Kebersediaan Petani Membayar Benih Jagung Transgenik

111 peran perantara ini maka tingkat harga yang diterima petani sedikit lebih rendah daripada yang diterima petani di wilayah Jawa Timur. Dengan modal sendiri yang menjadi sumber pembiayaan usahatani maka secara logis dapat diduga bahwa situasi perubahan harga input menjadi faktor penting yang membuat petani untuk mengadopsi atau tidak mengadopsi suatu input teknologi baru. Gambar 31. Sumber permodalan petani Dari uraian pada Sub-Bab sebelumnya tampak jelas bahwa pemahaman petani akan manfaat suatu input teknologi mempengaruhi minat petani untuk menerapkannya. Oleh karena itu peranan saluran informasi yang efektif dalam penyampaian potensi atau kinerja suatu teknologi baru perlu mendapat perhatian. Lebih lanjut, mengingat sebagian besar petani menggunakan uang kas keluarga untuk melakukan pembiyaan usahatani maka keinginankebersediaan untuk membayar terhadap harga suatu input akan ditentukan sendiri dengan rasional yang tentunya terkait dengan potensiu manfaat yang dijanjikan. Khusus untuk Lampung, peranan pedagang pengumpul di tingkat desa juga kelihatannya berperan penting sebagai penyedia biaya financier yang dapat mendorong petani untuk menerapkan suatu jenis input.

4.2.3. Kebersediaan Petani Membayar Benih Jagung Transgenik

Tahap berikutnya adalah menanyakan kepada petani yang berminat seberapa besar kelebihan harga lebih mahal daripada harga benih hibrida biasa misalkan harga Rp X per kg yang petani mau bayar untuk benih jagung 68 3 65 7 2 10 81 4 85 Modal Sendiri Kredit BankLembaga Kredit Pdg. Pengumpul Bantuan Subsidi Pemerintah BantuanKredit Industri Lainnya Jatim Lampung 112 transgenik tersebut untuk per kg. Teknik yang digunakan adalah dengan payment card , dimana kepada petani ditunjukkan daftar harga sehingga petani yang bersangkutan dapat memilih suatu angka harga yang diinginkan. Tabulasi respon petani terhadap WTP yakni keinginan untuk membayar disajikan dalam bentuk kisaran harga seperti pada Tabel 33. Untuk memudahkan analisis maka indikasi harga WTP yang direspon oleh petani dibuat dalam kisaran 0 – 4.000, 4.000 – 8.000, 8.000 – 12.000, 12.000 - 16.000, 16.000 - 20.000, 20.000 – 24.000, 24.000 – 28.000, dan 28.000 – 32.000 rupiah. Tabel 33. Jumlah petani yang berminat akan benih jagung transgenik dan yang secara eksplisit menyatakan WTP, dikelompokkan dalam kisaran harga di Jawa Timur Jatim dan Lampung Kisaran harga WTP Rp Jagung RR Jagung Bt Jagung RR+Bt Jatim Lampung Jatim Lampung Jatim Lampung – 4.000 18 37 26 53 15 31 4.000 – 8.000 16 17 16 - 8 17 8.000 – 12000 17 3 9 - 11 4 12.000 – 16.000 7 - 4 - 12 - 16.000 – 20.000 - - - 5 - 20.000 – 24.000 1 - 1 - - 24.000 – 28.000 - - - 4 - 28.000 – 32.000 1 - - - - Jumlah 60 57 56 53 55 52 Deskripsi statistik WTP petani terhadap masing-masing jenis benih jagung transgenik, yakni kelebihan harga yang mau dibayarkan oleh petani di atas harga benih hibrida konvensional yang selama ini sudah dibeli, ditampilkan pada Tabel 34. Nilai rata-rata kelebihan WTP yang terbesar dijumpai untuk jagung RR+Bt disusul RR dan yang terkecil adalah untuk jagung Bt. Nilai median WTP untuk RR+Bt dan RR adalah sama yakni Rp 4.000; sedangkan nilai kwartil ke-3 Q3 untuk RR+Bt adalah Rp 8.000 lebih tinggi daripada RR yakni Rp 7.500. Petani mau memberikan WTP rata-rata lebih tinggi untuk jagung RR+Bt dibandingkan dengan jagung RR dan jagung Bt. Sebagian besar petani menginginkan tingkat harga yang tetap hingga sekitar 10 yakni Rp 4.000kg sepersepuluh dari Rp 40.000kg harga rata-rata benih hibrida yang umum dijumpai di pasar saat ini. Nilai rata-rata WTP premium lebih tinggi di Jawa Timur yakni berkisar Rp 4.511 – 8.947 dibandingkan dengan Lampung yang variasinya yakni Rp 16,7 - 1700. 