Pembelajaran Berbasis Bermain Pembelajaran Berbasis Bermain 1. Hakikat Pembelajaran

Merujuk pada kriteria belajar dalam pembelajaran berbasis bermain di atas, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian RPPH yang dibuat oleh guru haruslah mencakup kegiatan bermain yang dapat menimbulkan rasa senang dan nyaman dalam proses pembelajaran. Pertama, bermain merupakan sarana belajar. Artinya, bermain dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran untuk bereksplorasi dan berinteraksi dengan teman, guru, dan orang tua untuk membangun pengetahuan. Ke-dua, bermain muncul dari dalam diri anak, yaitu kegiatan yang dilakukan anak berasal dari minat dan keinginan anak tanpa adanya paksaan. Ke-tiga, bermain bebas dan terbatas merupakan permainan yang mengembangkan keterampilan anak dalam memahami aturan dan norma yang harus ditaati. Ke-empat, bermain adalah aktivitas nyata dan sesungguhnya yang dilakukan oleh anak. Anak yang sedang bermain dapat membentuk dunianya, sehingga seringkali dianggap nyata dan sungguh-sungguh. Selanjutnya, yang ke-lima bermain lebih terfokus pada proses daripada hasil. Saat anak melakukan suatu permainan anak menemukan pengetahuannya sendiri melalui pengalaman yang telah diperoleh sehingga proses bermain memiliki makna tersendiri bagi anak usia dini. Ke-enam, bermain didominasi oleh hasil maksudnya bermain merupakan aktivitas yang produktif bagi anak dalam menciptakan suatu karya. Ke-tujuh, bermain melibatkan peran aktif dari pemain merupakan kegiatan yang dilakukan anak menjadikan anak menjadi pembelajar yang aktif karena pembelajaran berbasis bermain berorientasi pada anak. Piaget dan Smilansky dalam Haenilah, 2015: 94 menekankan “pentingnya belajar melalui bermain yang menekankan sensorimotor anak usia dini. Upaya ini dilakukan melalui hubungan fisik anak dengan lingkungan”. Upaya membelajarkan anak melalui pembelajaran berbasis bermain membawa konsekuensi terhadap pemahaman guru terhadap pentingnya bermain bagi anak usia dini. Pada pembelajaran berbasis bermain hal terpenting bukanlah bagaimana guru membuat anak belajar, akan tetapi membuat anak menjadi sosok yang kritis, memahami sesuatu, membangun pengetahuan itu sendiri, dan menemukan pengetahuan sendiri yang didapat melalui pengamatan dan percobaan.

