Pembahasan Dinamika hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan F

4.5 Pembahasan

Pengamatan pada 4 jenis unit penangkapan ikan pelagis kecil menunjukkan kegiatan penangkapan ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan menggunakan berbagai teknologi alat bantu penangkapan untuk meningkatkan produksi ikan. Alat bantu penangkapan ikan yang umum digunakan adalah lampu dan rumpon yang bertujuan untuk mengefisienkan operasi penangkapan sehingga meningkatkan produksi ikan yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan secara ekonomi. Kegiatan penangkapan ikan saat ini bukanlah semata mengumpulkan ikan sebagaimana awalnya manusia memulai menangkap ikan, tetapi seiring dengan perkembangan, kegiatan penangkapan ikan telah menjadi kegiatan ekonomi von Brandt 2005. Penggunaan alat bantu penangkapan juga dapat meningkatkan upaya penangkapan armada penangkapan ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan, karena upaya penangkapan ikan bukan hanya ditentukan oleh jumlah unit penangkapan tetapi juga berkaitan dengan penggunaan teknologi penangkapan ikan sehingga mengefisienkan operasi penangkapan Gulland 1983; Widodo 2001b. Efisiensi operasi penangkapan ikan dengan menambah ukuran alat tangkap di perairan pantai barat Sulawesi Selatan, adalah bagan rambo yang mengalami perubahan signifikan dalam menggunakan alat bantu penangkapan ikan. Bagan rambo adalah bagan perahu yang telah dimodifikasi sehingga mempunyai ukuran lebih besar dan menggunakan lampu listrik dengan kapasitas daya yang besar Baskoro et al. 2004. Bagan rambo hanya terdapat di Kabupaten Barru zona A dalam penelitian ini yang mulai beroperasi semenjak tahun 1987 yang awalnya berukuran 22 m x 21 m dan berkembang menjadi berukuran 33 m x 31 m. Permasalahan dalam pengoperasian bagan rambo adalah ukuran mata jaring yang kecil sehingga ikan-ikan yang bukan menjadi tujuan penangkapan juga tertangkap. Selain itu penggunaan lampu dengan daya yang besar berpengaruh terhadap berbagai jenis ikan yang bersifat fototaksis terkonsentrasi pada area penangkapan catchable area bagan rambo yang mengakibatkan tertangkap ikan yang bukan tujuan penangkapan Sudirman 2003. Unit penangkapan ikan pelagis kecil yang diamati dalam penelitian ini umumnya dioperasikan pada perairan pantai dengan jarak dari pangkalan sekitar 2-7 mil laut dengan waktu operasi penangkapan berlangsung dalam satu hari one day trip . Waktu operasi dari armada perikanan pelagis di perairan pantai barat Sulawesi Selatan yang one day trip menunjukkan bahwa trip penangkapan diantara jenis unit penangkapan ikan pelagis kecil sama. Terdapat perbedaan karena frekuensi dan jumlah kapal yang beroperasi tidak sama dalam suatu waktu tertentu, artinya jika pukat cincin dalam sebulan 20 trip, maka bagan perahu juga akan 20 trip dalam sebulan. Lama operasi dan jarak tempuh ke lokasi penangkapan menunjukkan kemampuan operasi penangkapan terbatas pada perairan pantai. Penelitian Pet-Soede 2000 di Kepulauan Spermonde, pantai barat Sulawesi Selatan bagian selatan dalam penelitian ini adalah zona A menunjukkan ukuran kapal yang digunakan pukat cincin, panjang 14-20 m dan jarak lokasi penangkapan yang dicapai adalah 10 mil, dimana jangkauan lokasi penangkapan lebih jauh dibandingkan penangkapan lainnya. Walaupun jangkauan operasi penangkapan pukat cincin lebih jauh, namun perlu diketahui bahwa perairan Spermonde merupakan gugusan pulau-pulau dengan kawasan terumbu karang yang mencapai luas 400 000 ha Umbgrove 1930 dalam Pet-Soede et al. 1999. Dengan demikian wilayah operasi pukat cincin di zona A tetap berada pada kawasan pantai, walaupun dalam jarak yang lebih jauh dibandingkan unit penangkapan lainnya. Lokasi penangkapan pukat cincin dan bagan rambo di perairan Barru zona A maupun pukat cincin dan bagan perahu yang dioperasikan di perairan Polewali Mandar zona B, berada pada areal yang relatif sempit di perairan pantai. Lokasi penangkapan ikan pelagis kecil yang berada di wilayah pantai mengindikasikan perairan pantai adalah lokasi sebaran ikan pelagis kecil, yang mendiami bagian neritik pelagik, namun beberapa jenis ikan lainnya bersifat oseanik misalnya, jenis layang. Lapisan renang ikan pelagis kecil yang mendiami bagian neritik pada kedalaman 10-70 m, sedangkan yang bersifat oseanik lapisan renang dapat mencapai kedalaman sampai 150 m Widodo et al. 1994; Fréon et al. 2005. Sebaran lokasi penangkapan dari 4 unit penangkapan ikan di setiap zona mengindikasikan tidak terdapat perbedaan berdasarkan jarak tempuh dari pangkalan. Jarak tempuh dari pangkalan yang berkisar 3-7 mil menunjukkan perairan pantai merupakan daerah penangkapan ikan pelagis kecil yang potensil. Selain itu tidak terdapat perbedaan sebaran daerah penangkapan ikan, karena kemampuan jelajah dari kapal yang digunakan hanya memungkinkan