113 Tabel 34. Statistik deskriptif nilai WTP premium lebih mahal Jenis benih jagung trasngenik Kelebihan WTP premium yakni yang mau dibayar petani lebih mahal untuk benih transgenik dari harga benih hibrida saat ini Rata-rata Minimum Median Q3 Maksimum Jawa Timur RR 7.121 5.000 10.000 30.000 Bt 4.511 5.000 8.125 20.000 RR+Bt 8.947 8.000 15.000 26.000 Lampung RR 1.600 4.000 8.000 Bt 16,7 1.000 RR+Bt 1.700 4.000 8.000 Kalau dianalisis lebih lanjut dengan mengelompokkan kisaran harga WTP premium pada 3 kelompok yakni: harga tetap – 10 lebih mahal; 10-30 lebih mahal; dan 30 lebih mahal, terlihat dengan jelas Gambar 32 kecenderungan para petani yang sebagian terbesar sebenarnya menginginkan harga benih transgenik tidak lebih mahal 30 daripada harga benih jagung hibrida konvensional atau non-transgenik. Sekitar 35-55 petani di Jawa Timur dan Lampung mau membayar pada kisaran 10-30 lebih mahal dari harga hibrida saat ini. Namun demikian terdapat porsi petani yang signifikan dengan WTP yang lebih mahal 30 di Jawa Timur untuk jagung RR, Bt dan RR+Bt berturut-turut 15, 9 dan 38. Sedangkan di Lampung tidak dijumpai petani yang rela membayar lebih mahal 30 untuk ketiga jenis benih transgenik tersebut. Hal ini juga terlihat dari nilai median, Q3 dan maksimum WTP untuk ketiga benih tersebut lebih tinggi di Jawa Timur daripada di Lampung. Apreasiasi petani di Jawa Timur terhadap teknologi baru ternyata lebih tinggi yang sekaligus menunjukkan signifikannya jumlah sekelompok inovator dan early adopter rela membayar lebih mahal untuk teknologi yang menurut petani memberikan manfaat atau memenuhi kebutuhan mereka. 114 1 2 3 Gambar 32. Proporsi petani yang mau membayar harga benih transgenik: 1. RR, 2. Bt, dan 3. RR+Bt lebih mahal daripada harga benih hibrida Kurva rata-rata WTP premium sebagai sumbu-X yang diplot terhadap jumlah petani sumbu-Y yang memilih tingkat premium WTP lebih mahal daripada harga hibrida ditampilkan pada Gambar 33. Kurva untuk RR+Bt dan 30 55 15 65 35 25 50 75 100 10 10 - 30 30 Pr o p o rsi p e tan i Harga lebih mahal dari benih hibrida RR Jatim RR Lampung 46 45 9 100 25 50 75 100 10 10 - 30 30 Pr o p o rsi p e tan i Harga lebih mahal dari benih hibrida Bt Jatim Bt Lampung 27 35 38 60 40 25 50 75 100 10 10 - 30 30 Pr o p o rsi p e tan i Harga lebih mahal dari benih hibrida RR+Bt Jatim RR+Bt Lampung 115 RR baik di Jawa Timur dan Lampung lebih berdekatan satu sama lain dan lebih landai dibandingkan dengan kurva WTP untuk Bt. Hal ini menunjukkan kecondongan petani untuk membayar harga yang lebih tinggi bagi jenis RR dan RR+Bt. Terlihat untuk titik-titik harga rata-rata WTP yang lebih tinggi, baik kurva RR+Bt dan kurva RR berada di atas kurva Bt. Artinya relatif lebih banyak petani yang mau membayar lebih tinggi untuk benih jagung transgenik RR dan RR+Bt dibandingkan dengan benih Bt. Kurva minat akan semua jenis benih di Jawa Timur terlihat lebih landai dibandingkan dengan Lampung. