22
yang ditunjukan oleh mahasiswa kelas bilingual. Oleh karena itu, penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dan menjadi penelitian awal yang
mengungkap tentang pelaksanaan pembelajaran kelas bilingual di Lembaga Perguruan Tinggi Keguruan. Namun, penelitian tetap bermaksud untuk
menambah dan mendukung perkembangan ilmu pengetahuan khususnya terkait dengan pelaksanaan kelas bilingual.
B. Kerangka Teori
Teori merupakan unsur penelitian yang besar peranannya dalam menjelaskan fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat
penelitian. Kerlinger menyatakan bahwa teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi, dan proporsi untuk menerangkan suatu fenomena
sosial secara sistematik dengan cara merumuskan hubungan antar konsep Singarimbun, 1992.
Penelitian ini menggunakan teori habitus dan field menurut Pierre Bourdieu. Bourdieu dalam Ritzer dan Douglas 2010:581-584 menjelaskan
habitus sebagai struktur mental atau kognitif yang berhubungan dengan dunia sosial. Jadi, habitus berada dalam pikiran seseorang. Seorang individu dibekali
dengan serangkaian skema terinternalisasi yang digunakan untuk memersepsi, memahami, mengapresiasi, dan mengevaluasi dunia sosial. Melalui skema
inilah orang menghasilkan praktik, memersepsi dan mengevaluasi. Habitus diperoleh sebagai akibat dari ditempatinya posisi di dunia sosial dalam jangka
waktu yang panjang. Jadi, kesamaan habitus antara seorang individu dengan
23
yang lainya tergantung pada sifat posisi seseorang di dunia tersebut. Seorang individu yang menempati posisi yang sama di dunia sosial akan cenderung
memiliki habitus yang sama. Kendati di dalam sepanjang sejarah kehidupan seseorang tentu tidak
selalu menempati arena yang sama. Maka, mungkin seseorang mengalami ketidakcocokan dengan arena yang ditempati. Bourdieu dalam Ritzer dan
Douglas 2010:581 menjelaskannya sebagai berikut: “Habitus dapat berjalan lama sekaligus dapat dialihkan, yang artinya
bahwa habitus dapat digerakan dari satu arena ke arena lainya. Sehingga, orang mungkin saja memiliki habitus yang tidak pas dan
menderita sesuatu yang disebut Bourdieu dengan hysteria. Contohnya adalah seseorang yang tercerabut dari eksistensi agraris di masyarakat
prakapitalis kontemporer, kemudian bekerja di Wall Street, habitus yang didapatkan seseorang di masyarakat prakapitalis tidak
memungkinkan orang tersebut untuk dapat mengatasi kehidupan di Wall Street.
” Habitus hanya sebagai sistem saran tentang apa yang seharusnya
dipikirkan oleh seorang individu dan apa yang seharusnya dipilih untuk dilakukan. Seorang individu terlibat dalam dilebrasi pilihan secara sadar,
meskipun dalam proses pengambilan keputusan merefleksikan beroperasinya habitus. Habitus memberikan prinsip yang digunakan orang untuk memilih
strategi yang akan digunakan dalam dunia sosial. Habitus diciptakan melalui praktik seorang individu di dunia sosial, dan pada sisi lain habitus adalah
akibat dari praktik seorang individu dalam dunia sosial. Habitus berwujud pada sebagian besar aktivitas praktik yang dilakukan oleh seorang individu seperti
cara makan, berjalan, dan bahkan dalam cara seorang individu membuang ingus.
24
Bourdieu melihat field atau yang biasa disebut dengan “ranah” atau
“arena” dan mendefinisikanya sebagai arena pertempuran juga arena perjuangan, yang secara luas dijelaskan bahwa struktur arena menopang dan
mengarahkan strategi yang digunakan oleh orang-orang yang menduduki posisi untuk berupaya, baik individu atau kolektif, mengamankan atau meningkatkan
posisi seseorang, dan menerapkan prinsip hierarkisasi yang paling cocok untuk produk seseorang. Bourdieu juga mengibaratkan arena seperti pasar kompetitif
yang di dalamnya terdapat berbagai jenis modal atau capital ekonomi, kultural, sosial, dan simbolis yang digunakan dan dimanfaatkan. Modal
kultural terdiri dari berbagai jenis pengetahuan yang legitim; modal sosial terdiri dari hubungan sosial yang bernilai antar orang; modal simbolis tumbuh
dari harga diri dan prastise. Bourdieu menegaskan arti penting habitus dengan arena. Bourdieu
melihat habitus dan arena beroperasi dengan dua cara yaitu; disatu sisi arena mengkondisikan habitus; sedangkan pada sisi lain habitus menciptakan arena
sebagai sesuatu yang bermakna, yang memiliki rasa dan nilai, dan layak untuk mendapatkan investasi energi.
