Pembahasan .1 Dinamika upaya penangkapan, produksi, dan produktivitas dari
5.5 Pembahasan 5.5.1 Dinamika upaya penangkapan, produksi, dan produktivitas dari
setiap unit penangkapan ikan pelagis kecil.
Kuantifikasi perubahan upaya penangkapan membutuhkan standardisasi untuk dapat menilai upaya penangkapan ke dalam satuan baku dari satu jenis alat
tangkap Purwanto 1990, karena prinsip penangkapan dari setiap unit penangkapan berbeda sehingga besaran upaya penangkapan juga berbeda.
Misalnya antara pukat cincin dan jaring insang tetap, dimana pukat cincin bergerak untuk melingkari gerombolan ikan, sedangkan jaring insang tetap
menghadang renang ikan atau bersifat pasif. Perbedaan prinsip penangkapan tersebut menunjukkan perbedaan kemampuan tangkap, sehingga upaya
penangkapan perlu standardisasi agar dengan tepat dapat menilai pengaruh penangkapan terhadap ketersediaan ikan. Dalam analisis ini kuantifikasi
perubahan upaya penangkapan dilakukan dengan standardisasi berdasarkan produktivitas penangkapan untuk mengatasi perbedaan prinsip penangkapan dari
berbagai jenis alat tangkap dalam produksi. Penggunaan ukuran produktivitas sebagai ukuran standardisasi, karena produktivitas penangkapan merupakan
produk secara proporsional dari upaya penangkapan dan kelimpahan ikan. Standardisasi dalam penelitian ini dilakukan dua kali dengan tujuan untuk
mengurangi berbagai variasi kemampuan alat tangkap akibat perkembangan teknologi penangkapan ikan yang dipengaruhi regulasi atau kebijakan
pembangunan perikanan. Terdapat perbedaan alat tangkap standar antara standardisasi yang pertama dan kedua, karena dalam melakukan standardisasi
yang menjadi ukuran adalah produktivitas dari setiap unit penangkapan. Hasil standardisasi pertama kemudian dilakukan standardisasi yang kedua. Dengan
demikian dapat saja terdapat perbedaan unit penangkapan standar pada standardisasi pertama dan yang kedua.
Upaya penangkapan dari 8 unit penangkapan yang telah distandardisasi dengan pendekatan periode kebijakan pembangunan perikanan pada masing-
masing zona menunjukkan cenderung meningkat, baik linier maupun eksponensial dalam kurun waktu tahun 1977-2006. Kecederungan linier mengindikasikan
upaya penangkapan meningkat atau menurun secara tetap seiring dengan perubahan waktu dalam hal ini satuan tahun. Kecenderungan eksponensial adalah
perubahan yang terjadi pada waktu tertentu melambat dan pada kurun waktu lainnya bergerak cepat, baik menurun maupun meningkat. Kecenderungan linier
maupun eksponensial pada upaya penangkapan dalam kurun waktu 30 tahun mengindikasikan adanya keragaman perubahan upaya penangkapan dari 8 unit
penangkapan di masing-masing zona. Sebagaimana hasil MDS berdasarkan upaya penangkapan yang menunjukkan posisi relatif dari masing-masing unit
penangkapan ikan berbeda di zona A, B, dan C. Perbedaan pola perubahan upaya penangkapan dari 8 unit penangkapan ikan
di setiap zona dipengaruhi oleh kemampuan tangkap dari setiap unit penangkapan ikan. Kemampuan tangkap akan mempengaruhi ketersediaan ikan di lokasi
penangkapan, ketersediaan ikan yang berkurang akan berdampak terhadap keuntungan yang diperoleh akibatnya nelayan akan mengurangi upaya
