Tinjauan Empiris TINJAUAN TEORETIS DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan

Repelita I tahun 1969, dan prosesnya berjalan dengan mulus sejak itu hingga krisis ekonomi menerjang Indonesia tahun 19971998 Tambunan, 2003. Menurut Sumitro Djojohadikusumo dalam Damanhuri 2010, Pertumbuhan ekonomi mengacu kepada proses kenaikan kapasitas produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi economic growth. Pembangunan ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi memperlancar proses pembangunan ekonomi. Perbedaan antara keduanya adalah pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan, sedangkan pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, sosial dan teknik.

2.2 Tinjauan Empiris

Penelitian mengenai peran dan keterkaitan suatu sektor dalam perekonomian dengan menggunakan analisis input-output telah banyak dilakukan. Di antaranya ialah penelitian terhadap seluruh sektor perekonomian, penelitian terhadap salah satu sektor dalam perekonomian, penelitian terhadap sektor pertanian, industri pengolahan dan sebagainya. Pada umumnya setiap penelitian tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu mempelajari keterkaitan, baik keterkaitan langsung ke depan direct forward linkage, keterkaitan langsung ke belakang direct backward linkage, keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan, dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang. Di samping itu juga, penelitian tersebut mempelajari efek pengganda multiplier effect dan dampak penyebaran. Bangun dan Hutagaol 2008 menganalisis peran sektor industri pengolahan dalam perekonomian Provinsi Sumatera Utara yang menggunakan Tabel Input-Output Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003, diperoleh hasil bahwa sektor industri pengolahan di Provinsi Sumatera Utara memiliki peran yang sangat penting. Hal ini dapat dilihat melalui kotribusi yang besar terhadap pembentukan struktur permintaan dan penawaran, struktur konsumsi masyarakat dan pemerintah, investasi, ekspor dan impor, nilai tambah bruto, dan struktur output sektoral. Total permintaan industri pengolahan di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2003 sebesar Rp. 70,10 triliun yang diperoleh dari penjumlahan permintaan antara sebesar Rp. 21,29 triliun dan permintaan akhir sebesar Rp. 48,81 triliun. Jumlah konsumsi rumah tangga tertinggi di Provinsi Sumatera Utara berasal dari sektor industri pengolahan sebesar Rp. 17,95 triliun sedangkan konsumsi pemerintah hanya sebesar Rp. 124,15 milyar. Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai konsumsi rumah tangga tertinggi berasal dari subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau yaitu sebesar Rp. 16,04 triliun. Jumlah konsumsi pemerintah tertinggi berasal dari subsektor industri logam, mesin, dan perlengkapan sebesar Rp. 46,6 milyar. Pembentukan modal tetap tertinggi di Provinsi Sumatera Utara berasal dari sektor bangunan sedangkan sektor industri pengolahan hanya sebesar Rp. 988,76 milyar. Dilihat dari jumlah perubahan stok maka industri pengolahan memiliki nilai terbesar yaitu Rp. 2,69 triliun. Jika dilihat secara keseluruhan jumlah investasi tertinggi berasal dari sektor bangunan dan diikuti oleh sektor industri pengolahan. Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai investasi tertinggi adalah subsektor industri makanan, minuman dan tembakau. Nilai tambah bruto terbesar diperoleh dari sektor industri pengolahan sebesar Rp. 26,11 triliun. Berdasarkan klasifikasi 9 sektor terlihat bahwa sektor industri pengolahan memiliki keterkaitan output langsung ke depan terbesar yaitu 0,80 sedangkan nilai keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke depan sebesar 2,21. Nilai keterkaitan langsung ke belakang terbesar adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 0,56. Dilihat dari segi keterkaitan output langsung dan tidak langsung ke belakang, nilai sektor industri pengolahan menduduki posisi kedua yaitu sebesar 1,82. Koefisien penyebaran sektor industri pengolahan sebesar 1,26 dan nilai kepekaan penyebarannya sebesar 1,52. Subsektor industri pengolahan yang memiliki nilai koefisien terbesar adalah subsektor industri logam, mesin, dan perlengkapan yang berarti bahwa subsektor tersebut memiliki keterkaitan lebih kuat terhadap sektor hulunya dibandingkan sektor hilirnya. Subsektor yang memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor hilirnya adalah subsektor industri logam dasar, hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai kepekaan penyebaran tertinggi berasal dari subsektor tersebut. