Kekuasaan orang tua (ouderlijke macht)

2. Kekuasaan orang tua (ouderlijke macht)

Seorang anak yang sah sampai pada waktu ia mencapai usia dewasa atau kawin, berada di bawah kekuasaan orang tuanya (ouderlijke macht) selama kedua orang tua itu terikat dalam hubungan -perkawinan. Dengan demikian, kekuasaan orang tua itu mulai berlaku sejak lahirnya anak atau sejak hari pengesahannya dan berakhir pada waktu anak itu menjadi dewasa atau kawin, atau pada waktu perkawinan orang tuanya dihapuskan. Ada pula kemungkinan, kekuasaan itu oleh hakim dicabut (ontzet) atau orang tua itu dibebaskan (ontheven) dari kekuasaan itu, karena sesuatu alasan. Kekuasaan itu dimiliki oleh kedua orang tua ber sama, tetapi lazimnya dilakukan oleh si ayah. Hanyalah apabila ni ayah itu tidak mampu untuk melakukannya, misalnya sedang sakit keras, sakit ingatan, sedang bepergian.dengan tidak ada ketentuan tentang nasibnya, atau sedang berada di bawah pengawas an (curatele) kekuasaan itu dilakukan oleh isterinya.

Kekuasaan orang tua, terutama berisi kewajiban untuk mendidik dan memelihara anaknya. Pemeliharaan meliputi pemberian nalkah, pakaian dan perumahan.

Pada umumnya seorang anak yang masih di bawah umur tidak cakap untuk bertindak sendiri. Berhubung dengan itu, ia harus diwakili oleh orang tua.

Selanjutnya, kekuasaan orang tua itu tidak saja meliputi diri si anak, tetapi juga meliputi benda atau kekayaan si anak itu. Apabila si anak mempunyai kekayaan sendiri, kekayaan ini diurus oleh orang yang melakukan kekuasaan orang tua itu. Hanyalah dalam hal ini diadakan pembatasan oleh undang-undang, yaitu mengenai benda- benda yang tak bergerak, surat-surat sero (cffecten) dan surat-surat penagihan yang tidak boleh dijual sebelum mendapat izin dari hakim.

Orang tua mempunyai "vruchtgenot" atas benda atau ke- "Vrucht- kayaan anaknya yang belum dewasa, yaitu mereka berhak untuk 8e "° menikmati hasil atau bunga (renten) dari benda atau kekayaan si anak. Dari peraturan ini dikecualikan kekayaan yang diperoleh Bi anak sendiri dari pekerjaan dan kerajinannya sendiri. Sebaliknya pada orang tua yang mempunyai "vruchtgenot" atas kekayaan anaknya itu diletakkan beban seperti seorang "vruchtgebruiker," yaitu ia wajib memelihara dan menjaga benda itu sebaik-baiknya, sedangkan biaya pemeliharaan dan pendidikan si anak harus dianggap sebagai imbalan dari "vruchtgenot" tersebut.

Orang yang melakukan kekuasaan orang tua, dapat dibebaskan dari kekuasaan tersebut (ontheven) berdasarkan alasan ia tidak cakap (ongeschikt) atau tidak mampu (onmachtig) untuk melakukan kewajiban memelihara dan mendidik anaknya. Yang dimaksudkan oleh undang-undang, ialah suatu kenyataan bahwa seorang ayah atau ibu mempunyai sifat-sifat yang menyebabkan ia tidak lagi dapat dianggap cakap untuk melakukan kekuasaan orang tua. "Ontheffing" ini hanya dapat dimintakan oleh Dewan Perwalian ("Voogdijraad") atau Kejaksaan dan tidak dapat dipaksakan jiika si ayah atau ibu itu melawannya.

Selanjutnya dapat juga dimintakan pada hakim supaya orang tua itu dicabut kekuasaannya (ontzet), berdaarkan alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Alasan-alasan itu, antara lain jikalau orang tua itu salah mempergunakan atau sangat melalaikan kewajibannya sebagai orang tua, berkelakuan buruk, dihukum karena sesuatu kejahatan yang ia lakukan bersama-sama dengan anaknya atau dihukum penjara selama dua tahun atau lebih. Berlainan dengan "ontheffing", ialah pencabutan kekuasaan (ont- zetting). Ini dapat dimintakan oleh si isteri terhadap suaminya atau sebaliknya, selanjutnya dapat pula dimintakan oleh anggota-anggota keluarga yang terdekat. Dewan Perwalian ("Voogdijraad") atau Kejaksaaan dapat pula memintakannya. Selanjutnya ada pula perbedaan, ontheffing dan onzetting. "Ontheffing" ditujukan pada orang tua yang melakukan kekuasaan orang tua (biasanya si ayah) sedangkan "ontzetting" dapat ditujukan pada masing-masing orang tua. Lagi pula "ontzetting" selalu berakibat hilangnya "vruchtgenot," sedang ontheffing tidak.