penangkapan atau beralih ke jenis alat tangkap lainnya yang lebih menguntungkan. Sebagaimana perubahan upaya penangkapan payang dan pukat
cincin di zona A yang memiliki prinsip penangkapan yang sama, namun trend upaya penangkapan kedua unit penangkapan tersebut signifikan linier menurun
untuk payang dan meningkat untuk pukat cincin. Pergeseran upaya penangkapan ikan tersebut yang mulai pada periode pertama 1977-1982, dimana jumlah upaya
penangkapan payang menurun dan pukat cincin meningkat Lampiran 4. Tidak terdapat catatan secara khusus tentang pergeseran upaya penangkapan
dari payang ke pukat cincin yang memiliki prinsip penangkapan yang sama. Payang merupakan salah satu alat tangkap yang dominan pada perikanan skala
kecil dalam kurun waktu tahun 1975-1979 dengan produksi ikan pelagis yang terbesar di perairan pantai barat selatan Sulawesi Bailey et al. 1987, zona A
dalam penelitian ini. Pergeseran upaya penangkapan kedua unit penangkapan tersebut yang memiliki prinsip penangkapan yang sama diduga dampak dari
masuknya teknologi pukat cincin dari utara Jawa ke perairan pantai barat, selatan Sulawesi dan dianggap lebih produktif dibandingkan payang. Pukat cincin mulai
di perkenalkan tahun 19731974 oleh BPPL Balai Penelitian Perikanan Laut di pantai utara Jawa dan perkembangannya lebih pesat dibandingkan payang yang
tradisional Subani dan Barus 1988. Upaya penangkapan payang di zona B dan C cenderung meningkat dan jumlah upaya penangkapan lebih besar dibandingkan
unit penangkapan lainnya. Perbedaan trend upaya penangkapan payang dan pukat cincin antara zona A
dengan zona B dan C perlu analisis lebih lanjut berkaitan dengan nilai ekonomi pengoperasian kedua alat tangkap tersebut. Hal tersebut penting mengingat
payang dan pukat cincin memiliki prinsip penangkapan yang sama, yaitu melingkari gerombolan ikan. Perbedaan kecenderungan jumlah upaya
penangkapan payang dan pukat cincin di antara zona pada perairan pantai barat Sulawesi Selatan cenderung pada faktor ekonomi untuk memperoleh keuntungan
dalam pengoperasian unit penangkapan tersebut. Perubahan upaya penangkapan tahunan di zona A, berdasarkan persamaan
garis trend dan uji beda Kruskal-Wallis menunjukkan pukat cincin dan bagan perahu lebih besar dibandingkan unit penangkapan lainnya. Peningkatan upaya
penangkapan dari suatu jenis upaya penangkapan berkaitan dengan keuntungan secara ekonomi Jennings et al. 2005. Keuntungan ekonomi dari suatu unit
penangkapan, karena unit penangkapan tersebut lebih produktif dibandingkan unit penangkapan lainnya. Pukat cincin dan bagan perahu lebih produktif
dibandingkan unit penangkapan lainnya, sebagaimana hasil uji beda Kruskal- Wallis pada produktivitas 8 unit penangkapan. Selain bagan perahu di zona A,
terdapat juga bagan rambo yang hanya terdapat di perairan Barru, dimana prinsip penangkapan sama dengan bagan perahu, namun jumlah upaya penangkapan
cenderung meningkat, karena kemampuan penangkapan yang lebih besar. Bagan rambo dalam pengoperasiannya menggunakan alat bantu lampu dengan intensitas
cahaya tinggi sehingga mampu mengkonsentrasikan ikan pelagis kecil dalam jumlah yang besar.
