Perihal pembagian warisan

7. Perihal pembagian warisan

Jika beberapa orang waris bersama-sama memperoleh suatu warisan, maka warisan ini tentunya pada suatu waktu akan dibagi. Peraturan-peraturan yang termuat dalam Buku II B.W. perihal boedelscheiding (pasal 1066 dsl.) oleh undang-undang ditetapkan berlaku untuk segala macam pembagian dari tiap kekayaan bersama yang belum terbagi. Jadi tidak saja untuk pembagian warisan, tetapi juga misalnya untuk pembagian kekayaan bersama yang terjadi karena perkawinan atau karena beberapa orang bersama-sama telah mendirikan suatu persekutuan dagang. Karena itu, perkataan "boedel-scheiding" dapat diartikan sebagai suatu perbuatan hukum yang bermaksud untuk mengakhiri suatu keadaan, di mana terdapat suatu kekayaan bersama yang belum terbagi.

Hak untuk menuntut supaya diadakan pembagian suatu kekayaan bersama, adalah suatu hak yang tidak boleh dikurangi, apalagi dihapuskan. Tiada seorang pun yang dapat dipaksa untuk menerima saja suatu keadaan di mana ia bersama-sama dengan orang-orang lain mempunyai suatu kekayaan yang tak terbagi. Bahkan suatu perjanjian yang mengandung suatu larangan untuk mengadakan pembagian suatu kekayaan bersama, adalah batal.

Sebaliknya kepada orang-orang yang mempunyai piutang- piutang terhadap si meninggal, oleh undang-undang diberikan hak untuk mengadakan perlawanan terhadap pembagian warisan selama piutang-piutang itu belum dilunasi. Hak untuk menantang pembagian ini, diberikan kepada mereka, karena mereka hanya dapat menyita harta peninggalan selama kekayaan si meninggal belum terbagi antara para ahliwaris.

Apabila kekayaan itu sudah terbagi, mereka lalu hanya dapat menagih piutang mereka pada para ahliwaris seorang demi seorang, masing-masing untuk suatu jumlah yang selaras dengan bagiannya dalam warisan, yang sudah tentu membawa banyak kesulitan.

Tentang caranya mengadakan boedelscheiding, oleh undang- undang ditetapkan, bahwa itu tergantung pada keadaan. Dalam hal semua ahliwaris cakap untuk bertindak sendiri dan semuanya berada di tempat, artinya dapat hadir sendiri, maka cara melakukan pembagian itu diserahkan kepada mereka sendiri. Jadi tidak ditetapkan suatu cara tertentu. Akan tetapi jika di antara para ahliwaris ada anak-anak yang masih di bawah umur atau ada yang telah ditaruh di bawah curatele, maka pembagian warisan itu harus dilakukan dengan suatu akte notaris dan dihadapkan Wees-kamer. Sebagai dasar pembagian, harus dipakai harga taksiran dari semua benda warisan.

Soal yang mempunyai hubungan rapat dengan pembagian warisan ialah soal yang disebut "inbreng," yaitu pengembalian benda-benda ke dalam boedel. Soal ini tampil ke muka, apabila si meninggal pada waktu masih hidupnya telah memberikan benda- benda secara "schenking" kepada sementara waris. Pemberian semacam itu, dapat dianggap sebagai suatu "voorschot" atas bagian warisan yang akan diperhitungkan kemudian. Perhitungan ini dapat dilakukan dengan mengembalikan benda yang telah diterima itu atau dengan memperhitungkan harganya menurut taksiran.

Menurut undang-undang, yang diharuskan melakukan inbreng tersebut ialah para ahliwaris dalam garis lencang ke bawah, dengan tidak diperbedakan apakah mereka itu mewarisi menurut undang- undang atau ditunjuk dalam testament. Dan tidak diperbedakan pula apakah mereka itu menerima warisannya secara penuh (zuivere aanvaarding) atau menerima dengan "voorrecht van boedel- beschrijving." Akan tetapi orang yang meninggalkan warisan berhak untuk menetapkan, bahwa ahliwaris-ahliwaris yang telah menerima pemberian-pemberian sewaktu si meninggal masih hidup, akan dibebaskan dari inbreng.

Dasar pikiran dari peraturan tentang inbreng ini, ialah bahwa si meninggal, kecuali jika ternyata sebaliknya, harus dianggap memegang keadilan terhadap anak-anak atau cucu-cucunya. Ter- Dasar pikiran dari peraturan tentang inbreng ini, ialah bahwa si meninggal, kecuali jika ternyata sebaliknya, harus dianggap memegang keadilan terhadap anak-anak atau cucu-cucunya. Ter-

Peraturan mengenai inbreng, mempunyai perbedaan dalam sifatnya dengan peraturan perihal legitieme portie. Sebagaimana dapat kita lihat, peraturan perihal legitieme portie, bermaksud untuk melindungi kepentingan ahhwaris-ahliwaris, yang sangat rapat hubungannya dengan si meninggal. Karena itu peraturan-peraturan tersebut mempunyai sifat memaksa, artinya tidak dapat disingkirkan. Sedangkan peraturan perihal inbreng sebagaimana diterangkan dapat disingkirkan. Seorang yang pernah menerima suatu pemberian benda sewaktu si meninggal masih hidup, tidak usah melakukan inbreng jika ia bukan ahliwaris. Hanya ia dapat dituntut untuk pengurangan atas pemberian itu, jika terbukti dengan pemberian itu salah suatu legitieme portie telah terlanggar.

Jika salah seorang ahliwaris berhutang pada si meninggal, maka ada yang mengatakan hutang itu harus juga dimasukkan atau dikembalikan, seolah-olah suatu inbreng. Tetapi perkataan inbreng di sini dapat mengeruhkan pengertian dan lebih baik dikatakan suatu perhitungan hutang-piutang. Sebab pembayaran hutang kepada boedel memang diharuskan terhadap tiap orang yang berhutang, sedangkan inbreng hanya berlaku terhadap seorang ahliwaris dalam garis lencang ke bawah.