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Bangun dan Hutagaol antara lain : 1 penelitian ini berlokasi di Kota Bontang, sedangkan penelitian Bangun dan Hutagaol berlokasi di Provinsi Sumatera Utara; 2 subsektor industri pengolahan dalam penelitian ini terdiri dari industri pengilangan minyak; industri gas alam cair; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang karet; industri semen, barang lain bukan logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya. Sedangkan pada penelitian Bangun dan Hutagaol, subsektor industri pengolahan terdiri dari industri makanan, minuman, dan tembakau; industri tekstil, pakaian jadi, dan kulit; industri kayu; industri kertas, percetakan, dan penerbitan; industri kimia, minyak bumi, batubara, dan plastik; industri bukan logam; industri logam dasar; industri logam, mesin, dan perlengkapan; dan industri barang lainnya. Stanny 2009 menganalisis peranan sektor industri pengolahan terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat yang menggunakan Tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat Tahun 2003, diperoleh hasil sektor industri pengolahan memiliki peranan yang sangat besar terhadap perekonomian Provinsi Jawa Barat. Dapat dilihat dari pembentukan Nilai Tambah Bruto, penyerapan tenaga kerja serta struktur permintaan antara dan permintaan akhir. Dari segi permintaan antara terlihat bahwa sektor industri pengolahan menghasilkan output terbesar yang digunakan oleh seluruh sektor-sektor perekonomian lainnya yaitu sebesar Rp 140.570.936 juta atau 56,01 persen dari total permintaan antara terhadap keseluruhan output sektor perekonomian. Dari segi pemintaan akhir sektor industri pengolahan tetap menjadi sektor yang memiliki permintaan akhir yang tertinggi yaitu sebesar Rp 201.684.802 juta atau sekitar 57,98 persen dari total permintaan akhir wilayah ini. Sebagian besar permintaan akhir ini diciptakan oleh ekspor baik ekspor domestik maupun ekspor ke luar negeri. Berdasarkan hasil analisis keterkaitan sektor industri pengolahan maka dapat dilihat keterkaitan output langsung ke depan paling tinggi terhadap sektor bangunankonstruksi yaitu sebesar 0,42961. Keterkaitan ke belakang secara langsung sektor industri pengolahan ternyata menduduki peringkat kedua setelah sektor bangunankonstruksi diikuti tempat ke tiga oleh sektor listrik, gas, dan air bersih dan tempat ke empat diduduki oleh sektor pengangkutan dan komunikasi. Nilai keterkaitan ke empat sektor tersebut berturut-turut dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah sebesar 0,546770, 0,51857, 0,50524 dan 0,3696 untuk keterkaitan langsung ke belakang sedangkan untuk keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang sektor industri pengolahan menduduki peringkat kedua setelah sektor bangunankonstruksi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Stanny antara lain : 1 penelitian ini berlokasi di Kota Bontang, sedangkan penelitian Stanny berlokasi di Provinsi Jawa barat; 2 subsektor industri pengolahan dalam penelitian ini terdiri dari industri pengilangan minyak; industri gas alam cair; industri makanan dan minuman; industri tekstil, barang kulit dan alas kaki; industri kayu dan hasil hutan lainnya; industri kertas dan barang cetakan; industri pupuk, kimia dan barang karet; industri semen, barang lain bukan logam; industri alat angkutan, mesin dan peralatan; dan industri barang lainnya. Sedangkan pada penelitian Stanny, subsektor industri pengolahan terdiri dari industri pengilangan minyak bumi; industri makanan dan minuman; industri tekstil, pakaian jadi, kulit dan alas kaki; industri kayu, bambu, rotan dan furniture; industri kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan dan penerbitan; industri kimia, barang-barang dari bahan kimia, karet dan plastik; industri barang mineral bukan logam; industri logam dasar; industri barang jadi dari logam; industri pengolahan lainnya. Secara umum kedua penelitian di atas menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Hal ini dapat dilihat melalui kontribusi yang besar terhadap pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi masyarakat dan pemerintah, investasi, ekspor dan impor dan nilai tambah bruto. Selain itu juga memiliki keterkaitan yang cukup kuat terhadap sektor lain sehingga sektor tersebut dapat diandalkan untuk mendorong sektor hulu dan hilirnya. Studi literatur yang telah dilakukan menunjukkan bahwa analisis input- output telah banyak digunakan sebagai alat untuk penelitian. Peneliti juga melihat bahwa penelitian tentang industri pengolahan di Kota Bontang berdasarkan Analisis Tabel Input-Output Tahun 2010 Kota Bontang belum pernah dilakukan .

2.3 Kerangka Pemikiran