73
3.5.2. Teknik Analisis Data untuk Tujuan 2: Kebersediaan Petani
Membayar Benih Jagung Transgenik
Teknik CVM digunakan karena secara langsung menanyakan petani seberapa besar keinginan untuk membayar WTP guna memperoleh benih jagung
transgenik. Keragaan benih transgenik dan manfaatnya dijelaskan kepada petani secara verbal dan visual menggunakan gambar bantu.
Setelah tabulasi hasil jawaban responden yang mengindikasikan WTP benih transgenik, tahap selanjutnya adalah menghitung nilai tengah rataan
danatau median serta nilai tengah kisaran WTP yang ditanyakan dalam payment card
. Kurva lelang diperoleh dengan terlebih dahulu memplotkan nilai tengah kisaran WTP terhadap frekuensi atau proporsi petani yang memilih kisaran harga
tersebut. Langkah berikutnya adalah menemukan hubungan regresi WTP sebagai variabel bebas dan frekuensijumlah responden sebagai variabel dependen, dalam
hal ini jumlah peminat akan benih transgenik merupakan fungsi dari tingkat harga dengan rumus: D
= ƒ WTP dimana D adalah minat atau indikasi permintaan terhadap benih transgenik dan WTP adalah tingkat harga premium di atas harga
rata-rata benih jagung hibrida yang saat ini dibayar oleh petani jagung. Tahap terakhir dalam CVM adalah analisis sensitivitas dengan melakukan pembahasan
fungsikurva nilai WTP rataan dipengaruhi variasi faktor tingkat pendidikan, indeks pertanaman, dan luas total pertanaman jagung.
3.5.3. Teknik Analisis Data untuk Tujuan 3: Indeks Keberlanjutan
Usahatani
Analisis keberlanjutan usahatani yang dianalisis dalam penelitian ini dibatasi ruang lingkupnya pada indikator-indikator pragmatis dan operasional
pada level usahatani yang kiranya merupakan bagian integral dari upaya mata pencaharian rumah tangga petani. Fokus pada indikator yang praktis dan
operasional akan memudahkan diambilnya tindakan-tindakan perbaikan pada tingkat usahatani oleh petani itu sendiri. Merujuk pada Miranda 2001, kajian
keberlanjutan menekankan pemecahan masalah pada tingkat lokal. Jika petani mempraktekkan cara-cara berkelanjutan pada tingkat usahatani maka secara
holistik akan dicapai agregat keberlanjutan pertanian yang diharapkan. Untuk
74 melihat pengaruh atau dampak dari kemungkinan adopsi benih transgenik
terhadap keberlanjutan usahatani, terlebih dahulu perlu diketahui keadaan atau kinerja usahatani jagung saat ini. Indikator operasional yang diukur digunakan
untuk menilai apakah introduksi transgenik mampu memperbaiki atau setidak- tidaknya mempertahankan indeks keberlanjutan, mengingat bahwa adopsi
teknologi berpotensi dapat mengurangi penggunaan input pestisida, meningkatkan pendapatan usahatani dan menghemat alokasi tenaga kerja untuk kegiatan
usahatani, namun di sisi lain faktor risiko teknologi dan harga premium yang harus dibayar juga mempengaruhi penerimaan petani akan teknologi baru ini.
Dalam penelitian ini, kriteria ekologis menggunakan indikator proxy dimana berdasarkan aplikasi jumlah dan jenis penggunaan pupuk dan pestisida
akan memberikan dampak lingkungan yang buruk jika digunakan berlebihan, misalnya dalam berupa pencemaran air tanah, residu pestisida, dan pengaruh
buruk bagi kesehatan petani. Demikian juga usahatani yang dilakukan pada lahan miring berpotensi besar menimbulkan erosi tanah. Selengkapnya indikator yang
dapat diukur dalam penelitian disajikan pada Gambar 15. Metode yang digunakan dalam menganalisis bobot indikator dan kriteria dalam penentuan agregat indeks
keberlanjutan adalah MAVT.
Gambar 15. Hirarki kriteria dan indikator-indikatornya yang digunakan dalam metode MAVT untuk penentuan indeks keberlanjutan
usahatani
Agregat Indeks Keberlanjutan Usahatani
Dimensi Ekologis terdiri dari indikator: Pupuk, Kesuburan relatif , Kemiringan
lahan, Kompos, Herbisida, dan Insektisida
Dimensi Ekonomi terdiri dari indikator: Produktifitas, Biaya total, Rasio BC dan
Keuntungan
Dimensi Sosial terdiri dari indikator: Luas panen, Kontribusi jagung, Pendidikan, dan
Afiliasi kelompok
75 Dengan teknik MAVT, langkah-langkah yang dilakukan dalam pemberian
nilai skor, pembobotan dan agregasi mengacu pada teknik yang dikemukakan dalam Marimin 2004, Azapagic dan Perdan 2005, dan Zhen dan Routray
2005: 1 Pembandingan intra-kriteria dan pemberian nilai skor. Nilai skor alternatif
a
n
atau v
k
a
n
mencerminkan kinerja terhadap indikator I
k
yang disajikan dalam matriks seperti tertera pada Tabel 16.
