Gambar 10 Struktur umum fenol hidrokuinon Kkgm 2007
4.4 Aktivitas Antioksidan Metode DPPH
Pengujian aktivitas antioksidan dalam lintah laut dilakukan menggunakan metode DPPH 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl yang memiliki rumus molekul
C
18
H
12
N
5
O
6
dan Mr=394,33 Molyneux 2004; Vattem dan Shetty 2006 adalah suatu radikal bebas stabil yang dapat bereaksi dengan radikal lain membentuk
senyawa yang lebih stabil. DPPH juga dapat bereaksi dengan atom hidrogen membentuk DPPH tereduksi diphenylpicrylhydrazine yang stabil. Suatu
senyawa dapat dikatakan memiliki aktivitas antioksidan apabila senyawa tersebut mampu mendonorkan atom hidrogennya ditandai dengan perubahan warna ungu
menjadi kuning pucat Molyneux 2004. Radikal bebas DPPH merupakan radikal sintetik yang stabil pada suhu
kamar dan larut dalam pelarut polar seperti metanol dan etanol Molyneux 2004; Suratmo 2009. Stabil karena radikal bebas ini memiliki satu elektron yang
didelokalisir dari molekul utuhnya, sehingga molekul tersebut tidak reaktif sebagaimana radikal bebas lain.
Delokalisasi ini akan memberikan warna ungu gelap dengan absorbansi maksimum pada 517 nm dalam larutan etanol ataupun metanol Molyneux 2004;
Amrun dan Umiyah 2005
;
Vattem dan Shetty 2006. Absorbansi maksimum DPPH pada panjang gelombang 517 nm dengan spektra sinar tampak 360-720 nm
Amrun dan Umiyah 2005 Ketika sebuah antioksidan mampu mendonorkan hidrogen yang beraksi
dengan radikal DPPH, reaksi ini akan memberikan peningkatan kompleks non radikal dan menurunkan radikal DPPH yang ditandai dengan terbentuknya warna
kuning. Penurunan absorbsi dapat diukur secara spektrofotometrik dan dibandingkan dengan kontrol etanol atau metanol untuk mengkalkulasikan
aktivitas scavenging radikal bebas DPPH Vattem dan Shetty 2006. Ketika DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen, maka akan terbentuk molekul
yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua
elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang
gelombang 517 nm akan hilang. Perubahan ini dapat diukur secara stokiometri sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap oleh molekul
DPPH akibat adanya zat antioksidan Suratmo 2009. Struktur kimia DPPH dalam bentuk radikal bebas 1 dan bentuk kompleks non radikal 2 disajikan
pada Gambar 11.
Gambar 11 Struktur kimia radikal bebas 1 dan bentuk non radikal 2 DPPH
Sumber: Molyneux 2004
Konsentrasi ekstrak kasar yang digunakan pada metode DPPH ini adalah 100, 200, 500, 1000, 2000 dan 4000 ppm. Konsentrasi tersebut diperoleh dari
hasil pengenceran stok contoh ekstrak dengan konsentrasi 5000 ppm. BHT adalah antioksidan sintetik yang digunakan sebagai pembanding
pada penelitian ini. Antioksidan sintetik ini biasa dicampurkan ke dalam bahan pangan karena efektif menghambat aktivitas radikal bebas dan bersifat sinergis
dengan antioksidan lainnya. Namun penggunaan antioksidan sintetik dapat menyebabkan keracunan pada dosis tertentu. Kadar maksimum BHT dalam bahan
pangan adalah 200 ppm Ketaren 1986. BHT dalam penelitian ini dibuat dengan konsentrasi 5, 10, 25, 50 dan 100 ppm. Konsentrasi tersebut diperoleh dari hasil
pengenceran stok BHT konsentrasi 500 ppm. Ada tiga tahap reaksi antara DPPH dengan zat antioksidan, yang dapat
dicontohkan dengan reaksi antara DPPH dengan senyawa monofenolat antioksidan. Tahap pertama meliputi delokalisasi satu elektron pada gugus yang
tersubstitusi para dari senyawa tersebut, kemudian memberikan atom hidrogen
untuk mereduksi DPPH. Tahap berikutnya meliputi dimerisasi antara dua radikal fenoksil, yang akan mentransfer radikal hidrogen dan akan bereaksi kembali
dengan radikal DPPH. Terakhir adalah pembentukan kompleks antara radikal aril dengan radikal DPPH. Pembentukan dimer maupun kompleks antara zat
antioksidan dengan DPPH tergantung pada kestabilan dan potensial reaksi dari struktur molekulnya Suratmo 2009.
