67
3.5. Teknik Analisis Data
3.5.1. Teknik Analisis Data untuk Tujuan 1: Kelayakan Finansial dan
Ekonomi Jagung Transgenik dan Asumsi-asumsi yang Dipakai
Analisis usahatani analisis input-output untuk menghitung penerimaan, laba usahatani, dan kelayakan finansial dilakukan dengan pembandingan antara
with dan without adopsi teknologi benih transgenik. Kelayakan finansial
didefinisikan sebagai kemampuan menghasilkan laba atau hasil untuk pengelolaan usahatani minimum sebesar 20 persen dari biaya total Simatupang, 2002. Laba
finansial usahatani dihitung sebagai selisih antara penerimaan dan biaya total dengan rumus sebagai berikut:
RMF = TR – TC
1 TR
= P.Q 2
TC = CT + CN
3 CT
= Σ Ri. Xi
4 CN
= Σ Wj. Zj
5 RC
= TRTC 6
QB = TCP
7 dimana:
RMF = laba atau penerimaan manajemen finansial Rpha TR
= penerimaan usahatani Rpha TC
= biaya total Rpha P
= harga jagung yang diterima petani Rpkg Q
= produktifitas jagung kgha CT
= biaya input tradeable Rpha CN
= biaya input non-tradeable Rpha Ri
= harga input tradeable Rpunit Xi
= kuantitas input tradeable unitha Wj
= biaya input non-tradeable Rpha Zj
= kuantitas input non-tradeable unitha RC = rasio penerimaan terhadap biaya
QB = titik impas produktivitas kgha
68 Usahatani jagung dikatakan layak secara finansial apabila tingkat labanya
setidak-tidaknya 20 persen, yakni rasio penerimaan terhadap biaya RC = 1,20 atau nilainya setara dengan tingkat upah harian. Waktu yang dicurahkan petani
jagung selama satu musim dianggap 90 hari sehingga penerimaan finansial harian minimum sama dengan RMF90 Simatupang, 2002.
Analisis yang sama dilakukan antara with dan without adopsi benih jagung transgenik mempertimbangkan kinerja dan nilai yang diberikan oleh produk benih
melalui analisis simulasi variabel Hareau, 2002 yakni: 1. penggunaan variabel input per hektar biaya produksi; 2. harga benih transgenik vs. harga benih
konvensional, dan 3. tingkat produktivitas. Analisis dilakukan untuk setiap variabel ini dengan kemungkinan perubahan biaya, produktifitas dan harga
premium benih transgenik. Simulasi peningkatan produktifitas atau penurunan biaya dalam usahatani didasarkan pada asumsi-asumsi yang diuraikan berikut ini.
Secara garis budidaya jagung transgenik sama dengan budidaya jagung hibrida mulai dari pengolahan lahan hingga panen dan pascapanen. Namun dalam
simulasi ex-ante ini, asumsi-asumsi tentang penggunaan input benih dan harganya serta harga panen tertera pada Tabel 14. Untuk harga benih dibuat simulasi dalam
dua tingkat harga yakni tidak berubah dan peningkatan 50 dari harga rata-rata benih hibrida.
Tabel 14. Asumsi penggunaan agro-input pada usahatani jagung hibrida dan jagung transgenik di wilayah penelitian
Keterangan Jawa Timur
Lampung 1 Harga benih hibrida Rpkg
36.608 31.805
2 Harga benih transgenik Rpkg - Skenario tidak berubah
- Premium 50
36.608 54.912
31.805
47.708 3 Harga output panen Rpkg untuk hibrida
sama dengan transgenik 1834,8
1756,6 4 Jumlah benih kgha untuk hibrida sama
dengan transgenik 23,0
18,8
Disamping angka-angka pada Tabel 14, perubahan-perubahan yang diperkirakan akan terjadi adalah dalam hal penggunaan herbisida meningkat pada
adopsi benih RR, penggunaan insektisida menurun pada adopsi benih Bt,
69 penggunaan tenaga kerja penyiangan yang berkurang pada benih RR dan RR+Bt.
