Pengangkutan (transport)

6. Pengangkutan (transport)

Soal pengangkutan adalah sangat penting bagi perdagangan. Suatu perjanjian pengangkutan, ialah suatu perjanjian di mana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat ke lain tempat, sedangkan pihak yang lain menyanggupi akan membayar ongkosnya. Menurut undang-undang, seorang pengangkut hanya menyanggupi untuk melaksanakan pengangkutan saja. Jadi tidak perlu ia sendiri mengusahakan sebuah alat pengangkutan, meskipun pada umumnya ia sendiri yang mengusahakannya. Selanjutnya menurut undang-undang, ada perbedaan antara seorang pengangkut dengan seorang expedi-tur, yang hanya memberikan jasa-jasanya dalam soal pengiriman barang saja. Pada hakekatnya mereka hanya merupakan perantara antara orang yang hendak mengirimkan barang dengan orang yang akan mengangkutnya.

Pada umumnya, dalam suatu perjanjian pengangkutan pihak pengangkut leluasa untuk memilih sendiri alat pengangkutan yang hendak dipakainya

Sebagaimana halnya dengan perjanjian-perjanjian lainnya, kedua belah pihak diberikan kemerdekaan seluas-luasnya untuk mengatur sendiri segala hal mengenai pengangkutan yang akan diselenggarakan itu. Jika ada kelalaian dari salah satu pihak, maka akibatnya ditetapkan sebagaimana ditetapkan untuk perjanjian- perjanjian pada umumnya dalam Buku III B.W. Dalam perjanjian pengangkutan, pihak pengangkut dapat dikatakan telah mengakui menerima barang-barang dan menyanggupi untuk membawanya ke tempat yang telah ditunjuk dan menyerahkannya kepada orang yang Sebagaimana halnya dengan perjanjian-perjanjian lainnya, kedua belah pihak diberikan kemerdekaan seluas-luasnya untuk mengatur sendiri segala hal mengenai pengangkutan yang akan diselenggarakan itu. Jika ada kelalaian dari salah satu pihak, maka akibatnya ditetapkan sebagaimana ditetapkan untuk perjanjian- perjanjian pada umumnya dalam Buku III B.W. Dalam perjanjian pengangkutan, pihak pengangkut dapat dikatakan telah mengakui menerima barang-barang dan menyanggupi untuk membawanya ke tempat yang telah ditunjuk dan menyerahkannya kepada orang yang

Biasanya ongkos pengangkutan dibayar oleh si pengirim barang. Tetapi adakalanya dibayar oleh orang yang dialamatkan. Bagaimanapun juga, si pengangkut selalu berhak menuntut pembayaran ongkos pengangkutan itu pada kedua-duanya, baik pada si pengirim maupun pada si penerima barang.

Meskipun perjanjian pengangkutan pada hakekatnya sudah diliputi oleh pasal-pasal dari hukum perjanjian dalam B.W., akan tetapi oleh undang-undang telah ditetapkan berbagai peraturan khusus yang bermaksud untuk kepentingan umum, membatasi kemerdekaan dalam hal membuat perjanjian pengangkutan, yaitu meletakkan berbagai kewajiban pada pihak si pengangkut.

Untuk pengangkutan darat, suatu peraturan seperti yang disebutkan di atas terdapat dalam Wegverkeersordonnantie (Stbl. 1933 — 86), yang memberikan peraturan-peraturan untuk lalu lintas di jalan-jalan umum. Mengenai tanggung jawab seorang pengangkut, ditetapkan dalam pasal 28 ayat 1, bahwa seorang pemilik atau pengusaha sebuah kendaraan umum bertanggung jawab untuk

tiap kerugian yang diderita oleh seorang penumpang atau kerusakan pada barang yang diangkut, kecuali jika ia dapat membuktikan bahwa kerugian atau kerusakan itu tidak disebabkan oleh kesalahannya atau orang-orang yang bekerja padanya. Dengan kata lain tiap kerugian yang timbul karena pengangkutan, oleh undang- undang dianggap sebagai akibat kelalaian pihak si pengangkut, yang memberikan hak pada pihak si penumpang atau pengirim barang untuk menuntut penggantian kerugian itu. Peraturan ini memang sudah pada tempatnya Karena perjanjian pengangkutan dapat dianggap dibuat dengan syarat bahwa pengangkutan itu akan dilakukan dengan aman. Akan tetapi peraturan tersebut terutama mempunyai arti yang penting dari sudut soal pembuktian, yaitu pihak penumpang atau pengirim barang tidak diwajibkan membuktikan bahwa kerugian itu disebabkan karena salahnya pihak pengangkut. Beban pembuktian diletakkan di atas bahu si pengangkut, yaitu dialah yang diwajibkan membuktikan bahwa kerugian itu tidak disebabkan karena salah orang-orang yang bekerja padanya. Dan oleh ayat 2 pasal 28 tersebut, ditetapkan bahwa tiap perjanjian yang bertentangan dengan maksud ayat 1 pasal tersebut adalah batal. Jadi tidak boleh diperjanjikan bahwa penumpang atau pemilik barang harus menanggung sendiri tiap kerugian yang disebabkan karena pengangkutan, termasuk terjadinya karena salahnya pihak, pengangkut. Begitu pula dilarang untuk memikulkan beban pembuktian tentang kesalahan si pengangkut pada penumpang atau pemilik barang. *)

