Kemampuan Guru PAUD Kemampuan Guru PAUD 1. Hakikat Kemampuan

Seorang tenaga pendidik atau guru PAUD harus melaksanakan kewajibannya dalam pembelajaran melalui keempat kompetensi tersebut. Kemampuan pedagogik, seorang guru PAUD tidak hanya memahami wawasan dan landasan teoritis tetapi juga harus memahami prakteknya, memahami anak didiknya, membuat perencanaan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran dengan suasana belajar yang menyenangkan melalui kegiatan pembelajaran melalui bermain, memberikan lingkungan belajar yang nyaman, memilih media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak, dan melakukan evalusi terhadap hasil belajar anak. Kompetensi kepribadian maksudnya seorang guru PAUD harus menjadi panutan, teladan, dan dapat menjadi contoh yang baik bagi peserta didik. Selanjutnya kompetensi profesional, seorang guru PAUD harus memahami materi pembelajaran dan dapat menciptakan suatu pemebelajaran secara kreatif, inovatif, dan menyenangkan melalui kegiatan bermain untuk mengembangkan aspek pengembangan anak. Kemudian kompetensi sosial adalah kemampuan guru PAUD dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik kepada anak, sesama pendidik, dan lingkungannya. Standar kemampuan guru yang dikembangkan oleh the Child Development Associate CDA dalam Yufiarti dan Chandrawati 2010: 3.29, terdiri dari enam kemampuan dasar: a. Menciptakan dan mempertahankan lingkungan belajar yang aman dan sehat, b. Meningkatkan kompetensi intelektual dan fisik, c. Mendukung perkembangan emosi dan sosial serta memberikan bimbingan yang positif, d. Mengadakan hubungan yang produktif dan positif dengan keluarga, e. Meyakinkan bahwa program mempunyai tujuan dan berjalan dengan baik dan disesuaikan dengan kebutuhan stakeholder penguna, f. Mempertahankan komitmen pada profesionalisme. Pendapat lain tentang standar kompetensi guru PAUD oleh Eyson dalam Yufiarti dan Chandrawati, 2010:3.31 bahwa terdapat 15 kompetensi atau kemampuan dasar yang harus dimiliki gurupendidik PAUD sebagai berikut: a. Memahami perkembangan anak dan menggunakannya dalam proses pembelajaran. b. Mengenal anak melalui pengamatan dan dokumen pertumbuhan dan perkembangan, termasuk perbedaan individu dan penyimpangan dari perkembangan yang normal. c. Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk berkomunikasi antar anak dan teman sebaya. d. Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk berkomunikasi dan berhubungan baik dengan guru, anak, orang tua, dan keluarga. e. Menciptakan ligkungan belajar yang memenuhi kebutuhan anak untuk bermain. f. Menciptakan permainan yang edukatif dengan memanfaatkan sumber-sumber lokal. g. Menghargai kemampuan anak sebagai individu. h. Meningkatkan perkembangan dan belajar anak yang mempunyai kemampuan kurang. i. Mengetahui tentang prinsip-prinsip penggunaan dan keseimbangan gizi. j. Mengetahui tantang pertolongan pertama pada anak-anak yang terluka. k. Menciptakan kegiatan belajar bermain yang atraktif pada anak- anak. l. Menilai perkembangan anak dan belajar. m. Mempu berkomunikasi dengan baik kepada anak. n. Memberikan contoh perilaku yang baik kepada anak. o. Mempu mengajar materi yang penting seperti sains dan matematika. Berdasarkan uraian di atas, standar kemampuan guru PAUD sangat mempengaruhi kinerja guru PAUD memberikan pembelajaran bagi anak. Guru PAUD dituntut untuk mempu memahami materi dan selalu mengembangkan pengetahuan yang dimiliki, memahami karakteristik dan kebutuhan anak, menciptakan pembelajaran melalui bermain dengan permainan edukatif, mampu berkomunikasi dengan baik, dan mampu menjadi panutan bagi anak.