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa para petani di Jawa Timur lebih apresiatif terhadap teknologi baru dengan kecondongan yang lebih tinggi untuk membayar harga teknologi yang lebih mahal. Selanjutnya, Gambar 33 merupakan suatu model kurva yang menjelaskan hubungan jumlah petani yang berminat menerapkan benih transgenik permintaan terhadap rata-rata kisaran harga lebih mahal daripada harga benih hibrida konvensional saat ini. Dengan model kurva ini kemudian diturunkan suatu hubungan persamaan regresi linier. Gambar 33. Kurva jumlah petani peminat vs. WTP premium benih transgenik di Jawa Timur dan Lampung. Hasil analisis regresi jumlah responden dan WTP rata-rata diperoleh persamaan dan koefisien determinasi yang semuanya memiliki nilai p untuk sidik 20 40 60 Ju m lah p e m in at Harga WTP premium Rpkg Kurva peminat benih transgenik di Jatim vs. WTP premium Jatim RR Jatim Bt Jatim RR+Bt 20 40 60 Ju m lah P e m in at Harga WTP premium Rpkg Kurva peminat benih transgenik di Lampung vs. WTP premium Lampung RR Lampung Bt Lampung RR+Bt 116 ragam regresi 0,05 sebagai berikut hasil analisis regresi dan sidik ragam tertera pada Lampiran 8: Jatim-RR = 82.1 – 7,92 ln_WTP R 2 = 76,3 p = 0,005 Jatim-Bt = 105 – 10,4 ln_WTP R 2 = 96,8 p = 0,000 Jatim-RR+Bt = 54,3 – 5,03 ln_WTP R 2 = 66,7 p = 0,013 Lampung-RR = 139 – 14,0 ln_WTP R 2 = 88,8 p = 0,000 Lampung-Bt = 165 – 16,8 ln_WTP R 2 = 65,9 p = 0,000 Lampung-RR+Bt = 121 – 12,1 ln_WTP R 2 = 90,5 p = 0,000 dimana peminat RR, Bt, dan RR+Bt berturut-turut di Jawa Timur dan Lampung sebagai jumlah peminat benih transgenik untuk harga WTP rata-rata yang lebih tinggi daripada harga benih hibrida konvensional; ln_WTP merupakan logaritma berbasis natural e untuk harga rata-rata WTP premium. Persamaan regresi di atas secara indikatif dapat memprediksi seberapa besar jumlah atau proporsi petani responden yang berminat menerapkan benih transgenik dimana jumlah peminat indikasi permintaan berbanding lurus terhadap nilai negatif logaritma natural harga rata-rata WTP. Untuk mengetahui tentang faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi petani sehingga memberikan respond terhadap WTP yang berbeda-beda, dilakukan rangkaian sidik ragam satu arah WTP terhadap beberapa variabel yakni tingkat pendidikan, IP indeks pertanaman, dan total luas pertanamanpanen dalam setahun. Hasil sidik ragam lengkap disajikan pada Lampiran 9. Ringkasan hasil sidik ragam ditampilkan pada Tabel 35. Tampak bahwa secara umum bahwa perbedaan profil petani dalam hal tingkat pendidikan berpengaruh terhadap WTP akan benih jagung transgenik, pengaruh yang tidak nyata hanya dijumpai terhadap WTP jagung RR+Bt. Sementara penguasaan aset berupa total luas pertanaman jagung dalam setahun semuanya berpengaruh terhadap WTP jenis jagung transgenik apa saja. Intensitas pertanaman palawija yang dilakukan petani 1 – 3 kali pertanaman jagung tanaman palawija lain juga berpengaruh nyata terhadap WTP seluruh jenis benih transgenik. 117 Tabel 35. Ringkasan hasil sidik ragam WTP terhadap berbagai faktor Keterangan Nilai statistik Nilai F Nilai p A. Tingkat pendidikan a. WTP-RR b. WTP-Bt c. WTP-RR+Bt 3,37 4,78 0,94 0,021 0,004 0,425 ns B. Indeks pertanaman a. WTP-RR b. WTP-Bt c. WTP-RR+Bt 16,50 32,88 19,04 0,000 0,000 0,000 C. Luas pertanaman a. WTP-RR b. WTP-Bt c. WTP-RR+Bt 4,04 3,62 2,39 0,000 0,000 0,001 Keterangan: pengaruh signifikan faktor terhadap WTP pada selang kepercayaan 95 pengaruh signifikan faktor terhadap WTP pada selang kepercayaan 99 ns tidak ada pengaruh signifikan faktor terhadap WTP Apabila ditelaah lebih lanjut, pengetahuan petani tentang manfaatnya maupun risiko atau kekurangankelemahan dari jagung transgenik tersebut sangat terbatas. Pendapat petani tentang manfaatnya mengarah pada sifat-sifat trait yang dapat memenuhi atau membantu mengatasi masalah teknis budidaya yang dihadapi selama ini. Secara umum komentar dan harapan