Lewat waktu. Perincian dalam pasal 1381 B.W. itu tidak lengkap, karena telah

10. Lewat waktu. Perincian dalam pasal 1381 B.W. itu tidak lengkap, karena telah

dilupakan hapusnya suatu perikatan karena lewatnya suatu ketetapan waktu yang dicantumkan dalam suatu perjanjian. Selanjutnya dapat diperingatkan pada beberapa cara yang khusus ditetapkan terhadap perikatan, misalnya ketentuan bahwa suatu perjanjian "maatschap" atau perjanjian "lastgeving" hapus dengan meninggalnya seorang anggota maatschap itu atau meninggalnya dilupakan hapusnya suatu perikatan karena lewatnya suatu ketetapan waktu yang dicantumkan dalam suatu perjanjian. Selanjutnya dapat diperingatkan pada beberapa cara yang khusus ditetapkan terhadap perikatan, misalnya ketentuan bahwa suatu perjanjian "maatschap" atau perjanjian "lastgeving" hapus dengan meninggalnya seorang anggota maatschap itu atau meninggalnya

1) Pembayaran Yang dimaksudkan oleh undang-undang dengan perkataan

"pembayaran" ialah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka rela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi. Jadi perkataan pembayaran itu oleh undang-undang tidak melulu ditujukan pada penyerahan uang saja, tetapi penyerahan tiap barang menurut perjanjian, dinamakan pembayaran. Bahkan si pekerja yang melakukan pekerjaannya untuk majikannya dikatakan "membayar."

Pada asasnya hanya orang yang berkepentingan saja yang dapat melakukan pembayaran secara sah, seperti seorang yang turut berhutang atau seorang penanggung (borg), demikianlah pasal 1382 B.W. Tetapi pasal ini selanjutnya menerangkan, juga seorang pihak ketiga yang tidak berkepentingan dapat membayar secara sah, asal saja pihak ketiga itu bertindak atas nama si berhutang, atau bilamana ia bertindak atas namanya sendiri, asal saja ia tidak menggantikan hak-haknya si berpiutang. Jikalau dipikir benar-benar sebetulnya kalimat "asa/ saja ia tidak menggantikan hak-hak si berpiutang", tidak perlu disebutkan. Sebab jika orang yang membayar hutang itu menggantikan hak-hak si berpiutang, tidak dapat dikatakan perikatan hutang-piutang itu sudah hapus, karena ia sebenarnya masih hidup, hanyalah penagihnya saja yang berganti. Sebagai kesimpulan dapat ditetapkan, bahwa pasal 1382 itu membolehkan siapa saja membayar dan si berpiutang diharuskan menerimanya, meskipun belum tentu pembayaran itu juga akan membebaskan si berhutang. Hanya untuk perjanjian-perjanjian di mana salah satu pihak diharuskan melakukan sesuatu perbuatan, tentu saja asas tersebut itu tidak akan berlaku. Misalnya saja dalam suatu perjanjian bekerja, tidak dapat seorang pekerja dengan begitu saja digantikan oleh temannya yang mungkin tidak sepadan kecakapannya.

Barang yang dibayarkan, harus milik orang yang melakukan pembayaran dan orang itu juga harus berhak untuk memindahkan barang-barang itu ke tangan orang lain. Pembayaran itu harus dilakukan kepada si berpiutang atau kepada seorang yang dikuasakan olehnya atau oleh undang-undang. Misalnya seorang juru-kuasa atau seorang wali. Pembayaran yang dilakukan kepada orang-orang lain tentu saja pada umumnya tidak sah. Artinya tidak membebaskan si berhutang. Akan tetapi jika si berpiutang memang sudah menyetujuinya atau ternyata akhirnya juga menerima barang yang telah dibayarkan itu, pembayaran itu dianggap menerima barang yang telah dibayarkan itu, pembayaran itu dianggap sah juga. Lagi pula ditetapkan oleh pasal 1386, bahwa pembayaran yang dilakukan secara jujur kepada seseorang yang memegang surat tanda penagihan, adalah sah.

Yang dimaksudkan, bahwa orang yang memegang surat tanda penagihan itu bertindak ke luar seolah-olah ia berhak atas surat itu, sehingga cukup alasan untuk mempercayai orang itu.