Karena angka-angka dari tiap-tiap perubahan yang diperkirakan tidak tersedia pada survei 125 responden petani dalam penelitian ini, maka angka-angka yang
dimasukkan dalam simulasi merujuk pada hasil percobaan dan data yang diperoleh dari Filipina negara terdekat yang sudah mengadopsi jagung transgenik
sejak tahun 2002. Subandi et al. 2003 pernah melakukan ujicoba petak kecil untuk jenis jagung transgenik RR di Indonesia. Pada Tabel 15 disajikan keragaan
benih jagung transgenik berdasarkan data sekunder yang dikumpulkan. Keragaan dan sifat tersebut akan memberikan manfaat yang dapat dikuantifikasi dalam
bentuk rupiah. Walaupun terdapat juga manfaat lain yang tidak dapat dirupiahkan non-tangible seperti fleksibilitas dalam penyiangan, mudah dilakukan, dan tidak
merusak tanaman, dalam penelitian ini hanya variabel yang dapat dirupiahkan yang dipakai dalam simulasi.
Tabel 15. Keragaan benih jagung transgenik berdasarkan percobaan yang pernah dilakukan di Indonesia dan data yang diperoleh dari
Filipina.
Keragaan jenis benih transgenik vs. non-transgenik Sumber
Hasil produktifitas pada tingkat komersialisasi jagung Bt di Filipina lebih tinggi 21 dibanding non-Bt
Efisiensi biaya pada tahap komersialisasi jagung Bt di Filipina lebih tinggi 14-23 dibanding non-Bt,
berupa pengurangan penggunaan insektisida Gonzales
2005
Hasil produktifitas pada tahap ujicoba di Indonesia - jagung RR lebih tinggi 10-16 dibanding non-RR
Efisiensi biaya pda tahap komersialsisasi - jagung RR lebih hemat Rp 938,000
– 1,160,000 per ha dibanding non-RR berupa pengurangan tenaga kerja dalam
penyiapan lahan dan penyiangan Subandi,
et al .
2003
Hasil produktifitas pada tingkat komersialisasi di Filipina jagung RR+Bt lebih tinggi 16 dibanding non-RR+Bt
Efisiensi biaya pada tahap komersialisasi jagung RR+Bt lebih tinggi 14-23 dibanding non-RR+Bt,
berupa pengurangan penggunaan input insektisida Samson
2008 Gonzales
2005
70
Asumsi untuk manfaat dengan penggunaan benih jagung Bt
Berdasarkan Tabel 15 untuk simulasi manfaat adopsi benih Bt, kenaikan produktifitas 5 dan penghematan biaya 14 dianggap realistis digunakan dalam
simulasi. Peningkatan produktiftas akibat teknologi benih Bt akan nyata bilamana serangan hama penggerek batang dan penggerek tongkol cukup besar. Perbedaan
hasil antara Bt dan non-Bt bisa tidak signifikan kalau serangannya sangat kecil. Tingkat serangan hama penggerek sangat tergantung pada dinamika populasi
hama yang dipengaruhi banyak faktor seperti musim, lokasi, pola tanam dan cara pengendalian hama yang dilakukan selama ini.
Asumsi untuk manfaat dengan penggunaan benih jagung RR Sedangkan untuk benih jagung RR peningkatan produktiftas diambil
angka 13. Penghematan biaya penyiangan dengan benih transgenik RR adalah sekitar nominal Rp 500.000ha, yakni sekitar 50 dari efisiensi biaya yang
potensial diberikan oleh teknologi berdasarkan hasil percobaan. Selebihnya adalah penghematan pada kegiatan penyiapan lahan sebelum tanam yaitu dengan
penerapan tanpa olah tanah. Dalam hal penggunaan tenaga kerja dan input produksi relatif berbeda
diantara kedua varietas jagung tersebut. Perbedaannya terletak pada karakteristik jagung transgenik yang tahan herbisida jagung transgenik RR, sedangkan jagung
hibrida biasa tidak tahan herbisida. Memang saat ini banyak petani yang melakukan penyiangan gulma tidak lagi dilakukan secara manual, melainkan
dengan menggunakan herbisida sistemik atau kontak secara hati-hati walaupun petani mengetahui bahwa jagung hibrida yang mereka tanam saat ini belum tahan
herbisida. Simulasi penghematan tenaga kerja dengan jagung transgenik RR digunakan oleh petani terjadi pada kegiatan penyiangan tanaman jagung dari
kompetisi gulma seperti tampak pada ilustrasi Gambar 13. Penghematan tenaga kerja yang sangat besar terjadi pada kegiatan penyiangan yakni dapat mencapai
penghematan 30-40 HOK dalam satu musim tanam. Akan tetapi ada peningkatan penggunaan herbisida karena penyiangan dilakukan secara kimiawi menggunakan
herbisida. Setidaknya ada penambahan sebanyak 3 literha.
