Pertanian Berkelanjutan dan Pengaruh dari Adopsi Teknologi

14

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertanian Berkelanjutan dan Pengaruh dari Adopsi Teknologi

Munasinghe 1993, dalam Sanim, 2003 menyatakan bahwa 3 tujuan pembangunan berkelanjutan yang harus dicapai secara simultan yakni tujuan ekonomi, tujuan sosial, dan tujuan ekologis dengan kombinasi ketiganya sesuai dengan kondisi dan tingkat kemajuan masyarakat. Tujuan ekonomi: pertumbuhan, peningkatan output, pembentukan modal, dan peningkatan daya saing. Tujuan sosial: kesejahteraan sosial, pemerataan, kenyamanan dan ketenteraman. Tujuan ekologis: pemeliharaan dan peningkatan kualitas lingkungan, mengurangi dampak eksternalitas negatif dan mendorong dampak eksternalitas positif dalam proses kegiatan pembangunan. Menurut Conway 1994, dalam Stevenson dan Lee, 2001, sistem pertanian berkelanjutan harus memiliki ciri produktif, stabil dalam situasi fluktuasi kondisi sosial dan lingkungan, tahan resilient terhadap perubahan yang tiba-tiba, serta memberikan akses yang merata bagi cara-cara produksi. Zhen dan Routray 2003 serta Zhen, et al. 2005 mengemukakan konsep pertanian berkelanjutan ditelaah dari tiga dimensi, yakni kelayakan lingkungan dengan penggunaan input eksternal secara rasional guna mencegah degradasi sumberdaya lahan dan air serta mengurangi risiko bagi kesehatan manusia, kelayakan ekonomi yang memastikan kegiatan produksi yang stabil dan menguntungkan, serta penerimaan sosial-kelembagaan yang menjamin kecukupan pangan dan adopsi teknologi konservasi. Zhen dan Routray 2003 mengemukakan indikator- indikator operasional guna mengukur keberlanjutan pertanian di negara-negara berkembang Gambar 3. Pemecahan masalah keberlanjutan memerlukan analisis multi-kriteria yang didasarkan pada asumsi bahwa terdapat keseimbangan di antara ketiga dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial yang diukur dengan indikator-indikator Miranda, 2001. Penelitian Miranda 2001 menekankan pemecahan masalah keberlanjutan pada tingkat lokal dengan sistem usahatani yang ada saat ini. Jika setiap masyarakat pedesaan mempraktekkan pertanian berkelanjutan, maka secara menyeluruh akan didapatkan keadaan pertanian berkelanjutan. Dalam 15 penelitiannya disusun 30 indikator keberlanjutan dengan masing-masing dimensi memiliki 10 indikator. Indikator ekonomi baik yang bersifat on-farm dan off-farm terdiri dari: 1. keadaan irigasi, 2. pendapatan kotor, 3. luas lahan pertanian, 4. jenis kegiatan, 5. pinjaman bank, 6. subsidi, 7. pekerja penuh-waktu, 8. pekerja paruh-waktu, 9. pemakaian mesin, dan 10. alokasi waktu. Gambar 3. Indikator operasional dalam mengukur keberlanjutan pertanian di negara berkembang Zhen dan Routray, 2003. Ekonomis • Produktifitas tanaman • Pendapatan usahatani netto • Rasio manfaat-biaya produksi • Produksi biji-bijian per kapita Ekologis Sosial • Swasembada pangan • Distribusi pangan dan pendapatan • Akses terhadap sumberdaya dan dukungan pelayanan • Pengetahuan petani dan kesadaran mengenai konservasi lahan dan air • Jumlah pupuk yang digunakan per unit luas tanaman • Jumlah pestisida yang digunakan per unit luas tanaman • Kandungan unsur hara tanah • Kedalaman muka air tanah • Kualitas air tanah untuk irigasi • Efisiensi penggunaan air • Kandungan nitrat dalam air dan tanaman 16 Indikator sosial menekankan pada aspek kualitas hidup dengan indikator: 1. standar hidup, 2. sosiabilitas, 3. hubungan dalam