petani selalu muncul dalam wawancara mengenai kemungkinan penerapan benih jagung transgenik ini adalah petani ingin secepatnya benih jagung tersebut untuk dikomersialkan, sehingga petani dapat membelinya di kios-kios. Hal ini setelah diberi penjelasan dan gambar tentang beberapa keunggulan jagung transgenik tersebut. Berkaitan dengan sifat-sifat yang diharapkan petani dari benih jagung transgenik umumnya sangat bervariasi. Namun demikian keinginan terbanyak adalah agar jagung tersebut memberi produktivitas yang lebih tinggi dari hibrida biasa atau tahan terhadap hama penyakit. Jawaban selengkapnya terhadap pertanyaan apa saja yang diharapkan dari benih transgenik tersaji pada Gambar 34. Harapan petani terhadap jenis jagung transgenik adalah yang memiliki karakteristik dan kelebihan akan produktivitas yang tinggi baik Lampung dan Jawa Timur dan tahan terhadap hama khusus untuk Jawa Timur. Sedangkan untuk 118 ketahanan terhadap penyakit tinggi harapan petani di kedua propinsi. Dari deskripsi ini terlihat bahwa dengan pilihan jagung transgenik RR, RR+Bt dan Bt, setidak-tidaknya kebutuhan petani akan teknologi yang dapat meningkatkan produktifitas, tahan hama dan penyakit dapat terpenuhi atau terjawab. Hal ini juga menunjukkan bahwa harapan petani akan adanya jenis teknologi trait sifat lain yang dibutuhkan petani selain ketahanan hamapenyakit dan produktifitas tinggi juga mencakup efisiensi pemupukan, tahan kekeringan, bahkan sifat kandungan nutrisi yang lebih baik. Persentase petani di Lampung dengan lahan keringtegal yang dominan untuk pertanaman jagung yang berharap benih transgenik tahan kekeringan lebih tinggi daripada di Jawa Timur. Umumnya sifat yang diapresiasi petani tersebut masih dominan dari kategori agronomis baik ketahanan terhadap cekaman biotis maupun cekaman abiotis, sedangkan sifat yang terkait dengan kualitas output panen seperti kandungan nutrisi masih belum begitu diapresiasi oleh petani. Gambar 34. Persentase harapan petani terhadap sifat jagung transgenik 4.3. Analisis Keberlanjutan Usahatani 4.3.1. Indeks Keberlanjutan Usahatani Jagung Hibrida saat ini Seperti yang dikemukakan pada Bab Metodologi, penilaian indeks keberlanjutan dilakukan dengan pembobotan dimensi dan indikator yang sama 93 17 55 7 3 22 22 43 87 79 69 13 6 10 25 25 100 Produktivitas Tahan hama Tahan penyakit Tahan genangan Kandungan nutrisi Tahan Herbisida Efisien pupuk Tahan Kering Jatim Lampung 119 nilainya. Kriteria ekologi dengan 6 indikator yakni jumlah pupuk, jumlah herbisida, jumlah insektisida, jumlah kompos, kesuburan relatif tanah, dan kemiringan lahan. Kriteria ekonomi dengan 4 indikator yakni produktivitas jagung hibrida dan transgenik, biaya total dan penghematan serta mempertimbangkan kenaikan harga premium benih transgenik yang akan dibayar oleh petani, BC rasio, dan keuntungan usahatani. Kriteria sosial diukur dengan indikator-indikator berupa luas panen per tahun yang menggambarkan akses untuk faktor produksi utama dimana skala usaha semakin luas tentu memberikan posisi yang mantap bahwa usahatani jagung merupakan sumber penghasilan utama keluarga. Profil petani seperti tingkat pendidikan, afiliasi pada kelompok tani, dan kontribusi penerimaan usahatani jagung bagi keluarga juga digunakan sebagai pengukur kriteria sosial. Dalam aspek sosial ini, mengingat harga benih transgenik akan lebih tinggi daripada harga benih hibrida maka persepsi petani untuk menambah investasi dalam usahataninya dapat mempengaruhi penerimaan terlepas dari potensi manfaatnya. Nilai indeks