21
Gambar 5 Perubahan kondisi oseanografi pada lapisan permukaan di perairan Indonesia akibat pengaruh munson Gordon 2005.
2.5 Ikan Pelagis Kecil Hubungannya dengan Kondisi Oseanografi
Keberadaan ikan pada suatu perairan daerah tropis berhubungan dengan variasi musiman dari lingkungan laut. Pengaruh variasi musiman panjang siang
hari dan suhu perairan daerah tropis tidak terlalu berpengaruh dibandingkan daerah temperate. Pada daerah tropis variasi musiman angin dan curah hujan
yang lebih berpengaruh terhadap ekosistim laut, dimana variasi musiman akan mempengaruhi ketersediaan jumlah dan jenis makanan yang berdampak langsung
terhadap keberadaan ikan di ekosistim laut tropis Lowe dan McConnel 1987. Ikan pelagis kecil biasanya ditemukan dalam jumlah yang cukup melimpah
di daerah tropik dan cenderung melakukan migrasi diurnal dimana terdapat jenis
22 ikan yang hanya dapat menyebar pada daerah yang sempit, kisaran suhu dan
salinitas relatif kecil, dan sangat dibatasi oleh termoklin. Namun demikian ada juga jenis ikan yang memiliki sebaran yang cukup luas dan memiliki kemampuan
migrasi yang tinggi, seperti beberapa jenis Scombridae Longhurst dan Pauly 1987. Nybakken 1992 menyebutkan bahwa respons hewan laut terhadap
lingkungan terjadi karena setiap spesies mempunyai kebutuhan minimum terhadap berbagai variabel lingkungan. Apabila konsentrasi unsur-unsur hara
yang dibutuhkan, misalnya nitrat, jumlahnya di bawah kebutuhan minimum spesies, maka spesies-spesies tersebut akan menghilang. Lebih penting lagi, jika
salah satu faktor lingkungan, misalnya suhu melewati batas toleransi kebutuhan spesies atau salah satu jumlah unsur menurun sampai di bawah kebutuhan
minimum spesies, maka spesies tersebut akan tersingkirkan. Hal ini dapat terjadi walaupun semua faktor lingkungan dan unsur yang lain memenuhi syarat, yang
dikenal sebagai hukum minimum Odum 1994. Berbagai proses dimana perubahan lingkungan mempengaruhi populasi ikan
dapat terjadi dengan berbagai mekanisme dalam suatu perairan, misalnya up- welling
. Dengan demikian diperlukan pertimbangan terhadap berbagai faktor yang berpengaruh dalam suatu mekanisme yang terjadi dalam suatu perairan.
Mengingat pengumpulan data yang cukup untuk menjelaskan semua variabel yang berpengaruh terhadap populasi ikan, sering sulit dilakukan pengamatan sehingga
perlu difokuskan pada sejumlah variabel utama. Variabel utama untuk mengidentifikasi hubungan kondisi lingkungan dengan perubahan populasi ikan
adalah yang berdampak langsung, misalnya ketersediaan makanan, suhu, salinitas, dan oksigen terlarut Bakun 1984. Pengaruh perubahan lingkungan harian
berdampak terhadap tingkah laku, distribusi, dan peluang tertangkapnya ikan, sedangkan perubahan lingkungan musiman berpengaruh terhadap mortalitas dan
pertumbuhan ikan-ikan muda yang berkaitan dengan ketersediaan makanan Lowe dan McConnel 1987; Mann 1993; Kawasaki 1991; Fréon et al. 2005. Perubahan
distribusi ikan hasil tangkapan komersil berkaitan dengan perubahan kondisi lingkungan, dimana ketersediaan ikan pada suatu perairan merupakan akibat dari
pemilihan habitat yang sesuai dengan aktivitas. Pemilihan habitat yang sesuai merupakan kemampuan beradaptasi terhadap berbagai perubahan lingkungan laut,
23 baik abiotik maupun biotik Rodriguez-Sanchez et al. 2001; Jury 2005; Claireaux
dan Christel 2007; Hannesson 2007. Musim penangkapan ikan di bagian selatan perairan pantai barat Sulawesi
Selatan kemungkinan berkaitan dengan upwelling. Hasil citra satelit Sea-WIFS pada bulan Juli dan Agustus menunjukkan adanya upwelling di perairan sekitar
Kabupaten Takalar. Hasil tangkapan pukat cincin di perairan Barru baik pada kuartal II April-Juni dan kuartal III Juli-September menunjukkan hasil
tangkapan yang lebih banyak dibandingkan daerah penangkapan lainnya. Faktor oseanografi yang diduga berpengaruh terhadap musim penangkapan ikan pada
bulan Mei di perairan kabupaten Barru adalah salinitas dan klorofil-a, sedangkan pada bulan Agustus adalah klorofil-a Basuki 2002.