"Wegverkeersordonnantie" telah dicabut dan diganti oleh Undang-undang lalu-

Perihal pengangkutan laut, oleh undang-undang diatur dalam Buku II W.v.K. Pasal-pasal 468 dan 470 W.v.K, memuat peraturan- peraturan yang maksudnya sama dengan pasal 28 Wegverkeers- ordonnantie tersebut di atas. Pasal 470 di antaranya melarang seorang pengangkut untuk memperjanjikan bahwa ia tidak akan menanggung atau hanya akan menanggung sebagian saja kerusakan-kerusakan pada barang-barang yang diangkutnya, yang mungkin timbul karena kurang baiknya alat pengangkutan atau kurang cakapnya pekerja-pekerja yang dipakainya Perjanjian yang diadakan dengan melanggar larangan tersebut, diancam dengan kebatalan. Akan tetapi pada si pengangkut diperbolehkan untuk memperjanjikan suatu pembatasan tanggung jawab untuk tiap-tiap potong barang yang diangkutnya, pembatasan mana tidak boleh kurang dari Rp„ 600,— per potong barang. Selanjutnya ia diperbolehkan juga memperjanjikan bahwa ia tidak akan diwajibkan mengganti kerugian, jika sifat atau harga sesuatu barang dengan sengaja tidak diberitahukan padanya. Akhirnya pasal 470 W.v.K. memuat suatu peraturan yang menetapkan, bahwa meskipun telah diadakan pembatasan tanggung jawab, si pengangkut diwajibkan memperlengkapi dengan sepatutnya alat pengangkutan yang dipakainya dan kepadanya diletakkan beban pembuktian, bahwa ia telah memenuhi kewajiban tersebut. Jika ternyata kerugian telah timbul karena kurang baiknya alat pengangkutan itu.

Jika orang mengirimkan barang-barang dengan angkutan darat, misalnya kereta-api, lazimnya dibuat sepucuk surat pengangkutan (vrachtbrief), yang memuat barang-barang yang diangkut, biaya pengangkutan dan namanya orang yang dialamatkan. Surat pengangkutan tersebut sebetulnya tidak lain daripada sepucuk surat pengantar saja. Karena itu, ia juga ditanda tangani oleh si pengirim barang, jadi tidak oleh si pengangkut. Dalam hal pengangkutan di laut dengan kapal, dibuat sepucuk surat yang dinamakan "cognossement,'' yaitu sepucuk surat yang bertanggal, yang ditanda tangani oleh nakhoda atau oleh seorang pegawai maskapai pelayaran atas nama si pengangkut (maskapai pelayaran), yang menyatakan si pengangkut telah menerima barang-barang tertentu untuk diangkut ke tempat yang ditunjuk dan diserahkan pada orang yang dialamatkan. Melihat bentuk dan isinya itu dapat dikatakan bahwa cognossement adalah suatu pengakuan berhutang dari pihak si pengangkut. Orang yang mengirimkan barang menerima dua helai surat cognossement itu, sehingga ia memegang suatu tanda bukti tentang piutangnya terhadap si pengangkut, yang berupa hak untuk menuntut diterimakannya barang-barang yang disebutkan di situ. Dalam perdagangan internasional surat cognossement sudah menjadi suatu barang perdagangan, seperti halnya dengan surat andil atau surat wesel. Dengan demikian, barang-barang yang masih berada dalam pelayaran sudah dapat diperdagangkan. Surat cognossement dapat ditulis atas nama orang yang mengirimkan atau atas nama orang yang harus menerima barang-barang itu atau sebagai surat tunjuk. Jadi siapa saja yang memperlihatkan surat itu, berhak menerima barang-barangnya.

Surat cognossement dapat secara mudah diserahkan pada orang lain, dengan suatu endossement seperti halnya dengan suatu wesel. Hanya jika si pengangkut tidak menyerahkan barang- barangnya, pemegang cognossement tidak dapat menuntutnya dari si pengirim. Sebab orang ini hanya menanggung bahwa barang- barang termaksud sungguh-sungguh telah dikirimkan, sehingga ia mempunyai hak penuntutan penyerahan barang-barang itu terhadap Surat cognossement dapat secara mudah diserahkan pada orang lain, dengan suatu endossement seperti halnya dengan suatu wesel. Hanya jika si pengangkut tidak menyerahkan barang- barangnya, pemegang cognossement tidak dapat menuntutnya dari si pengirim. Sebab orang ini hanya menanggung bahwa barang- barang termaksud sungguh-sungguh telah dikirimkan, sehingga ia mempunyai hak penuntutan penyerahan barang-barang itu terhadap