masyarakat, 4. pendidikan formal, 5. pendidikan agronomi, dan 6. sarana pembelajaran; aspek kesadaran ekologis dengan indikator: 7. kesadaran akan faktor-faktor eksternal, 8. alasan pemilihan sistem produksi, 9. alasan preservasi sumberdaya alam, dan 10. penggunaan teknologi. Dimensi ekologi berkaitan dengan aspek biofisik seperti air dan tanah, dan aspek penggunaan energi. Kesehatan manusia, walaupun tidak secara langsung dipengaruhi oleh masalah ekologi, dapat mengalami dampak buruk akibat penggunaan pestisida. Tindakan atau praktek agronomi juga berperan penting dalam dimensi ekologi karena memiliki konsekuensi bagi konservasi tanah dan produktivitas. Sepuluh indikator ekologis terdiri dari: 1. penggunaan pestisida, 2. penggunaan pupuk kimiawi, 3. masalah tanah, 4. pencemaran air, 5. penggunaan pupuk kandang, 6. masa bera, 7. rotasi tanaman, 8. tanpa olah tanah, 9. penyakit tanaman, dan 10. masalah kesehatan Miranda, 2001. Selanjutnya Zhen dan Routray 2003 menyatakan bahwa pemilihan indikator yang akan digunakan tergantung pada faktor ruangwilayah dan dimensi waktu Tabel 2. Pada skala lokal dengan jangka pendek, prioritas diberikan pada aspek ekonomi yang diikuti dengan aspek sosial dan ekologis, karena manfaat ekonomi merupakan kebutuhan utama. Dalam jangka panjang, ketiga aspek ini memiliki prioritas yang sama bobotnya. Tabel 2. Pemilihan indikator dengan pertimbangan faktor wilayah dan dimensi waktu Zhen dan Routray, 2003. Ruang Jangka pendek 1-5 tahun Jangka menengah 5-10 tahun Jangka panjang 10-20 tahun Nasional 1 2 3 3 1 = 2 1 = 2 = 3 Wilayah propinsi 1 2 3 3 1 = 2 1 = 2 = 3 Lokal disriksub-distrik 1 2 3 1 2 = 3 1 = 2 = 3 1 = aspek ekonomis; 2 = aspek sosial; 3 = aspek ekologis Dalam perspektif International Seed Federation ISF, 2004, pertanian berkelanjutan sebagai konsep pengelolaan dan konservasi sumberdaya alam di 17 suatu wilayah memerlukan perubahan teknologi dan kelembagaan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan generasi masa sekarang dan mendatang. Agar penilaian atau pengukuran keberlanjutan menggambarkan realitas yang sesungguhnya, maka yang juga perlu diperhatikan adalah kriteria dalam memilih indikator operasional untuk setiap kriteria. Menurut Dale dan Beyeles 2001, dalam Zhen dan Routray, 2003 pemilihan indikator harus dilakukan dengan baik dan hati-hati agar indikator menggambarkan secara jelas mengenai keadaan keberlanjutan. Lebih lanjut dikemukakan delapan kriteria suatu indikator keberlanjutan yang baik yaitu: 1 Dengan mudah dapat diukur; 2 Peka terhadap tekanan dalam sistem; 3 Tanggapan terhadap tekanan dapat diprediksi; 4 Antisipatif terhadap perubahan; 5 Dapat mengukur perubahan sejalan dengan tindakan pengelolaan; 6 Dapat diintegrasikan ke dalam semua himpunan indikator yang ada; 7 Mempunyai sifat tanggap yang diketahui terhadap perubahan akibat tindakan manusia, gangguan alam, dan perubahan menurut waktu; 8 Mempunyai sifat keragaman yang rendah dalam tanggap perubahan. Dalam menyikapi perlunya kajian lingkungan yang komprehensif terhadap suatu teknologi, IFPRI International Food Policy Research Institute mengajukan SEA strategic environment assessment sebagai suatu alat evaluasi lingkungan yang bersifat strategis untuk suatu inovasi seperti tertera pada Gambar 4 Linacre, et al. 2005. Metode ini sebenarnya telah banyak dipakai melalui proyek-proyek Bank Dunia khususnya pada level pengkajian inovasi dan penetapan kebijakan teknologi baru pada