indikator, dimensi dan secara agregat menurut berbagai faktor tipe lahan, penggunaan pestisida dan tingkat pendidikan disajikan secara detil pada Lampiran 10, dengan ringkasan penghitungan indeks keberlanjutan pada tingkat kriteria, indikator, dan secara agregat pada tingkat propinsi disajikan pada Tabel 36. Agregat indeks keberlanjutan usahatani jagung hibrida saat ini di Jawa Timur 93,9 umumnya lebih baik daripada indeks di Lampung 83,7 terutama disumbangkan oleh kriteria ekologi dan ekonomi. Indikator kompos, kesuburan tanah relatif, kondisi lahan yang datar serta penggunaan pupuk di Jawa Timur umumnya lebih baik daripada di Lampung, sedangkan indikator penggunaan pestisida herbisida dan insektisida relatif tidak jauh berbeda indeksnya. Selain itu, tingkat produktifitas jagung dan keuntungan usahatani yang diperoleh petani di Jawa Timur lebih baik daripada produktifitas dan keuntungan usahatani di Lampung. Apabila angka indeks ≥ 80 dianggap kategori baik dan kisaran indeks 70 – 80 dianggap kategori sedang, dan indeks 70 yang perlu mendapat perhatian khusus untuk perbaikan, maka nampak bahwa secara agregat keberlanjutan usahatani jagung saat ini tergolong baik. Akan tetapi, dari Tabel 36 terlihat 120 bahwa ada beberapa indikator yang perlu mendapat perhatian yang indeksnya lebih kecil dari 70. Dalam kaitan ini sungguh menarik untuk diperhatikan bahwa di Jawa Timur indikator yang perlu mendapat perbaikan adalah biaya pengeluaran usahatani yang tinggi, afiliasi kelompok, luas pertanaman skala usaha dan kontribusi usahatani jagung bagi penerimaan. Di Lampung indikator yang perlu mendapat perhatian adalah tingkat kesuburan tanah dan penggunaan kompos, penggunaan herbisida, dan biaya pengeluaran usahatani yang tinggi. Ditinjau dari aspek sosial, indikator-indikator sosial di Lampung menunjukkan indeks yang lebih baik dengan skala usaha yang lebih luas, afiliasi kelompok lebih baik dan kontribusi jagung terhadap penerimaan rumahtangga petani, walaupun indeks tingkat pendidikan di Lampung lebih rendah daripada di Jawa Timur. Tabel 36. Nilai indeks indikator dan kriteria pada usahatani jagung hibrida menurut provinsi Kriteria Indikator Jawa Timur Lampung EKOLOGI 104,3 74,7 Pupuk 114,9 107,2 Kesuburan relatif 97,1 59,4 Kemiringan lahan 118,3 94,5 Kompos 146,4 49,8 Herbisida 71,1 61,5 Insektisida 77,6 76,0 EKONOMI 103,5 89,5 Produktifitas 107,0 92,4 Biaya total 45,5 48,0 BC ratio 145,9 134,4 Keuntungan 115,6 83,1 SOSIAL 70,4 89,9 Luas panen tahun 53,9 115,8 -Kontribusi jagung 52,5 70,4 Pendidikan 115,7 85,4 Afiliasi kelompok 66,9 85,0 AGREGAT 93,9 83,7 Jika ditelaah antar kabupaten di Jawa Timur dan Lampung maka ditemukan juga variasi indeks antara kriteria dan indikator. Di kabupaten- kabupaten di wilayah penelitian Jawa Timur dari aspek ekologi jelas terlihat 121 peranan kondisi lahan sawah yang datarrelatif datar, penggunaan pupuk dan kompos lebih baik serta dengan kesuburan tanah relatif lebih baik Tabel 37. Tabel 37. Nilai indeks indikator dan kriteria pada usahatani jagung hibrida menurut kabupaten KriteriaIndikator B lit ar Jom b ang K edi ri L S el at an L T eng ah L T im ur Ma lang M oj o ker to N ganj uk EKOLOGI 109,5 133,5 94,9 72,4 73,6 80,9 91,6 96,1 91,7 Pupuk 95,3 149,6 85,4 94,6 109,7 118,7 131,0 128,7 69,7 Kesuburan relatif 107,1 89,0 104,2 60,1 59,8 57,3 102,4 83,3 104,2 Kemiringan lahan 111,9 126,5 133,3 67,0 97,0 127,1 114,5 108,3 133,3 Kompos 181,0 275,0 118,5 73,3 39,5 42,8 78,2 97,5 119,5 Herbisida 89,5 69,2 84,9 90,8 50,6 48,1 50,9 68,6 62,3 Insektisida 