18
3 Tahap Evaluasi
Adapun yang dimaksud dengan evaluasi adalah alat yang digunakan untuk mengungkap taraf keberhasilan proses pembelajaran,
khususnya untuk mengukur hasil belajar mahasiswa. Evaluasi dapat memberikan pengetahuan tentang efektifitas proses pembelajaran dan
tingkat pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi merupakan laporan dari proses pembelajaran khususnya laporan tentang kemajuan
pretasi belajar mahasiswa. Evaluasi secara otomatis merupakan pertanggung jawaban dosen dalam pelaksanaan pembelajaran.
4 Tahap Tindak Lanjut
Pada tahap ini dipilah menjadi dua yaitu promosi dan rehabilitasi. Promosi merupakan penetapan untuk melangkah dan
peningkatan lebih lanjut akan keberhasilan belajar. Promosi dapat berupa melanjutkan pokok bahasan atas materi pembelajaran.
Rehabilitasi adalah perbaikan atas kekurangan yang telah terjadi dalam proses pembelajaran, khususnya apabila terjadi tingkat
keberhasilan.
2. Kelas Bilingual
Penelitian Itta 2007 dengan judul Kemampuan Berbahasa Inggris Anak dengan Pembelajaran Bilingual mengungkapkan bahwa 75 para ibu
berpendapat bahwa
anak-anak mereka
mengalami peningkatan
berkomunikasi dalam Bahasa Inggris setelah mengikuti kelas bilingual.
19
Sebesar 57 Para ibu berpendapat bahwa anak mengenal budaya cukup baik, yang dibuktikan dengan kemampuan anak menyanyikan lagu
berbahasa Indonesia maupun berbahasa Inggris. Anak yang mengerti dan dapat berbicara secara langsung dengan Bahasa Inggris cukup baik dan
kritis apabila ada yang ingin ditanyakan adalah sebesar 74. Sebesar 86 para ibu berpandangan baik terhadap perkembangan kepribadian anaknya
yang menunjukan kepercayaan diri, mandiri, dan memiliki keberanian saat berbicara dengan guru kelas atau native speaker. Anak yang dapat
mengucapkan kata-kata dalam Bahasa Inggris dan memperoleh kata-kata baru untuk kata yang sama dalam Bahasa Indonesia setelah belajar bilingual
menunjukan prosentase sebesar 94 Rahmawati 2009 dengan judul Pola Pembelajaran Kelas
‘bilingual’ dalam Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial menyimpulkan bahwa pola pembelajaran IPS di kelasbilingual dalam penyampaian
materinya lebih terfokus dalam penggunaan media. Kekurangan pembelajaran terletak pada pemilihan guru dan kualitas guru IPS yang
kurang kompeten dalam menyampaikan materi pelajaran IPS dengan menggunakan Bahasa Inggris. Siswa kelas bilingual rata-rata memiliki
kemampuan berbahasa Inggris dengan baik. Namun, hal tersebut tidak diimbangi dengan kemampuan Bahasa Inggris yang baik pula oleh guru
yang dalam hal ini adalah guru IPS. Suryaningsih 2010 dengan penelitiannya tentang Interaksi Sosial
Antara Kelas RSBI dan Kelas Reguler menyimpulkan bahwa interaksi yang
20
terjadi antar siswa kelas RSBI lebih intensif melakukan interaksi dengan teman satu kelasnya in-group karena adanya fasilitas lengkap yang
terdapat di ruang kelas sehingga siswa RSBI lebih nyaman berada di ruang kelas meskipun sedang istirahat. Siswa reguler lebih bisa membaur, baik
dalam berinteraksi dengan teman kelasnya in-group maupun teman kelas lain out-group. Interaksi yang terjadi antar siswa kelas RSBI dan kelas
regular tersebut memunculkan dua bentuk interaksi yaitu interaksi asosiatif dan interaksi disasosiatif. Interaksi asosiatif terjadi saat siswa antar kedua
kelas melakukan kerja sama untuk acara-acara sekolah. Interaksi disosiatif terjadi dengan adanya persaingan dalam hal akademik. Faktor-faktor yang
mendukung interaksi tersebut antara lain adanya kesamaan tenaga pendidik yang mengampu mata pelajaran antara RSBI dan reguler, sehingga
memudahkan para siswa untuk saling menanyakan pelajaran, meminjam catatan, ataupun sekedar bertukar pikiran. Faktor pendukung lainya adalah
sikap siswa yang saling membaur tanpa memperdulikan asal kelas dan rasa solidaritas yang tinggi antar semua siswa. Adapun faktor penghambat yaitu
perbedaan fasilitas antar kedua kelas tersebut serta adanya perbedaan paradigma masing-masing individu siswa dalam suatu hal.
