105
D. Hasil dan Dampak dalam 1 Tahun Pertama Pelaksanaan Pembelajaran
Kelas Bilingual Mahasiswa Jurusan Sosiologi dan Antropologi FIS Unnes
Pelaksanaan pembelajaran mahasiswa kelas bilingual Jurusan Sosiologi dan Antropologi sesuai dengan waktu penelitian ini adalah telah
berjalan selama 2 semester atau 1 tahun pertama. Sebagai jurusan yang pertama dan satu-satunya yang membuka kelas bilingual di FIS Unnes, pelaksanaan
pembelajaran mahasiswa kelas bilingual tentu bukan merupakan suatu hal yang mudah. Sehingga, setiap elemen yang bertanggung jawab harus berfikir aktif
dan inovatif agar pelaksanaan pembelajaran mahasiswa kelas bilingual dapat memberikan hasil yang maksimal. Sebagai mana prinsip “man jadda wa
jadda ” yang artinya siapa yang berusaha maka akan mendapatkan hasilnya,
pelaksanaan pembelajaran mahasiswa kelas bilingual di Jurusan Sosiologi dan Antropologi yang telah dilaksanakan sedemikian rupa dengan baik maka, akan
memberikan hasil dan dampak yang baik pula bagi mahasiswa. Hasil dan dampak tersebut akan dijelaskan pada point berikut ini.
1. Hasil dalam 1 Tahun Pertama Pelaksanaan Pembelajaran Kelas
Bilingual
Hasil merupakan suatu hal yang diperoleh akibat dari dilakukannya suatu usaha. Proses pembelajaran mahasiswa kelas bilingual sebagai suatu
arena yang dibentuk sedemikian rupa memberikan hasil sebagai berikut:
a. Meningkatnya Kemampuan Berbahasa Inggris
Pelaksanaan kelas bilingual mahasiswa Jurusan Sosiologi dan Antropologi sebagai suatu field arena untuk menciptakan mahasiswa
bilingual yang dapat mengusai materi perkuliahan dengan menggunakan
106
Bahasa Inggris memberikan hasil berupa peningkatan penguasan Bahasa Inggris oleh mahasiswa kelas bilingual. Semua mahasiswa kelas
bilingual mengaku bahwa penguasaan Bahasa Inggris mereka mengalami peningkatan, seperti kutipan wawancara berikut ini.
Peneliti menanyakan kepada mahasiswa kelas bilingual terkait dengan kemampuan Bahasa Inggris yang dimiliki. Sambil mengangguk-
angguk HC 19 menjawab: “…. Bertambah kalau saya merasakannya. Dulu saya hanya bisa
Bahasa Inggris itu hanya perkenalan untuk hal-hal kecil saja, seperti introduction yang biasa, tapi sekarang dah bisa sampai
menjelaskan materi. Kosa kata juga banyak bertambah gitu loh Mbak. Dulu kan semisal hanya bisa menjelaskan semut sedikit
saja sekarang bisa menjelaskanya sampai mendalam gitu Mbak”. Wawancara tanggal 8 Juni 2012
Bertambahnya kemampuan berbahasa Inggris tidak hanya dirasakan oleh HC 19. Dengan pertanyaan yang sama dalam waktu
yang berbeda disaat peneliti melakukan wawancara dengan SK 19 di ruang tamu rusunawa Unnes pagi itu:
“Yen aku ngeroso bertambahnya kui Mbak pronunciation iya. Soale pak Yasir kui semisal ngucapno salah terus dibenerke. Aku
pernah yo Mbak salah ngucapke di guyu pak Yasir terus lagi dibenerke. Nak masalah kosa kata yo nambah Mbak. Nek masalah
grammar aku males Mbak. Di kelas juga nggak di ajari grammar, tapi secara umum mau kosa kata karo pronounsection bertambah
Mbak”. Wawancara tanggal 25 Juni 2012.
107
“Kalau saya merasa bertambahnya itu Mbak di pronunciation. Karena Pak Yasir itu missal mengucapkan salah kita dibenarkan.
Saya juga pernah Mbak salah mengucapkan terus ditertawakan Pak Yasir tapi terus dibenarkan setelah itu. Kalau masalah kosa
kata ya nambah Mbak. Kalau masalah grammar saya males Mbak. Di kelas jiga nggak diajari grammar. Tapi secara umum
tadi kosa kata dan pronunciationnya
bertambah Mbak”. Wawancara tanggal 25 Juni 2012.