Wattimena 2012 dalam tulisanya yang berjudul “Berfikir Kritis Bersama Pierre Bordieu” menjelaskan bahwa Bourdieu merumuskan konsep
habitus sebagai analisis sosiologis dan filsafati atas perilaku manusia. Dalam arti ini, habitus adalah nilai-nilai sosial yang dihayati oleh manusia, dan
tercipta melalui proses sosialisasi nilai-nilai yang berlangsung lama, sehingga mengendap menjadi cara berpikir dan pola perilaku yang menetap di dalam diri
25
manusia tersebut. Habitus seseorang begitu kuat, sampai mempengaruhi tubuh fisiknya. Habitus yang sudah begitu kuat tertanam serta mengendap menjadi
perilaku fisik disebutnya sebagai Hexis. Terkait dengan penelitian ini, dalam pelaksanaan pembelajaran kelas
bilingual juga terdapat field atau ranah atau arena yang sengaja diciptakan yakni kelas bilingual yang digunakan sebagai tempat akademis perjuangan
mahasiswa kelas bilingual dalam mengikuti pelaksanaan pembelajaran kelas bilingual mahasiswa Jurusan Sosiologi dan Antropologi. Kelas bilingual juga
merupakan arena kompetitif yang di dalamnya terdapat berbagai jenis modal seperti yang dijelaskan oleh Bourdieu yakni modal ekonomi, kultural, sosial,
dan simbolis. Di dalam kelas bilingual, tentu terdapat berbagai klasifikasi modal tersebut. Modal ekonomi telah tergambar secara gamblang; modal
kultural dapat dilihat dari subtansi mata perkuliahan yang akan ditransformasikan di dalam pelaksanaan kelas bilingual; layaknya suatu arena,
pada kelas bilingual akan terdapat beberapa orang yang saling berhubungan, hubungan yang baik antar mahasiswa dengan mahasiswa, mahasiswa dengan
dosen kelas bilingual dan atau non bilingual, inilah yang disebut dengan modal sosial; modal yang terakhir adalah modal simbolis yang terbentuk dalam harga
diri dan prestis dari kelas bilingual mahasiswa Jurusan Sosiologi dan Antropologi FIS Unnes.
Sebagai seorang individu, mahasiswa kelas bilingual juga dibekali dengan serangkaian skema terinternalisasi yang digunakan untuk memersepsi,
memahami, mengapresiasi, dan mengevaluasi serangkaian peristiwa yang
26
terjadi di dalam kelas bilingual mahasiswa Jurusan Sosiologi dan Antropologi. Habitus mahasiswa kelas bilingual akan diperoleh sebagai akibat dari
ditempatinya posisi sebagai mahasiswa kelas bilingual dalam jangka waktu yang panjang. Persamaan habitus yang dimiliki oleh masing-masing
mahasiswa kelas bilingual akan bervariasi tergantung dari posisi mahasiswa tersebut di dalam kelas bilingual. Habitus yang dimiliki kelas bilingual akan
terwujud dalam aktivitas praktik mahasiswa dalam arena kelas bilingual di Jurusan Sosiologi dan Antropologi FIS Unnes.
Dalam penelitian ini, akan diihat bahwa field atau ranah atau arena kelas bilingual sengaja diciptakan untuk membentuk habitus mahasiswa yang
berbeda dari kelas non bilingual. Kelas bilingual akan membentuk habitus dalam diri mahasiswa kelas bilingual, dan pada sisi lain habitus yang terdapat
dalam diri mahasiswa akan mempengaruhi kelas bilingual sebagai suatu arena dan menjadi sesuatu yang bermakna. Penelitian ini sekaligus dapat
membuktikan apakah benar habitus seseorang dapat sengaja dibentuk dan apakah habitus mahasiswa bilingual dapat tercipta dengan adanya arena yang
disediakan tersebut.
C. Kerangka Berpikir