kapal beroperasi dalam satu trip one day trip. Kemampuan jelajah dari kapal yang digunakan menyebabkan daerah penangkapan ikan pelagis di perairan pantai barat Sulawesi Selatan terkonsentrasi pada perairan lepas pantai. Jumlah hari operasi pukat cincin di zona A tinggi pada bulan September- November, sedangkan bagan rambo tinggi pada bulan Mei-Juni. Perbedaan jumlah hari operasi dapat disebabkan oleh faktor teknis dan keadaan cuaca. Faktor teknis berkaitan dengan kesiapan kapal dan alat tangkap. Keadaan cuaca berkaitan dengan keberhasilan pengoperasian alat tangkap, karena pada saat munson barat terjadi kondisi laut yang dapat menyebabkan alat tangkap tidak dapat dioperasikan dengan baik, sehingga nelayan akan tidak melakukan operasi penangkapan akibatnya jumlah hari operasi berkurang. Namun jumlah hari operasi tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah produksi, yaitu meningkatnya jumlah hari operasi akan meningkatkan produksi. Misalnya pukat cincin di zona A, pada bulan Juni total produksi ikan 690 kg dengan jumlah hari operasi 11 hari dan di bulan Agustus dengan jumlah hari operasi 10 hari mampu menghasilkan total produksi 21 578 kg. Demikian juga pukat cincin yang beroperasi di zona B, pada bulan Juli dan Agustus jumlah hari operasi 22 hari, namun total produksi bulan Agustus sebesar 8 266 kg yang lebih rendah dari bulan Juli yang mencapai 15 305 kg. Pada bulan Desember, jumlah hari operasi pukat cincin di zona B selama 25 hari dengan total produksi 10 510 kg. Deskripsi jumlah hari operasi dan produksi pukat cincin tersebut mengindikasikan kegiatan penangkapan ikan memiliki ketidakpastian. Ketidakpastian dalam kegiatan penangkapan ikan berhubungan dengan distribusi ikan, karena distribusi ikan menentukan peluang dari sejumlah upaya penangkapan ikan untuk memperoleh produksi. Komposisi jenis ikan dari pukat cincin di zona A dominan jenis ikan kembung dan layang, sedangkan bagan rambo dominan menangkap ikan layang dan teri pada bulan Juni hingga Desember tahun 2007. Daerah penangkapan ikan pukat cincin dan bagan rambo di zona A relatif berdekatan namun jumlah produksi diantara kedua alat tangkap tersebut berbeda. Perbedaan jumlah produksi diantara kedua alat tangkap tersebut, karena prinsip penangkapan. Prinsip penangkapan pukat cincin adalah melingkari gerombolan ikan, sedangkann bagan rambo mengkonsentrasikan ikan pada area penangkapan menggunakan alat bantu lampu dengan intensitas tinggi. Dengan demikian pukat cincin akan memiliki peluang yang lebih besar dalam meningkatkan produksi dibandingkan bagan rambo. Selain itu pada daerah penangkapan bagan rambo dapat diduga telah terjadi penipisan ketersediaan ikan akibat kegiatan penangkapan ikan bagan rambo bersifat statis. Namun dibutuhkan kajian lebih lanjut untuk membuktikan dugaan penipisan ketersediaan ikan, mengingat data yang tersedia terbatas untuk dapat mengevaluasi ketersediaan ikan pada daerah penangkapan ikan. Produksi ikan pelagis merupakan indikasi distribusi ikan pelagis kecil, dimana setiap zona menunjukkan jenis ikan yang sama tertangkap pukat cincin, bagan rambo, dan bagan perahu. Kecuali pada zona C jenis ikan pelagis kecil yang tertangkap payang dominan ikan layang. Walaupun jenis ikan yang tertangkap relatif sama, terdapat perbedaan ikan yang dominan tertangkap di setiap zona. Dominannya jenis ikan tertentu pada setiap zona mengindikasikan dinamika hasil tangkapan pada setiap zona berbeda, perbedaan tersebut dapat diduga secara teoritis bahwa setiap spesies yang menyusun masing-masing komunitas dan ekosistim berbeda sesuai dengan daerah geografiknya Odum 1994, Nybakken 1982. Demikian juga dengan jenis ikan layang merupakan ikan pelagis kecil yang bersif oseanik dan berada pada kisaran kedalaman 40-275m http:www.fishbase.orgSummarySpeciesSummary.php?id=374 , namun tertangkap di setiap zona. Sebaran ikan layang yang terdapat di setiap zona yang berbeda karakteristik pantai perlu identifikasi guna menentukan apakah terdapat kesamaan jenis layang di setiap zona. Namun distribusi ikan pelagis kecil dipengaruhi oleh berbagai faktor, misalnya suhu, salinitas, ketersediaan makanan, sehingga keberadaan ikan layang di zona A dan B merupakan bagian dari fungsi ekologi pada ekosistim. Fungsi ekologi adalah tingkatan tropik yang juga berkaitan dengan kondisi lingkungan Nybakken 1982, sehingga dapat diduga bahwa dominansi jenis ikan tertentu pada setiap zona disebabkan fungsi ekologi dalam ekosistim di perairan pantai barat Sulawesi Selatan Weatherley 1972; Grahame 1987; Odum 1994; Nybakken 1982; Smith dan Link 2005 yang daam penelitian ini tidak dianalisis. Namun demikian dinamika hasil tangkapan di setiap zona berbeda yang mengindikasikan perbedaan kondisi perairan pantai berdampak terhadap produksi dari unit penangkapan ikan pelagis kecil.

4.6 Kesimpulan