Jikalau satu pihak menuntut diberikannya suatu tunjangan nafkah yang telah menjadi haknya.

3. Jikalau satu pihak menuntut diberikannya suatu tunjangan nafkah yang telah menjadi haknya.

Jika seorang penanggung hutang (borg) ditagih, sedangkan orang yang ditanggung (si berhutang) mempunyai suatu piutang pada si penagih, si penanggung hutang itu berhak untuk meminta diadakan perhitungan antara kedua piutang itu. Sebaliknya, jika si berhutang ditagih untuk membayar hutangnya, sedangkan orang yang menanggung hutangnya itu mempunyai piutang terhadap si penagih itu, maka tak dapat dilakukan kompensasi. Ini sesuai dengan asas yang dianut oleh undang-undang, bahwa perikatan penanggungan hutang itu hanya suatu buntut belaka dari perikatan Jika seorang penanggung hutang (borg) ditagih, sedangkan orang yang ditanggung (si berhutang) mempunyai suatu piutang pada si penagih, si penanggung hutang itu berhak untuk meminta diadakan perhitungan antara kedua piutang itu. Sebaliknya, jika si berhutang ditagih untuk membayar hutangnya, sedangkan orang yang menanggung hutangnya itu mempunyai piutang terhadap si penagih itu, maka tak dapat dilakukan kompensasi. Ini sesuai dengan asas yang dianut oleh undang-undang, bahwa perikatan penanggungan hutang itu hanya suatu buntut belaka dari perikatan

5) Percampuran hutang Ini, terjadi misalnya jika si berhutang kawin dalam percampuran

kekayaan dengan si berpiutang atau jika si berhutang menggantikan hak-hak si berpiutang karena menjadi warisnya ataupun sebaliknya

6) Pembebasan hutang Ini, suatu perjanjian baru di mana si berpiutang dengan

sukarela membebaskan si berhutang dari segala kewajibannya. Perikatan hutang piutang itu telah hapus karena pembebasan, kalau pembebasan itu diterima baik oleh si berhutang, sebab ada juga kemungkinan seseorang yang berhutang tidak suka dibebaskan dari hutangnya.

Apakah bedanya pembebasan hutang ini dengan pemberian (schenking)? Suatu pembebasan, tidak menimbulkan suatu perikatan. Dengan suatu pembebasan tidak dapat dipindahkan hak- hak milik. Sebaliknya suatu pemberian, meletakkan suatu perikatan antara pihak yang memberikan dan pihak yang diberikan dengan tujuan memindahkan hak milik itu atas sesuatu barang dari pihak yang satu kepada yang lainnya.

Pasal 1439 menerangkan, bahwa jika si berpiutang dengan sukarela memberikan surat perjanjian hutang pada si berhutang, itu dapat dianggap sebagai suatu pembuktian tentang adanya suatu pembebasan hutang. Pasal 1441 menerangkan, bahwa jika suatu barang tanggungan dikembalikan, itu belum dapat dianggap menimbulkan persangkaan tentang adanya pembebasan hutang. Ini sebetulnya tidak perlu diterangkan, sebab sebagaimana telah diketahui perjanjian gadai (pand) adalah suatu buntut belaka dari perjanjiannya pokok.

7) Hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian Menurut pasal 1444, jika suatu barang tertentu yang

dimaksudkan dalam perjanjian hapus atau karena suatu larangan yang dikeluarkan oleh Pemerintah, tidak boleh diperdagangkan atau hilang hingga tidak terang keadaannya, maka perikatan menjadi hapus, asal saja hapus atau hilangnya barang itu sama sekali di luar kesalahan si berhutang dan sebelumnya ia lalai menyerahkannya.

Bahkan meskipun ia lalai menyerahkan barang itu, ia pun akan bebas dari perikatan apabila ia dapat membuktikan bahwa hapusnya barang itu disebabkan oleh suatu kejadian di luar kekuasaannya. Barang tersebut juga akan menemui nasib yang sama seandainya barang itu sudah berada di tangannya si berpiutang.

Jika si berhutang dengan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diuraikan dalam pasal tersebut di atas, telah dibebaskan dari perikatan dengan si berpiutang, lalu ia diwajibkan menyerahkan pada si berpiutang itu segala hak yang mungkin ia dapat lakukan terhadap orang-orang pihak ketiga sebagai pemilik barang yang telah hapus atau hilang itu. Yang dimaksudkan, misalnya saja, si berhutang itu berhak menuntut pembayaran uang assuransi Jika si berhutang dengan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diuraikan dalam pasal tersebut di atas, telah dibebaskan dari perikatan dengan si berpiutang, lalu ia diwajibkan menyerahkan pada si berpiutang itu segala hak yang mungkin ia dapat lakukan terhadap orang-orang pihak ketiga sebagai pemilik barang yang telah hapus atau hilang itu. Yang dimaksudkan, misalnya saja, si berhutang itu berhak menuntut pembayaran uang assuransi

8) Pembatalan perjanjian Sebagaimana telah diterangkan, perjanjian-perjanjian yang

dibuat oleh orang-orang yang menurut undang-undang tidak cakap untuk bertindak sendiri, begitu pula yang dibuat karena paksaan, kekhilafan atau penipuan atau pun mempunyai sebab yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum, dapat dibatalkan. Pembatalan ini pada umumnya berakibat, bahwa keadaan antara kedua pihak dikembalikan seperti pada waktu perjanjian belum dibuat.

Kalau yang dimaksudkan oleh undang-undang itu untuk melindungi suatu pihak yang membuat perjanjian sebagaimana halnya dengan orang-orang yang masih di bawah umur atau dalam hal telah terjadi suatu paksaan, kekhilafan atau penipuan, maka pembatalan itu hanya dapat dituntut oleh orang yang hendak dilindungi oleh undang-undang itu. Akan tetapi dalam hal yang dimaksudkan oleh undang-undang itu untuk menjaga ketertiban umum, sebagaimana halnya dengan perjanjian-perjanjian yang mempunyai sebab yang bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan atau ketertiban umum, maka pembatalan itu dapat dimintakan oleh siapa saja asal ia mempunyai kepentingan.

Penuntutan pembatalan yang dapat diajukan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian yang dirugikan, karena perjanjian itu harus dilakukan dalam waktu lima tahun, waktu mana dalam hal suatu perjanjian yang dibuat oleh seorang yang belum dewasa dihitung mulai hari orang itu telah menjadi dewasa dan dalam hal suatu perjanjian yang dibuat karena kekhilafan atau penipuan dihitung mulai hari di mana kekhilafan atau penipuan ini diketahuinya.

Penuntutan pembatalan akan tidak diterima oleh hakim, jika ternyata sudah ada penerimaan baik dari pihak yang dirugikan. Karena orang yang telah menerima baik suatu kekurangan atau suatu perbuatan yang merugikan padanya, dapat dianggap telah melepaskan haknya untuk meminta pembatalan.

Akhirnya, selain dari apa yang diatur dalam B.W. yang diterangkan di atas ini, ada pula kekuasaan yang oleh Ordonansi Woeker (Stbl. 1938 — 524) diberikan pada hakim untuk membatalkan perjanjian, jikalau ternyata antara kedua belah pihak telah diletakkan kewajiban timbal balik yang satu sama lain jauh tidak seimbang dan ternyata pula satu pihak telah berbuat secara bodoh, kurang pengalaman atau dalam keadaan terpaksa.