Tabel 16. Matriks skor alternatif terhadap kriteriaindikator.
Alternatif a Kriteria indikator ke-k I
k
I
1
I
2
... I
k
Benih hibrida a
1
v
1
a
1
v
2
a
1
... v
k
a
1
Benih RR a
2
v
1
a
2
v
2
a
2
... v
k
a
2
Benih Bt a
3
v
1
a
3
v
2
a
3
... v
k
a
3
Nilai skor disajikan dalam skala preferensi secara relatif terhadap skala 100. Kinerja alternatif diberikan skor relatif terhadap masing-masing
kriteria yang ada dengan teknik CPI composite performance index. Identifikasi kriteria tren positif semakin tinggi nilainya semakin baik dan
tren negatif semakin rendah nilainya semakin baik. Indikator tren positif antara lain adalah jumlah kompos, kesuburan relatif tanah, produktifitas,
rasio penerimaanbiaya RC, keuntungan usahatani, luas lahan, kontribusi usahatani jagung terhadap pendapatan keluarga, tingkat
pendidikan dan afiliasi kelompok. Indikator tren negatif: jumlah herbisida, jumlah insektisida, dosis pupuk, kemiringan lahan, biaya total
dan harga benih. Nilai minimum ditransformasi ke 100, sedangkan nilai lainnya ditransformasi secara proporsional lebih rendah. Untuk herbisida
dan insektisida, petani yang sama sekali tidak menggunakan pestisida diberikan indeks 100. Indikator jumlah pupuk dibuat sebagai indikatortren
negatif dengan median dosis 661 kgha merupakan nilai 100. Apabila lebih besar dari median maka secara proporsional ditransformasi menjadi
100. Apabila lebih kecil dari median maka secara proporsional ditransformasi menjadi 100. Selengkapnya cara pemberian nilai skor
76 adalah seperti pada Tabel 17. Pemberian nilai skor untuk berbagai
indikator ini diharapkan memberi nilai relatif indikator pada tingkat usahatani, kabupatenpropinsi dan antar masukan jenis benih.
Tabel 17. Rumus pemberian nilai skor indikator-indikator
Kriteria Sifat indikator
Rumus
SOSIAL 1. Tingkat pendi-
dikan, Luas lahan 2. Afiliasi kelompok
3. Kontribusi jagung 1. Tren+ dengan rerata
diberi indeks 100 2. Kategorial sederhana
3. Tren+ aditif 1. xmeanx . 100
2. Ya = 100, Tidak = 50 3. x + 20.
EKONOMI 1. Produktifitas,
Keuntungan, RC 2. Biaya
1. Tren + 2. Tren -
EKOLOGI 1. Pupuk
2. Kesuburan 3. Kemiringan
4. Kompos 5. Herbisida,
insektisida 1. Tren - ideal dosis =
indeks 100 2. Tren+ rerata diberi
indeks 100 3. Kategorial sederhana
4. Tren + dengan rerata diberi indeks 100
5. Tren- dengan dosis 0 = indeks 100
1. Medianxx . 100 2. xmeanx . 100
3. Datar = 100, Miring = 50 4. xmeanx . 100
5. Meanxx+meanx. 100
2 Pembandingan antar-kriteria dan pemberian bobot. Pembandingan antar- kriteria menetapkan tingkat kepentingan relative importance dari
kriteriaindikator yang berbeda. Pembobotan dimensi ekologis, ekonomi dan sosial dibuat sama. Dalam jangka panjang prioritas untuk kriteria
sosial, ekonomi dan ekologi menempati posisi yang sama Zhen dan Routray, 2003, sehingga dalam penentuan indeks keberlanjutan dalam
penelitian ini masing-masing kriteria memiliki bobot sebesar 0,333. Untuk indikator-indikator di bawah masing-masing kriteria tersebut juga
diberikan pembobotan yang sama. 3 Agregasi nilai skor dan bobot untuk penentuan indeks dan pembandingan
nilai indeks antar alternatif. Agregasi total nilai dihitung dengan rumus:
K k
n k
n
a v
w a
V
1 k
77 dimana Va
n
= nilai skor total alternatif a
n
v
k
a
n
= nilai skor performance a
n
pada kriteria I
k
w
k
= bobot tingkat kepentingan kriteria I
k
3.5.4. Teknik Analisis Data untuk Tujuan 4: Faktor-faktor Penentu Adopsi