B. Bermain bagi Anak Usia Dini 1. Hakikat Bermain

Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Fadillah, 2014:25, mengidentifikasikan “bermain berasal dari kata dasar main yang berarti melakukan aktivitas atau kegiatan untuk menyenangkan hati dengan menggunakan alat-alat tertentu atau tidak”. Artinya, bermain adalah aktivitas yang membuat hati seorang anak menjadi senang, nyaman, dan bersemangat. Bermain adalah kegiatan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Mulyasa 2014:166 berpendapat bahwa: Bermain merupakan tuntutan dan kebutuhan psikologis serta biologis anak. Bermain bagi anak dapat digunakan untuk mempelajari banyak hal, dapat mengenal aturan, bersosialisasi, menempatkan diri, menata emosi, toleransi, kerja sama, dan menjunjung tinggi sportivitas. Aktivitas bermain juga dapat mengembangkan kecerdasan mental, spiritual, bahasa, dan keterampilan motorik anak usia dini. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 2014 dalam Moeslichatoen, 2004:32 bahwa “bermain merupakan tuntutan dan kebutuhan yang esensial bagi anak. Melalui bermain anak dapat memuaskan tuntutan dan kebutuhan perkembangan pada dimensi kognitif, motorik, kreativitas, bahasa, sosial, emosional, seni, nilai, dan sikap hidup”. Adapun pengertian bermain menurut Gakkahue dalam Hartati, 2007:56 menyatakan bahwa “bermain adalah suatu aktivitas yang langsung dan spontan dimana seorang anak menggunakan orang lain atau benda-benda disekitarnya dengan senang, sukarela, dan dengan imajinatif, menggunakan perasaannya, tangannya atau seluruh anggota tubuhnya”. Kegiatan bermain adalah dunia anak, dengan bermain anak dapat menemukan pengetahuannya melalui kegiatan eksplorasi. Hal ini diperkuat dengan pendapat Patmonodewo 2008:102 bahwa: Bermain bukan bekerja; bermain adalah pura-pura; bermain bukan suatu yang sungguh-sungguh; bermain bukan suatu kegiatan yang produktif; dan sebagainya .... bekerja pun dapat diartikan bermain sementara kadang-kadang bermain dapat dialami sebagai bekerja; demikian pula anak yang sedang bermain dapat membentuk dunianya sehingga seringkali dianggap nyata, sungguh-sungguh, produktif, dan menyerupai kehidupan yang sebenarnya. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa bermain adalah dunia anak dan merupakan tahap awal proses belajar anak. Bermain merupakan suatu aktivitas langsung yang dilakukan dengan perasaan senang dan sukarela oleh anak serta dapat mengembangkan kecerdasan psikologis dan biologis anak. Melalui bermain, anak dapat mengembangkan seluruh potensinya mulai dari pengetahuannya, kecerdasan mental, spiritual, bahasa, dan keterampilan motorik, sosial, maupun seni anak. Bermain sangat penting untuk anak usia dini. Bermain menjadi cara belajar yang paling efektif dan lebih cepat ditangkap bagi anak usia dini. Pentingnya bermain menurut Hartati 2007:27, sebagai berikut: a. Kelebihan energi Anak memiliki energi yang digunakan untuk mempertahankan hidup. Jika kehidupannya normal, anak akan kelebihan energi yang selanjutnya digunakan untuk bermain. b. Rekreasi dan relaksasi Bermain dimaksudkan untuk menyegarkan tubuh kembali. Jika energi sudah digunakan untuk melakukan aktivitas, anak-anak menjadi lelah dan kurang bersemangat, sehingga dengan bermain anak-anak memperoleh kembali energinya untuk lebih aktif dan bersemangat kembali. c. Insting Bermain merupakan sifat bawaan insting yang berguna untuk mempersiapkan diri melakukan peran orang dewasa. d. Rekapitulasi Bermain merupakan peristiwa mengulang kembali apa yang telah dilakukan oleh nenek moyang dan sekaligus mempersiapkan diri untuk hidup pada zaman sekarang. Bermain dapat dilakukan dengan berbagai cara dan dapat menggunakan benda atau atau alat yang ditemukan di lingkungan sekitar anak. Terdapat empat jenis bermain menurut Mulyasa 2014:169-181 sebagai berikut: a. Bermain sosial Peterm dalam Mulyasa, 2014:169 mengelompokan kegiatan bermain sosial berdasarkan derajat partisipan seseorang dalam bermain, yaitu unoccupied play tidak peduli, solitary play soliter, onlooker play penonton, paraller play paralel, assososiative play asosiatif, dan cooperative play kooperatif. b. Bermain dengan benda Bermain dengan benda merupakan kegiatan bermain menggunakan atau mempermainkan benda-benda yang menyenangkan. Piaget dalam Mulyasa, 2014:171 mengemukakan beberapa tipe bermain dengan benda meiputi bermain praktis, bermain simbolik, dan bermain dengan aturan. c. Bermain peran Bermain peran terbagi menjadi bermain peran mikro dan bermain peran makro. Bermain peran dapat mengembangkan pada dimensi pribadi dan sosial. Mulyasa 2014:173 mengemukakan bahwa melalui bermain peran anak mencoba mengeksplorasikan hubungan antarmanusia dengan cara mempergerakan dan mendiskusikannya sehingga secara bersama- sama dapat mengeksplorasi peasaan, sikap, nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah. d. Sosiodrama Smilansky dalam Mulyasa, 2014:181 mengemukakan bahwa bermain sosiodrama memiliki beberapa elemen sebagai berikut: 1 Bermain dengan melakukan imitasi. Anak bermain pura-pura dengan melakukan peran orang dewasa disekitarnya dengan menirukan tingkah laku dan pembicaraanya.