politik).