Pembayaran harus dilakukan di tempat yang ditentukan di dalam perjanjian. Jika tempat ini tidak ditentukan dan barang yang harus dibayarkan itu suatu barang yang sudah tertentu, pembayaran harus dilakukan di tempat barang itu berada sewaktu perjanjian ditutup. Dalam hal-hal lain, misalnya dalam hal tiada ketentuan tempat dan pembayaran yang berupa uang, pembayaran itu harus dilakukan di tempat tinggal si berpiutang. Jadi, tiap pembayaran yang berupa uang, jika tiada ketentuan lain, harus diantarkan ke rumah si berpiutang. Akan tetapi sebagaimana kita lihat dalam praktek, peraturan ini sudah terdesak oleh kebiasaan yaitu pembayarannya itu diambil di rumah si berhutang. Undang-undang hanya mengadakan satu kekecualian, yaitu dalam hal pembayaran suatu hutang-wesel, di mana oleh pasal 137 W.v.K. ditetapkan bahwa pembayaran surat wesel harus dimintakan di rumah orang yang berkewajiban membayarnya.

Oleh pasal 1382 -B.W. apa yang disebutkan di atas, sudah disinggung adanya kemungkinan menggantikan hak-hak seorang berpiutang. Menggantikan hak-hak seorang berpiutang ini, dinamakan "subrogatie," yang diatur dalam pasal-pasal 1400 s/d 1403 B.W. Subrogatie, harus diperbedakan dengan cessie (pemindahan suatu piutang), yang biasanya merupakan suatu akibat penjualan piutang itu. Dalam hal subrogatie, hutang telah terbayar lunas oleh seorang pihak ketiga. Hanya perikatan hutang-hutang masih hidup terus karena pihak ketiga itu lalu menggantikan hak-hak si berpiutang terhadap diri si berhutang. Cessie, suatu perbuatan pemindahan suatu piutang kepada seorang yang telah membeli piutang itu. Subrogatie dapat terjadi karena ditetapkan oleh undang- undang. Dengan demikian, subrogatie dapat terjadi dengan tiada memakai bantuan si berpiutang, sedangkan cessie selalu dibutuhkan bantuan ini. Lagi pula terdapat perbedaan dari sudut formil, di mana untuk subrogatie tidak diharuskan sesuatu cara, sedangkan untuk cessie diharuskan suatu akte, yang harus diberitahukan pula secara resmi kepada si berhutang.

Subrogatie dapat terjadi dengan suatu perjanjian antara seorang pihak ketiga yang membayar hutang dan si berhutang yang menerima pembayaran itu, atau karena penetapan undang-undang.

Subrogatie yang terjadi dengan perjanjian, diatur dalam pasal 1401. Menurut pasal itu ada dua kemungkinan :

1. Seorang pihak ketiga datang pada si berpiutang dan menyatakan ia hendak membayar hutang si berhutang. Pembayaran itu diterima baik oleh si berpiutang. Orang pihak ketiga itu akan menggantikan hak-hak si berpiutang (termasuk tanggungan- tanggungan, misalnya hypotheek atau hak-hak privilege), jika penggantian itu semata-mata diperjanjikan pada waktu si berpiutang menerima pembayaran hutang itu. Karena di sini tidak diharuskan sesuatu cara oleh undang-undang, maka cukuplah jika misalnya perjanjian itu dituliskan saja di atas kwintansi yang diberikan oleh si berpiutang sebagai tanda pembayaran.

2. Si berhutang meminjam uang dari seorang pihak ketiga untuk dipakai membayar hutangnya. Di sini ditetapkan, jikalau orang 2. Si berhutang meminjam uang dari seorang pihak ketiga untuk dipakai membayar hutangnya. Di sini ditetapkan, jikalau orang

Subrogatie yang terjadi karena penetapan undang-undang, diatur dalam pasal 1402. Antaranya disebutkan bahwa seorang pembeli suatu benda yang tak bergerak (persil) yang mempergunakan uang harga yang harus dibayarnya untuk melunasi hutang-hutang yang ditanggung dengan hypotheek atas benda itu, menggantikan hak-hak dari orang-orang yang menghutangkan yang telah menerima pembayaran pelunasan itu. Si pembeli persil itu menjadi pemegang hypotheek atas bendanya sendiri.

2) Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan Ini, suatu cara pembayaran untuk menolong si berhutang dalam

hal si berpiutang tidak suka menerima pembayaran. Barang yang hendak dibayarkan itu diantarkan pada si berpiutang atau ia diperingatkan untuk mengambil barang itu dari suatu tempat. Jikalau ia tetap menolaknya, maka barang itu disimpan di suatu tempat atas tanggungan si berpiutang. Penawaran dan peringatan tersebut harus dilakukan secara resmi, misalnya oleh seorang jurusita yang membuat proses verbal dari perbuatannya itu, sedangkan penyimpanan dapat dilakukan di kepaniteraan Pengadilan Negeri, dengan diberitahukan kepada si berpiutang. Jika cara-cara yang ditetapkan dalam undang-undang dipenuhi, dengan disimpannya barang tersebut, si berhutang telah dibebaskan dari hutangnya. Artinya, ia dianggap telah membayar secara sah. Cara ini banyak dilakukan dalam zaman pendudukan Jepang, ketika uang Jepang sudah sangat merosot harganya.

