Perwalian (Voogdij)

3. Perwalian (Voogdij)

Perwalian (voogdij) adalah pengawasan terhadap anak yang di bawah umur, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan benda atau kekayaan anak tersebut diatur oleh undang- undang. Dengan demikian, berada di bawah perwalian. Anak yang berada di bawah perwalian, adalah :

a) anak sah yang kedua orang tuanya telah dicabut

kekuasaannya sebagai orang tua;

b) anak sah yang orang tuanya telah bercerai;

c) anak yang lahir di luar perkawinan (natuurlijk kind).

Jika salah satu orang tua meninggal, menurut undang-undang orang tua yang lainnya dengan sendirinya menjadi wali dari anak- anaknya. Perwalian ini dinamakan perwalian menurut undang- undang (wettelijke voogdij). Seorang anak yang lahir di luar perkawinan berada di bawah perwalian orang tua yang mengakuinya. Apabila seorang anak yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua ternyata tidak mempunyai wali, hakim akan mengangkat seorang wali atas permintaan salah satu pihak yang berkepentingan atau karena jabatannya (datieve voogdij). Ada pula kemungkinan, seorang ayah atau ibu di dalam surat wasiatnya (testament) mengangkat seorang wali untuk anaknya. Pengangkatan yang dimaksudkan akan berlaku, jika orang tua yang lainnya karena sesuatu sebab tidak menjadi wali. Perwalian semacam ini dinamakan perwalian menurut wasiat (testamentaire voogdij).

Pada umumnya dalam tiap perwalian, hanya ada seorang wali saja. Kecuali, apabila seorang wali-ibu (moedervoogdes) kawin lagi, dalam hal mana suaminya menjadi medevoogd.

Seorang yang oleh hakim diangkat menjadi wali, harus menerima pengangkatan itu, kecuali jika ia seorang isteri yang kawin atau jika ia mempunyai alasan-alasan menurut undang- undang untuk minta dibebaskan dari pengangkatan itu. Alasan- alasan itu antara lain jika ia, untuk kepentingan Negara harus berada di luar Negeri, jika ia seorang anggota Tentara dalam dinas aktif, jika ia sudah berusia 60 tahun, jika ia sudah menjadi wali untuk seorang anak lain atau jika ia sendiri sudah mempunyai lima orang anak sah atau lebih.

Ada golongan orang yang tidak dapat diangkat menjadi wali. Mereka itu, ialah orang yang sakit ingatan, orang yang belum dewasa, orang yang di bawah curatele, orang yang telah dicabut kekuasaannya sebagai orang tua, jika pengangkatan sebagai wali itu untuk anak yang menyebabkan pencabutan tersebut. Lain dari itu, Kepala dan anggota-anggota Balai Harta Peninggalan (Weeskamer) juga tak dapat diangkat menjadi wali, kecuali dari anak-anaknya sendiri.

Seorang wali diwajibkan mengurus kekayaan anak yang berada di bawah pengawasannya dengan sebaik-baiknya dan ia ber- Seorang wali diwajibkan mengurus kekayaan anak yang berada di bawah pengawasannya dengan sebaik-baiknya dan ia ber-

Semua wali, kecuali perkumpulan-perkumpulan yang diangkat oleh hakim (hakim berkuasa mengangkat suatu perkumpulan menjadi wali), jika dikehendaki oleh Weeskamer, diharuskan memberikan jaminan berupa borgtocht atau hipotik secukupnya menurut pendapat Weeskamer. Jika wali itu tidak suka memberikan tanggungan itu, Weeskamer dapat menuntutnya di depan hakim, dan meminta pada hakim supaya pengurusan kekayaan si anak dicabut serta diserahkan pada Weeskamer itu sendiri.

Dalam tiap perwalian di Indonesia Balai Harta Peninggalan (Weeskamer) menurut undang-undang menjadi wali pengawas (toeziende voogd). Weeskamer itu berada di Jakarta, Semarang, Surabaya, Medan dan Makassar, sedangkan di tempat-tempat lain ia mempunyai cabang (agen). Di samping tiap Weeskamer ada suatu "Dewan Perwalian" ("Voogdijraad") yang terdiri atas kepala dan anggota-anggota, Weeskamer itu ditambah dengan beberapa anggota lainnya.

Agar Weeskamer dapat melakukan tugasnya, tiap orang tua yang menjadi wali harus segera melaporkan tentang terjadinya perwalian pada Weeskamer. Begitu pula, apabila hakim mengangkat seorang wali, Panitera Pengadilan harus segera memberitahukan hal itu pada Weeskamer.