Trend upaya penangkapan dan produksi ikan dalam kurun waktu tahun 1977-2006 mengindikasikan dalam kegiatan penangkapan ikan pelagis kecil di
perairan pantai barat Sulawesi Selatan, terdapat unit penangkapan yang dominan. Dominannya suatu unit penangkapan dapat disebabkan oleh kemampuan jelajah
untuk mendapatkan lokasi penangkapan, karena menggunakan mesin dengan kekuatan yang besar Pet-Soede 2000; Rjindsdorp et al. 2000. Unit penangkapan
yang teridentifikasi dominan di zona A adalah pukat cincin dan bagan perahu, sedangkan di zona B dan C adalah payang dan bagan perahu. Unit penangkapan
ikan yang dominan tersebut dengan kemampuan jelajah yang lebih luas dalam mencari lokasi penangkapan ikan menyebabkan peluang untuk meningkatkan
produksi juga lebih besar dibandingkan unit penangkapan lainnya. Sebagaimana uraian tentang lokasi penangkapan ikan dari unit penangkapan yang dominan di
bab sebelumnya, mampu menjangkau lokasi penangkapan dengan jarak 3-5 mil dari pantai. Bandingkan dengan jaring insang hanyut dan jaring insang tetap yang
dalam pengoperasiannya menggunakan perahu motor tempel berkekuatan 7-20 PK, lokasi penangkapan berada sekitar 1-2 mil dari pantai Sudradjat et al. 1995;
Pet-Sode 2000. Kemampuan kapal yang digunakan dalam pengoperasian alat tangkap akan menentukan pemilihan lokasi penangkapan. Unit penangkapan yang
memiliki ukuran kapal dan kekuatan mesin yang lebih besar akan lebih luas jangkauannya untuk mencari lokasi penangkapan yang memiliki konsentrasi ikan
tinggi dibandingkan jaring insang hanyut yang lokasi penangkapan terkonsentrasi dekat pulau-pulau ataupun pantai dekat daratan Sulawesi Selatan.
Upaya penangkapan yang dominan dari unit penangkapan ikan tertentu berdampak terhadap kegiatan penangkapan ikan, karena alat tangkap dominan
akan menyisakan ketersediaan ikan yang terbatas bagi unit penangkapan yang tidak mampu menjangkau lokasi penangkapan yang lebih luas Sparre dan
Venema 1999. Unit penangkapan ikan yang dominan seharusnya dapat diawasi lebih ketat, karena ketersediaan ikan pelagis kecil bukan tidak terbatas.
Ketersediaan ikan yang terbatas dan perikanan pelagis kecil yang multigear dan multispecies
di perairan pantai barat Sulawesi Selatan, merupakan potensi konflik diantara unit penangkapan ikan pelagis kecil. Selain itu pola operasi penangkapan
dari unit penangkapan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan adalah one day trip, sehingga jangkauan unit penangkapan relatif berada di
perairan pantai atau dekat pantai sebagaimana hasil pemetaan daerah penangkapan ikan pada bab sebelumnya. Demikian juga pola operasi penangkapan dari unit
penangkapan dominan yang mampu menjangkau areal penangkapan yang lebih luas di kawasan pantai akan menyebabkan terjadinya penguasaan lokasi
penangkapan. Penguasaan lokasi penangkapan dapat menyebabkan terjadinya
pergeseran upaya penangkapan, dimana pergeseran upaya penangkapan dapat menyebabkan karakteristik perikanan pelagis kecil di perairan pantai barat
Sulawesi Selatan dari perikanan multigear menjadi perikanan multigear terbatas Sparre dan Venema 1999.
Perubahan produktivitas penangkapan tahunan menunjukkan dalam kurun waktu tahun 1977-2006 cenderung menurun, baik secara linier maupun
eksponensial. Kecenderungan menurun merupakan indikasi yang berkaitan dengan upaya penangkapan yang meningkat dan pada sisi lain ketersediaan ikan
terbatas. Produktivitas penangkapan adalah seberapa besar produksi ikan yang diperoleh secara proporsional dari upaya penangkapan dan ketersediaan ikan,
sehingga bila ketersediaan ikan berkurang akibat upaya penangkapan meningkat maka produktivitas akan menurun Gulland 1983. Kecenderungan menurunnya
produktivitas pada setiap unit penangkapan dapat dipengaruhi banyak faktor, namun faktor utama adalah keuntungan ekonomi, yaitu mendapatkan keuntungan
yang sebesar-besarnya sehingga upaya penangkapan meningkat. Sebagaimana perspektif ekologi tentang pemangsaan, dimana predator akan memburu
mangsanya, demikian juga dalam pengoperasian unit penangkapan yang akan bergerak bebas untuk mendapatkan tujuan penangkapan guna meningkatkan
produksi ikan Walters dan Martell 2004; Jennings et al. 2005; Branch et al.