D. Merancang Pembelajaran Berbasis Bermain 1. Hakikat Merancang Pembelajaran

Perencanaan berkaitan dengan penetuan kegiatan yang akan dilakukan. Perencanaan merupakan suatu proses untuk menentukan kegiatan yang diperlukan dengan cara paling efektif dan efisien untuk mencapai tujuan. Menurut Majid 2007:15 “perencanaan adalah menyusun langkah-langkah yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan dapat disusun sesuai dengan keinginan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan pembuat rencana”. Definisi lain, menurut Uno 2012:2 bahwa “perencanaan yakni suatu cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan baik, disertai dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Berdasarkan pendapat di atas, perencanaan adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan menyusun langkah-langkah yang efetif dan efisien untuk memperkecil kesenjangan yang terjadi sehingga tujuan dapat dicapai secara maksimal. Pembelajaran yang baik dapat dilihat dari perencanaan pembelajaran. Adapun perancangan pembelajaran dibuat sebelum proses pembelajaran berlangsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Asmawati 2014:7, yang menyatakan bahwa: Perencanaan pembelajaran atau desain pembelajaran berisi kisi-kisi dari teori belajar, teori pembelajaran, teori evaluasi yang telah dianalisi, didesain, dikembangkan, diimplementasikan, dan dievaluasi yang dilaksanakan secara bertahap dan berulang dalam jangka waktu tertentu. Pengembangan proses pendidikan yang rumit, kreatif, berulang-ulang, teruji, dan dapat dikaji ulang penerapannya sesuai dengan kebutuhan. Perencanaan pembelajaran berisi tentang materi, media, metode pembelajaran yang akan digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran berdasarkan jangka waktu yang telah ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Majid 2007:17 bahwa: Perencanaan dalam konteks pengajaran dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pembelajaran, penggunaan media pembelajaran, penggunaan pendakatan pembelajaran dan metode pengajaran, penilaian dalam suatu alokasi waktu tertentu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Perencanaan pembelajaran dapat dimaksudkan sebagai langkah awal sebelum proses pembelajaran berlangsung yang berisi petunjuk arah kegiatan. Perencanaan pembelajaran dijadikan pedoman bagi guru dalam menjalankan tanggung jawabnya. Menurut Majid 2007:22 terdapat beberapa manfaat perencanaan pengajaran dalam proses mengajar, antara lain: a. Sebagai petunjuk arah kegiatan dalam mencapai tujuan, b. Sebagai pola dasar dalam mengatur tugas dan wewenang bagi setiap unsur yang terlibat dalam kegiatan, c. Sebagai pedoman kerja bagi setiap unsur, baik unsur guru maupun unsur peserta didik, d. Sebagai alat ukur efektif tidaknya suatu pekerjaan, sehingga setiap saat diketahui ketepatan dan kelemahan kerja, e. Untuk bahan penyusunan data agar terjadi keseimbangan kerja, dan f. Untuk menghemat waktu, tenaga, alat-alat dan biaya. Merancang pembelajaran memberikan manfaat yang pertama, sebagai petunjuk arah kegaiatan, artinya dengan merancang pembelajaran guru dapat menetukan arah kegaitan yang dilakukan berfokus pada tujuan pembelajaran yang telah ditentukan. Ke-dua, perencanaan pembelajaran mengatur tugas dan wewenang unsur yang terlibat dalam pembelajaran dalam menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya. Ke-tiga, dapat dijadikan pedoman bagi guru maupun siswa dalam mencapai hasil belajar yang diharapkan pada tujuan pembelajaran. Ke-empat, sebagai alat ukur yang efektif dalam menilai pembelajaran yang telah dilaksanakan berhasil sesuai tujuan atau tidak. Ke-lima, perancangan pembelajaran dapat digunakan sebagai bahan yang dapat dijadikan data dalam mempertangungjawabkan kinerja, dan yang terakhir, ke-enam dapat digunakan sebagai penentu dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran karena waktu masing-masing kegiatan telah ditentukan. Carl dan Rosalind dalam Yaumi, 2013:11 berpendapat bahwa definisi perancangan pembelajaran dapat dideteksi dari beberapa perspektif, yakni: a. Sebagai suatu proses. b. Sebagai suatu disiplin. c. Ilmu pengetahuan. d. Sebagai realitas. Pertama, perancangan pembelajaran sebagai suatu proses adalah materi pembelajaran dikembangkan berdasarkan teori belajar dan pembelajaran untuk mencapai kualitas pembelajaran dan merupakan proses analisa terhadap keutuhan belajar, dan tujuan pembelajaran. Ke-dua, perancangan pembelajaran sebagai suatu disiplin merupakan cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian dan teori tentang strategi pembelajaran dan proses untuk mengimplementasikan strategi tersebut. Ke-tiga, perencanaan pembelajran sebagai suatu pengetahuan yang mempelajari bagaimana menciptakan, implementasi, evaluasi, dan pemeliharaan situasi yang dapat memfasilitasi pembelajaran. Ke-empat, perancangan pembelajaran sebagai realitas yang dapat dimulai dari titik mana saja dalam proses merancang dan sering muncul pandangan baru yang dapat dikembangkan menjadi inti pembelajaran. Merancang pembelajaran harus disusun secara sistematis dan merujuk pada model yang memiliki karakteristik yang jelas. Perencanaan pembelajaran harus berorientasi pada peserta didik, tujuan, terfokus pada pengembangan dan peningkatan kinerja, hasil belajar dapat diukur dengan cara yang valid dan terpercaya. Selain itu, perencanaan pembelajaran mengandung hal-hal empiris, berulang, dapat dikoreksi sendiri, dan merupakan usaha yang dilakukan bersama. Merancang pembelajaran untuk anak usia dini harus dilakukan dengan pengamatan terhadap peserta didik dengan