Hanya dalam satu hal, undang-undang tidak memberikan pertolongan, yaitu dalam hal yang harus diserahkan itu suatu benda yang tak bergerak. Jika si pembeli tidak suka menerima benda ini, undang-undang tidak memberikan suatu cara untuk melaksanakan pembalikan nama yang dapat dianggap sebagai pemindahan hak milik pada si pembeli itu. Si penjual paling banyak dapat meminta pada hakim untuk menetapkan uang paksaan guna mendorong si pembeli, agar ia suka membantu pembalikan nama tanah yang dibelinya.

3) Pembaharuan hutang Ini, suatu pembuatan perjanjian baru yang menghapuskan

suatu perikatan lama, sambil meletakkan suatu perikatan baru. Menurut pasal 1415, kehendak untuk mengadakan suatu pembaharuan hutang itu, harus ternyata secara jelas dari perbuatan para pihak (dalam pasal ini perkataan akte berarti perbuatan). Suatu pembaharuan hutang misalnya, akan terjadi jika seorang penjual barang membebaskan si pembeli dari pembayaran harga barang, tetapi si pembeli itu disuruh menanda tangani suatu perjanjian pinjaman uang yang jumlahnya sama dengan harga barang itu. Pembaharuan hutang dapat juga terjadi, jika si berhutang dengan persetujuan si berpiutang diganti oleh seorang lain yang suatu perikatan lama, sambil meletakkan suatu perikatan baru. Menurut pasal 1415, kehendak untuk mengadakan suatu pembaharuan hutang itu, harus ternyata secara jelas dari perbuatan para pihak (dalam pasal ini perkataan akte berarti perbuatan). Suatu pembaharuan hutang misalnya, akan terjadi jika seorang penjual barang membebaskan si pembeli dari pembayaran harga barang, tetapi si pembeli itu disuruh menanda tangani suatu perjanjian pinjaman uang yang jumlahnya sama dengan harga barang itu. Pembaharuan hutang dapat juga terjadi, jika si berhutang dengan persetujuan si berpiutang diganti oleh seorang lain yang

Jika si berhutang untuk hutangnya mengakseptir suatu surat wesel, maka tidak dapat dikatakan telah terjadi suatu pembaharuan. Ini hanya dianggap terjadi manakala perikatan lama tidak mungkin tetap berlangsung di samping perikatan baru. Keadaan di mana perikatan lama tidak dapat hidup langsung bersama dengan perikatan baru, terang tidak ditimbulkan oleh suatu akseptasi.

Dengan adanya suatu pembaharuan hutang, dianggap hutang yang lama telah hapus dengan segala buntutnya. Tetapi si berpiutang berhak untuk memperjanjikan hak-hak istimewa (privilege) dan hypotheek-hypotheek yang menjadi tanggungan dari hutang lama itu tetap dipegangnya. Jika ada orang yang menanggung hutang lama itu, maka dengan adanya pembaharuan hutang, orang-orang penanggung itu semuanya dibebaskan.

4) Kompensasi atau perhitungan hutang timbal-balik Jika seseorang yang berhutang, mempunyai suatu piutang pada

si berpiutang, sehingga dua orang itu sama-sama berhak untuk menagih piutang satu kepada yang lainnya, maka hutang-piutang antara kedua orang itu dapat diperhitungkan untuk suatu jumlah yang sama. Menurut pasal 1426 perhitungan itu terjadi dengan sendirinya. Artinya, tidak perlu para pihak menuntut diadakannya perhitungan itu. Untuk perhitungan itu juga tidak diperlukan bantuan dari siapapun. Untuk dapat diperhitungkan satu sama lain, kedua piutang itu harus mengenai uang atau mengenai sejumlah barang yang semacam, misalnya beras atau hasil bumi lainnya dari satu kwalitet. Lagi pula kedua.piutang itu harus dapat dengan seketika ditetapkan jumlahnya dan seketika dapat ditagih.

Pada umumnya undang-undang tidak menghiraukan sebab- sebab yang menimbulkan suatu piutang. Hanya dalam pasal 1429, disebutkan tiga kekecualian piutang-piutang yang tidak boleh diperhitungkan satu sama lain :

1. Jika satu pihak menuntut dikembalikannya barang miliknya dengan secara melawan hak telah diambil oleh pihak lawannya.