Daerah potensi penangkapan ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan berdasarkan suhu permukaan laut dan kandungan klorofil-a
berturut-turut adalah: selama Musim Peralihan II musim timur ke barat berada pada koordinat 3°58’24”
−4°55’00”LS dan 119°00’46”− 119°27’20”BT,dengan kisaran suhu permukaan laut pada 24,3
-27,2 C dan klorofil-a pada kisaran 0,5-
1,0 mgm
3
. Selama Musim Barat pada koordinat 3°32’43” −5°51’39”LS dan
118°16’26” −119°55’04”BT dengan kisaran suhu permukaan laut 26,7−28,2°C
dan kisaran klorofil pada 1,0-3,0 mgm
3
. Selama Musim Peralihan I musim barat ke timur berada pada koordinat 3°41’41”
−4°42’46”LS dan 118°12’48”
−119°26’45”BT, dengan suhu permukaan laut pada kisaran 27,0 -
28,6 C dan klorofil-a pada kisaran 0,1-2,0 mgm
3
. Selama Musim Timur berada pada koordinat 3°39’36”
−5°20’13”LS dan 118°33’28”−119°27’55”BT. Dengan suhu permukaan laut berada pada kisaran 26,5
-28,6 C dan klorofil-a pada kisaran
0,2-3,0 mgm
3
. Dengan demikian daerah potensi penangkapan ikan pelagis kecil cenderung bergeser dari musim ke musim dan terbatas di perairan pesisir pantai
Halid et al. 2004. Musim penangkapan ikan layang di Selat Makassar, perairan pantai barat
Sulawesi Selatan cenderung pada periode bulan yang sama saat musim puncak, sedangkan musim biasa dan paceklik, bervariasi pada wilayah perairan yang
berbeda. Musim puncak penangkapan pada bulan Agustus sampai November. Musim biasa di perairan Kabupaten Mamuju pada bulan Maret-Agustus, di
24 perairan Kabupaten Majene pada bulan November sampai April, di perairan
Kabupaten Barru pada bulan Februari sampai Agustus, dan di perairan Kota Makassar pada bulan April sampai Juli. Musim paceklik penangkapan ikan
layang di perairan Kabupaten Mamuju pada bulan Desember sampai Februari, di perairan Kabupaten Majene pada bulan Mei sampai Juli, di perairan Kabupaten
Barru pada bulan November sampai Desember, dan di perairan Kota Makassar pada bulan Januari sampai Maret. Hasil tangkapan terbanyak di perairan pantai
barat Sulawesi Selatan pada saat suhu permukaan laut 29 C Najamuddin 2004.
Penelitian penangkapan ikan layang hubungannya dengan perubahan kondisi oseanografi pada luasan yang terbatas, yaitu perairan Kabupaten Pangkep yang
berada di perairan pantai barat Sulawesi Selatan menunjukkan selain suhu permukaan laut, salinitas dan kedalaman juga mempengaruhi distribusi layang
Anggraini 2008. Berbagai hasil penelitian tentang musim penangkapan ikan di perairan
pantai barat Sulawesi Selatan mengindikasikan adanya pergeseran daerah penangkapan pada setiap musim penangkapan, yang disebabkan adanya
perubahan suhu permukaan laut dan klorofil-a. Demikian pula di perairan lainnya juga menunjukkan adanya pergeseran lokasi penangkapan ikan dan jumlah hasil
tangkapan yang disebabkan perubahan suhu permukaan laut dan klorofil-a, antara lain Amri 2008 di perairan Selat Sunda; Amri et al. 2006 di perairan Teluk
Tomini; Almuas dan Jaya 2006 di perairan Laut Cina Selatan; Hendiarti et al. 2005 di perairan Laut Jawa; Sadhatomo dan Subhat 2000 di perairan Laut
Flores; Gaol et al. 2004 di perairan Selat Bali. Kajian hubungan sumberdaya ikan dengan kondisi oseanografi dilakukan untuk memprediksi kelimpahan dan
ketersediaan ikan, karena variabel-variabel lingkungan lebih mudah diukur dibandingkan sumberdaya ikan itu sendiri Laevastu dan Hayes 1982; Bakun
1996; Bakun et al. 1982.
2.6 Dinamika Armada Penangkapan Ikan