71 Gambar 13. Ilustrasi cara penyiangan gulma cara manual dan kimiawi.
Asumsi untuk manfaat dengan penggunaan benih jagung RR+Bt
Untuk benih jagung RR+Bt peningkatan produktiftas diambil angka 16 karena merupakan kombinasi dua transgenik Bt dan RR digabung dalam satu
produk benih. Penghematan biaya 14 untuk pengendalian hama dianggap realistis. Penghematan biaya penyiangan dianggap sama dengan benih transgenik
RR adalah sekitar nominal Rp 500.000ha. Potensi nilai manfaat suatu prospek atau kandidat pilihan produk teknologi
yang tersedia selain dilakukan dengan pendekatan with dan without adopsi pada tingkat usahatani, juga dilakukan analisis manfaat secara makro. Kajian potensi
manfaat ekonomi dari pengembangan komoditas jagung transgenik dilakukan dengan asumsi laju adopsi sigmoid secara konservatif dan agresif Gambar 14.
Pengaruh terhadap produksi nasional dilihat dalam kurun 10 tahun ke depan. Disamping itu dihitung potensial substistusi impor dan penghematan devisa
negara. Kemudian secara kualitatif dan kuantitatif juga dihitung kemungkinan potensi kerugian bilamana tidak terjadi adopsi.
Laju adopsi dari introduksi teknologi pada asumsi 2 tingkat adopsi maksimum dimana adopsi maksimum 85 dari pertanaman jagung hibrida akan
tercapai bilamana: lisensi terbuka varietas dari pemilik register varietas ke pihak-
72 pihak lain, sistem distribusi terbuka, pasar komoditas berkembang horisontal
vertikal. Sedangkan adopsi maksimum 36 dari luas pertanaman jagung hirbida bilamana: tidak ada lisensi varietas, sistem distribusi relatif tertutup, pasar
komoditas berkembang konvensional. Dalam perhitungan produksi jagung dilakukan asumsi dan faktor-faktor
dasar dalam penghitungan skenario produksi. Adopsi varietas jagung transgenik dimulai tahun 2009. Areal pertanaman jagung setelah tahun 2008 dianggap flat
pada 3,8 juta hektar karena kecil kemungkinan untuk perluasan areal. Pertumbuhan hibridisasi bertambah 5 per tahun sesudah tahun 2006 dan
seterusnya mengingat harga komoditas yang menjanjikan. Asumsi adopsi varietas transgenik dilakukan oleh petani hibrida, sangat kecil kemungkinan areal non-
hibrida melompat ke adopsi transgenik dimana petani cenderung mengadopsi varietas dengan hasil yang terbaik.
Tahun ke- 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 Asumsi maksimum
adopsi 85 areal hibrida 2 15
30 55 70 80 85 85 85 85
Asumsi maksimum adopsi 35 areal hibrida
2 7
18 30 34 35 35 35 35 35
Gambar 14. Kurva sigmoid persentase adopsi dari luas pertanaman jagung hibrida agresif- max 85 dan konservatif max 35
20 40
60 80
100
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
adopsi dari luas
hibrida
Tahun setelah adopsi
max adopsi 85 max adopsi 35
73
3.5.2. Teknik Analisis Data untuk Tujuan 2: Kebersediaan Petani