Kutipan wawancara di atas menunjukan keberhasilan bahwa pelaksanaan pembelajaran kelas bilingual memberikan hasil berupa
meningkatnya pengusaan Bahasa Inggris oleh mahasiswa kelas bilingual. Peningkatan penguasaan Bahasa Inggris oleh mahasiswa kelas bilingual
ini tentu tidak terlepas dari posisi mahasiswa sebagai anggota dari sebuah arena yakni kelas bilingual.
Melihat konsep arena Bordieu dalam Ritzer dan Douglas 2010:584 dapat diartikan bahwa arena kelas bilingual mempunyai
modal kultural yaitu berbagai pengetahuan yang dilegitimasi yang memberikan pengaruh yang dapat menambah penguasaan Bahasa Inggris
mahasiswa kelas bilingual. Sebab, di dalam arena ini mahasiswa secara terus menerus dan berkesinambungan mendapatkan pengetahuan dengan
Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya. Setiap berada pada arena ini mahasiswa disosialisasikan serangkaian skema pengetahuan
berbahasa Inggris yang terinternalisasikan dalam diri mahasiswa sehingga, dapat menambah penguasaan Bahasa Inggris mahasiswa.
Arena kelas bilingual yang menggunakan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran ini mengkondisikan mahasiswa
untuk setiap hari mendengar, mengucapkan, menulis kata maupun
108
kalimat dalam Bahasa Inggris, bahkan bisa saja kata dan kalimat tersebut didengar secara berulang-ulang sehingga mengkondisikan mahasiswa
untuk mempunyai struktur kognitif yang dikatakan Bourdieu sebagai habitus yakni mahasiswa yang mengusai Bahasa Inggris. Penguasaan
Bahasa Inggris oleh mahasiswa kelas bilingual ini juga akan mempengaruhi warna pada arena kelas bilingual yang ditempati. Pada
sub bab sebelumnya telah diperlihatkan profil dari mahassiwa kelas bilingual. Profil tersebut menunjukan bahwa 21 mahasiswa kelas
bilingual belum mendapatkan pembelajaran yang memfokuskan pada penguasaan bahasa asing, maupun pelaksanaan pembelajaran yang
menyerupai dengan pelaksanaan pembelajaran kelas bilingual.
Pengalihan habitus yang dimiliki oleh mahasiswa kelas bilingual dari arena pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan satu bahasa
beralih kepada arena pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan dua bahasa ternyata tidak menimbulkan apa yang dinamakan Bourdieu
dengan Hysteria. Hysteria diartikan Bourdieu dalam Ritzer dan Douglas 2010:584
sebagai hal yang diderita individu karena ketidakcocokan habitus yang yang dimiliki dengan arena yang ditempati.
Peningkatan penguasaan Bahasa Inggris yang dimiliki oleh mahasiswa akan mempengaruhi mahasiswa dalam mengaktualisasikan
dirinya di kelas bilingual. Sehingga, modal kognitif di arena kelas bilingual ini menjadi semakin kuat. Kesadaran akan penguasaan Bahasa
Inggris oleh mahasiswa kelas bilingual, juga menjadikan arena kelas
109
bilingual sebagai sesuatu yang bermakna bagi mahasiswa kelas bilingual. Sebab, pelaksanaan pembelajaran kelas bilingual sebagai suatu arena
telah berhasil meningkatkan kemampuan Bahasa Inggris mahasiswa sebagai peserta kelas bilingual di Jurusan Sosiologi dan Antropologi
Fakultas Ilmu Sosial Universsitas Negeri Semarang. Hal di atas juga sekaligus menunjukan bahwa habitus mahasiswa
berprestasi kelas bilingual Jurusan Sosiologi dan Antropologi, yang tidak hanya berkompetensi mengajar sosiologi dan antropologi tetapi juga
dapat menguasai bahasa asing yakni Bahasa Inggris. Dengan demikian pelaksanaan pembelajaran mahasiswa kelas bilingual dapat menjawab
kebutuhan tenaga pengajar sosiologi dan atau antropologi di sekolah- sekolah dapat tercipta dengan dibentuknya sebuah arena kelas bilingual
Jurusan Sosiologi dan Antropologi.
b. Prestasi Akademik Mahasiswa Kelas Bilingual