71,7 91,6 43,3 48,3 85,3 91,2 88,8 86,4 61,0 EKONOMI 105,4 103,9 107,0 72,2 97,5 93,4 94,9 103,5 111,5 Produktifitas 124,7 79,6 129,0 99,7 88,0 93,5 93,7 102,1 129,6 Biaya total 29,1 55,9 25,5 27,7 54,8 59,5 60,4 57,7 28,1 BC ratio 133,3 165,9 129,5 97,2 150,5 145,7 146,4 153,6 137,5 Keuntungan 134,5 114,2 144,1 64,4 96,6 74,8 79,2 100,7 150,7 SOSIAL 74,0 41,4 82,4 89,5 89,0 94,1 72,0 67,6 114,5 Luas panen tahun 44,7 16,8 71,7 127,9 107,7 119,8 40,3 60,8 132,6 -Kontribusi jagung 62,6 31,1 57,2 35,3 91,0 82,0 34,8 62,3 69,0 Pendidikan 120,3 67,7 160,4 114,6 76,4 63,7 119,8 93,1 181,4 Afiliasi kelompok 71,4 50,0 71,4 79,4 93,6 70,8 75,0 63,3 75,0 AGREGAT 95,2 92,9 94,9 77,3 85,9 91,2 84,7 90,0 105,9 Indeks keberlanjutan di Nganjuk menunjukkan angka tertinggi disusul oleh Blitar dan Kediri, sedangkan yang terendah dijumpai di Lampung Selatan disusul oleh Lampung Tengah dan Malang. Indikator-indikator yang relatif menonjol di Nganjuk adalah kesuburan tanah 104, lahan yang datar 133, penggunaan kompos 120, produktifitas dan keuntungan usahatani 130; 138, skala usaha 133, dan tingkat pendidikan 133. Sedangkan di Lampung Selatan rendahnya indeks terutama disumbangkan dari indikator-indikator kemiringan lahan 67, penggunaan kompos 73, penggunaan insektisida 48, biaya total 122 yang dikeluarkan 28, dan keuntungan usahatani 64. Walaupun secara agregat tidak ada indeks keberlanjutan yang lebih kecil dari 70 di semua kabupaten yang diteliti, akan tetapi dijumpai indikator-indikator yang perlu mendapat perhatian khusus untuk perbaikan pengelolaan usahatani yakni: Dimensi Ekologis: - Penggunaan pupuk di Nganjuk yang cenderung overdosis. - Tingkat kesuburan tanah relatif rendah di Lampung. - Penggunaan kompos sangat minim di Lampung Tengah dan Timur. Petani di Lampung Selatan tampaknya sudah menyadari perlunya kompos untuk memperbaiki kesuburan tanah. - Aspek kemiringan lahan di Lampung Selatan dimana usahatani jagung banyak dilakukan di wilayah perbukitan. - Penggunaan herbisida yang tinggi di Jombang, Malang, Mojokerto, Nganjuk dan Lampung Tengah dan Timur. - Penggunaan insektisida intensif di Kediri, Nganjuk dan Lampung Selatan. Dimensi Ekonomi: - Aspek biaya total pengeluaran usahatani semuanya perlu mendapat perhatian di seluruh kabupaten. Hal ini menunjukkan bahwa ongkos produksi saat ini sangat tinggi bagi petani dan menjadi beban berat dalam usahatani jagung bilamanaa harga panen rendah atau jatuh. - Tingkat keuntungan relatif rendah diperoleh petani di Lampung Selatan terutama akibat besarnya biaya pengeluaran usahatani jagung. Dimensi Sosial: - Skala usaha yang sangat kecil di Blitar, Jombang, Malang dan Mojokerto. - Kontribusi usahatani jagung bagi penerimaan keluarga belum optimal di semua kabupaten kecuali Lampung Tengah, Lampung Timur dan Nganjuk. - Tingkat pendidikan yang relatif rendah di Jombang dan Lampung Timur. - Afiliasi kelompok yang relatif berjalan baik kecuali yang masih rendah di Jombang dan Mojokerto. Seperti yang telah dikemukakan oleh Miranda 2001, kajian keberlanjutan sebaiknya menekankan pemecahan masalah pada tingkat lokal dengan sistem usahatani yang ada saat ini. Jika petani mempraktekkan pertanian berkelanjutan 123 pada tataran praktis di level usahatani maka secara menyeluruh akan diperoleh tingkat keberlanjutan yang diharapkan. Kelayakan ekonomi memastikan kegiatan produksi yang stabil, menguntungkan dan efisien, serta aspek sosial yang terkait dengan akses pada penggunaan faktor produksi, akses dukungan dan informasi.

4.3.2. Simulasi Pengaruh