2006. Trend hubungan produktivitas dengan upaya penangkapan pada setiap unit
penangkapan di masing-masing zona yang menunjukkan signifikan menurun, baik secara linier maupun eksponensial. Namun jaring lingkar, baik di zona A dan B
menunjukkan trend meningkat dengan meningkatnya upaya penangkapan, hal ini mengindikasikan bahwa di lokasi penangkapan jaring lingkar ketersediaan ikan
pelagis kecil relatif lebih besar dibandingkan lokasi penangkapan dari unit penangkapan ikan lainnya. Dengan demikian penambahan upaya penangkapan
masih memungkinkan di lokasi penangkapan jaring lingkar. Namun hal tersebut perlu kajian lebih lanjut terhadap kegiatan penangkapan jaring lingkar, karena
produktivitas unit penangkapan ikan lainnya cenderung menurun dengan meningkatnya upaya penangkapan. Tingkah laku unit penangkapan adalah
memburu atau mencari lokasi penangkapan yang potensil, sehingga apakah lokasi
penangkapan jaring lingkar, baik di zona A dan B spesifik dan belum tereksploitasi oleh berbagai unit penangkapan lainnya. Tingginya produksi dari
upaya penangkapan yang rendah, maka produktivitas akan tinggi, namun prilaku nelayan yang mengejar keuntungan akan beralih ke jaring lingkar, sehingga upaya
penangkapan akan meningkat. Sulit untuk menjawab mengapa trend produktivitas meningkat, perlu kajian lebih lanjut terhadap jaring lingkar dan untuk sementara
dapat dianggap sebagai pencilan dari kegiatan penangkapan ikan pelagis kecil di zona A dan B.
Memperhatikan persamaan garis trend yang signifikan, produktivitas menurun dengan meningkatnya upaya penangkapan pada bagan tancap lebih besar
dibandingkan unit penangkapan di zona A, sedangkan di zona B adalah pukat cincin dan di zona C adalah payang. Hubungan produktivitas yang menurun
dengan meningkatnya upaya penangkapan pada bagan tancap, dapat dipastikan karena bagan tancap dalam pengoperasian bersifat menetap atau pasif. Sifat
menetap atau pasif dalam pengoperasian yang menyebabkan ketersediaan ikan di lokasi penangkapan bagan tancap akan berkurang, sehingga produktivitas
penangkapan juga akan berkurang. Demikian juga dengan pukat cincin, payang, dan bagan perahu yang menunjukkan produktivitas menurun akibat meningkatnya
upaya penangkapan. Kemampuan menjangkau areal pennagkapan yang lebih luas akan mempengaruhi ketersediaan ikan dalam suatu kawasan. Berbeda dengan alat
tangkap pasif, seperti bagan tancap yang hanya mempengaruhi ketersediaan ikan di perairan yang menjadi lokasi penangkapan. Meningkatnya upaya penangkapan
pada beragam unit penangkapan untuk kurun waktu tahun 1977-2006 tentu berdampak terhadap ketersediaan ikan di setiap zona perairan pantai barat
Sulawesi Selatan. Jumlah upaya penangkapan yang meningkat akan mulai mempengaruhi stok, menurunkan kelimpahan dan rata-rata hasil tangkapan dari
suatu unit upaya penangkapan Widodo et al. 2001. Sejauhmana keadaan stok ikan pelagis kecil di setiap zona perairan pantai barat Sulawesi Selatan telah
terpengaruh akibat meningkatnya upaya penangkapan, membutuhkan penjelasan lebih jauh tentang keadaan perikanan pelagis kecil pada setiap unit penangkapan
ikan berdasarkan keadaan biologi perikanan, dimana dalam penelitian ini tidak dilakukan. Keadaan biologi perikanan dapat menjelaskan tentang kemampuan
produksi ikan pelagis kecil untuk mendukung suatu perikanan Gulland 1983; Sparre dan Venema 1999; Widodo 2001b, dimana dalam penelitian tidak
dilakukan analisis biologi perikanan.