Ulum 2011 dengan penelitiannya yang berjudul Sistem Pembelajaran Dwi Bahasa Bilingual Pada Mata Pelajaran Sosiologi di
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Studi Kasus di SMA Negeri 1 Kendal mengungkapkan bahwa guru sosiologi dan siswa dalam sistem
pembelajaran dwi bahasa bilingual belum sepenuhnya mampu menguasai
21
dan menerapkan pembelajaran bilingual terutama dalam kaitanya dengan penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran
sosiologi. Guru dan Siswa dalam sistem pembelajaran dwi bahasa bilingual pada mata pelajaran sosiologi mengalami hambatan yang
berdampak pada kurang maksimalnya hasil yang ingin dicapai dari proses pembelajaran
bilingual. Hambatan
tersebut dikarenakan
bahwa pembelajaran yang masih sukar untuk dipahami karena faktor
ketidakmampuan penguasaan bahasa asing, terutama Bahasa Inggris. Guru Sosiologi SMA 1 Kendal mempunyai persepsi yang berbeda terhadap sistem
pembelajaran dwi bahasa bilingual pada mata pelajaran sosiologi. Persepsi tersebut merupakan bentuk apresiasi guru sosiologi dan siswa selama
mengikuti proses pembelajaran sosiologi. Berdasarkan kajian pustaka di atas, dari semua penelitian-penelitian
yang telah memfokuskan penelitiannya pada aspek bahasa saja, dan satu memfokuskan pada aspek interaksi yang berlangsung antar siswa. Peneliti
telah melakukan penelusuran di berbagai jurnal serta laporan penelitian, dan hasilnya menunjukkan bahwa belum ada penelitian yang memfokuskan
terhadap aspek sosial dan konten pembelajaran di kelas bilingual. Penelitian kali ini bertujuan untuk menghasilkan pengetahuan
tentang pelaksanaan pembelajaran kelas bilingual mahasiswa Jurusan Sosiologi dan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Semarang. Selain aspek penggunaan bahasa, penelitian ini akan memfokuskan pada konten materi dan unsur praktik dalam dunia sosial
22
yang ditunjukan oleh mahasiswa kelas bilingual. Oleh karena itu, penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dan menjadi penelitian awal yang
mengungkap tentang pelaksanaan pembelajaran kelas bilingual di Lembaga Perguruan Tinggi Keguruan. Namun, penelitian tetap bermaksud untuk
menambah dan mendukung perkembangan ilmu pengetahuan khususnya terkait dengan pelaksanaan kelas bilingual.
B. Kerangka Teori
Teori merupakan unsur penelitian yang besar peranannya dalam menjelaskan fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat
penelitian. Kerlinger menyatakan bahwa teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstrak, definisi, dan proporsi untuk menerangkan suatu fenomena
sosial secara sistematik dengan cara merumuskan hubungan antar konsep Singarimbun, 1992.
Penelitian ini menggunakan teori habitus dan field menurut Pierre Bourdieu. Bourdieu dalam Ritzer dan Douglas 2010:581-584 menjelaskan
habitus sebagai struktur mental atau kognitif yang berhubungan dengan dunia sosial. Jadi, habitus berada dalam pikiran seseorang. Seorang individu dibekali
dengan serangkaian skema terinternalisasi yang digunakan untuk memersepsi, memahami, mengapresiasi, dan mengevaluasi dunia sosial. Melalui skema
inilah orang menghasilkan praktik, memersepsi dan mengevaluasi. Habitus diperoleh sebagai akibat dari ditempatinya posisi di dunia sosial dalam jangka
waktu yang panjang. Jadi, kesamaan habitus antara seorang individu dengan