tahap-tahap awal proses. Pendekatan SEA ini – bila diterapkan untuk kajian inovasi bioteknologi - merupakan pendekatan holistik dan sistematis yang melihat alternatif kebijakan yang ada untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian. Selain itu, akan terlihat juga dampak atau konsekuensi bila adopsi dari suatu inovasi tidak terjadi. Pertimbangan dan kajian lingkungan dapat dilakukan sedini mungkin mulai dari penetapan kebijakan hingga pengelolaan risiko sehingga dampak lingkungan yang negatif dapat dikurangi. Menurut Linacre et al. 2005, metode SEA terpadu 18 menggunakan kajian kualitatif dan kuantitatif meliputi perpindahan gen gene flow , paparan dosis-respons, analisis keputusan, dan pendugaan ketidakpastian merupakan masukan untuk pengambilan keputusan bagi nilai tanaman bioteknologi pada umumnya. Gambar 4. Analisis strategis lingkungan suatu inovasi Pertanian berkelanjutan adalah konsep yang ambisius namun juga memiliki sifat ambiguitas. Menurut FAO ada 5 lima atribut sehingga suatu polakegiatan pertanian dikategorikan sebagai berkelanjutan yakni mencakup: 1 Konservasi lahan, air, tumbuhan dan sumberdaya genetika; 2 Tidak mendegradasi lingkungan; Strategi Pengelolaan, pilihan:  Menerima risiko  Mengelola risiko  Menolak risiko Keputusan untuk menerima atau mengelola risiko menyaratkan perlunya monitoring Evaluasi Kuantitatif  Analisis dampak  Karakterisasi risiko, manfaat dan biaya  Analisis ketidakpastian Evaluasi Kualitatif  Identifikasi tujuan kebijakan  Identifikasi alternatif kebijakan  Analisis pembandingan tujuan dengan alternatif  Pertimbangan praktis: dapat dilaksanakan  Implikasi jangka pendek, menengah, dan panjang: Ekonomi, Lingkungan, dan Sosio-kultural  Juga mempertimbangkan kalau tidak mengadopsi non-adopsi Evaluasi Kualitatif K O M U N I K A S I K O N S U L T A S I Strategi Pengelolaan Evaluasi Kuantitatif 19 3 Layak secara teknis; 4 Layak secara ekonomis; 5 Dapat diterima secara sosial Lee, 2005. Lebih lanjut Lee 2005 mengemukakan beberapa faktor yang sering diperhatikan dalam diskusi mengenai pengaruh adopsi teknologi terhadap keberlanjutan usahatani, umumnya adalah: 1 Penggunaan input eksternal pupuk anorganik, pestisida, alat-alat mekanis yang lebih sedikit; 2 Aplikasi teknik pengelolaan yang lebih baik; dan 3 Pemanfaatan sumberdaya lokal tersedia dan bersifat komplementer dengan input eksternal khususnya yang dibeli. Aldy, et al. 1998 menekankan pentingnya kapasitas sektor pertanian dalam pemenuhan kebutuhan pangan dan serat serta juga pelayanan jasa lingkungan environmental services. Kapasitas ini sangat tergantung pada ketersediaan dan adopsi teknologi baru serta dipengaruhi oleh faktor-faktor pasar yang membatasi, seperti: 1 Keterbatasan dana perusahaan-perusahaan dalam pengembangan teknologi; 2 Keberhasilan adopsi ditentukan oleh profil dan variasi usahatani; 3 Keberagaman basis sumberdaya mempengaruhi adopsi; dan 4 Petani sendiri tidak memperoleh jasa lingkungan tersebut. Dengan pertimbangan atas faktor-faktor pembatas ini, Aldy et al. 1998 menyarankan kebijakan pertanian berkelanjutan sebaiknya mendukung penelitian dan pengembangan teknologi berkelanjutan serta memberi insentif yang merangsang adopsi, mengupayakan agar upaya konservasi mencerminkan alokasi aset lingkungan yang efisien dan berkelanjutan, dan memberi legitimasi pasar bagi produk atau hasil produksi dari usahatani berkelanjutan.

2.2. Teknologi Benih Transgenik dan Jagung Transgenik