Macam-macam perikatan

3. Macam-macam perikatan

Bentuk perikatan yang paling sederhana, ialah suatu perikatan yang masing-masing pihak hanya ada satu orang dan satu prestasi yang seketika juga dapat ditagih pembayarannya. Di samping bentuk yang paling sederhana itu, terdapat berbagai macam perikatan lain yang akan diuraikan satu persatu di bawah ini.

a. Perikatan bersyarat (voorwaardelijk) Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yang digantungkan

pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Pertama mungkin untuk memperjanjikan, bahwa perikatan itu barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu itu timbul. Suatu perjanjian yang demikian itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertangguhkan (opschortende voorwaarde). Suatu contoh, apabila saya berjanji pada seseorang untuk membeli mobilnya kalau saya lulus dari ujian, di sini dapat dikatakan bahwa jual beli itu hanya akan terjadi, kalau saya lulus dari ujian. Kedua, mungkin untuk memperjanjikan, bahwa suatu perikatan yang sudah akan berlaku, akan dibatalkan apabila kejadian yang belum tentu itu timbul. Di sini dikatakan, perikatan itu digantungkan pada suatu syarat pembatalan (ontbindende voorwaarde). Suatu contoh, misalnya suatu perjanjian : saya mengizinkan seorang mendiami rumah saya, dengan ketentuan bahwa perjanjian itu akan berakhir apabila secara mendadak, saya diperhentikan dari pekerjaan saya.

Oleh undang-undang ditetapkan, bahwa suatu perjanjian sejak semula sudah batal (nietig), jika ia mengandung suatu ikatan yang digantungkan pada suatu syarat yang mengharuskan suatu pihak untuk melakukan suatu perbuatan yang sama sekali tidak mungkin dilaksanakan atau yang bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan. Baiklah kiranya diperingatkan di sini, bahwa dalam hukum waris mengenai ini berlaku suatu ketentuan yang berlainan, yaitu suatu syarat yang demikian jika dicantumkan dalam suatu testament tidak mengakibatkan batalnya testament, tetapi hanya dianggap syarat yang demikian itu tidak ada, sehingga surat wasiat tersebut tetap berlaku dengan tidak mengandung syarat. Selanjutnya diterangkan, bahwa dalam tiap perjanjian yang meletakkan kewajiban timbal-balik, kelalaian salah satu pihak (wanprestasi) selalu dianggap sebagai suatu syarat pembatalan yang dicantumkan dalam perjanjian (pasal 1266).

b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu (tijdsbepaling)

Perbedaan antara suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu ialah yang pertama berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak akan terlaksana, sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang, meskipun mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya, misalnya meninggalnya seseorang. Contoh-contoh suatu perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu, banyak sekali dalam praktek, seperti perjanjian perburuhan, suatu hutang wesel yang dapat ditagih suatu waktu setelannya dipertunjukkan dan lain sebagainya.

c. Perikatan yang membolehkan memilih (alternatief) Ini adalah suatu perikatan, di mana terdapat dua atau lebih

macam prestasi, sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana ia akan lakukan. Misalnya, ia boleh memilih apakah ia akan memberikan kuda atau mobilnya atau uang satu juta rupiah.

d. Perikatan tanggung-menanggung (hoofdelijk atau solidair) Ini adalah suatu perikatan di mana beberapa orang bersama-

sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya. Beberapa orang sama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek.

Beberapa orang yang bersama-sama menghadapi satu orang berpiutang atau penagih hutang, masing-masing dapat dituntut untuk membayar hutang itu seluruhnya. Tetapi jika salah satu membayar, maka pembayaran ini juga membebaskan semua teman- teman yang berhutang. Itulah yang dimaksudkan suatu perikatan tanggung-menanggung. Jadi, jika dua orang A dan B secara tanggung-menanggung berhutang Rp. 100.000,— kepada C, maka A dan B masing-masing dapat dituntut membayar Rp. 100.000,—

Memang dari sudut si berpiutang, perikatan semacam ini telah diciptakan untuk menjamin piutangnya, karena jika satu orang tidak suka atau tidak mampu membayar hutangnya, ia selalu dapat meminta pembayaran dari yang lainnya.

Perikatan tanggung-menanggung, lazim diperjanjikan dalam suatu perjanjian. Bagaimana juga, perikatan semacam ini tidak boleh dianggap telah diadakan secara diam-diam, ia selalu harus diperjanjikan dengan tegas (uitdrukkelijk). Tetapi ada kalanya juga perikatan tanggung-menanggung itu ditetapkan oleh undang- undang, misalnya dalam B.W. mengenai beberapa orang bersama- sama meminjam satu barang, mengenai satu orang menerima penyuruhan (lastgeving) dari beberapa orang. Dalam W.V.K., mengenai suatu perseroan firma, di mana menurut undang-undang masing-masing pesero bertanggung jawab sepenuhnya untuk seluruh hutang firma, atau mengenai suatu wesel, di mana semua orang yang secara berturut-turut telah mengendosirnya, masing- masing menanggung pembayaran hutang wesel itu untuk seluruhnya, jika penagihan kepada si berhutang menemui kegagalan.

e. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi

Apakah suatu perikatan dapat dibagi atau tidak, tergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian. Persoalan tentang dapat atau tidaknya dibagi suatu perikatan, barulah tampil ke muka, jika salah satu pihak dalam perjanjian telah digantikan oleh beberapa orang lain. Hal mana biasanya terjadi karena meninggalnya satu pihak yang menyebabkan ia digantikan dalam segala hak-haknya oleh sekalian ahliwarisnya.

Pada asasnya — jika tidak diperjanjikan lain — antara pihak- pihak yang semula suatu perikatan, tidak boleh dibagi-bagi, sebab si berpiutang selalu berhak menuntut pemenuhan perjanjian untuk sepenuhnya dan tidak usah ia menerima baik suatu pembayaran sebagian demi sebagian.

f. Perikatan dengan penetapan hukuman (strafbeding)

Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam praktek banyak dipakai perjanjian di mana si berhutang dikenakan suatu hukuman, apabila ia tidak menepati kewajibannya. Hukuman ini, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian itu.

Hakim mempunyai kekuasaan untuk meringankan hukuman, apabila perjanjian telah sebahagian dipenuhi.