Salah satu parameter yang biasa digunakan untuk menginterpretasikan hasil dari pengujian DPPH adalah efficient concentration 50 value EC
50
value atau biasa dikenal dengan inhibition concentration 50 value IC
50
value. Nilai ini dapat didefinisikan sebagai konsentrasi substrat yang dapat menyebabkan
berkurangnya 50 aktivitas DPPH. Semakin kecil nilai IC
50
berarti aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan
sangat kuat apabila nilai IC
50
kurang dari 0,05 mgml, kuat apabila nilai IC
50
antara 0,05-0,10 mgml, sedang apabila nilai IC
50
berkisar antara 0,10- 0,15 mgml, dan lemah apabila nilai IC
50
berkisar antara 0,15-0,20 mgml Blois 1958 dalam Molyneux 2004.
BHT banyak ditambahkan pada produk pangan sebagai antioksidan yang berfungsi untuk mencegah ketengikan. Bahan pangan yang biasa diberi tambahan
BHT adalah lemak, minyak, atau bahan makanan yang mengandung asam lemak tak jenuh. Salah satu contohnya minyak kelapa sawit. Menurut Herawati dan
Akhlus 2006, penambahan 200 ppm BHT mampu menahan kadar peroxide pada minyak kelapa sawit dibawah 2 meqkg selama 210 menit, sedangkan tanpa
menggunakan BHT diperoleh 2 meqkg hanya dalam waktu 30 menit. Hasil penelitian Hanani et al. 2005 menunjukkan bahwa BHT memiliki IC
50
pada konsentrasi 3,81 ppm, sehingga antioksidan sintetik BHT dapat dikategorikan
sebagai antioksidan yang memiliki aktivitas yang kuat. Mekanisme reaksi BHT dengan radikal bebas dengan cara mendeaktivasi senyawa radikal tersebut dapat
dilihat pada Gambar 12. Penambahan BHT dalam bahan makanan diduga dapat menyebabkan
kanker dan mutasi gen pada manusia. Oleh karena itu, penggunaannya mulai dilarang di Jepang dan negara-negara Eropa antara lain Rumania, Swedia dan
Australia Rita et al. 2009.
Gambar 12 Mekanisme reaksi BHT dengan radikal bebas Sumber: Herawati dan Akhlus 2006
Aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menunjukkan bahwa ekstrak kasar lintah laut Discodoris sp kering mempunyai nilai tertinggi pada pelarut
polar metanol yaitu dengan nilai IC
50
781,23 ppm untuk contoh utuh dan 1657,07 ppm untuk contoh tanpa jeroan. Hasil lengkapnya disajikan pada Tabel 8.
Angka IC
50
lintah laut jika dibandingkan dengan standar BHT menunjukkan bahwa lintah laut memiliki aktivitas antioksidan yang lemah.
Tabel 8 Nilai absorbansi, inhibisi BHT dan ekstrak metanol Sampel
Konsentrasi ppm
Absorbansi inhibisi
Persamaan garis IC
50
ppm
Blanko 0 1,836
BHT 25
50
100
0,523 0,233
0,181 71,514
87,309 90,141
y = 24,8 lnx- 15,45
14,00
Metanol utuh
100 200
500 1000
2000 4000
1,466 1,403
1,179 1,014
0,632 0,170
20,153 23,584
35,784 44,771
65,577 90,741
y = 18,56 lnx- 73,60
781,23
Metanol tanpa
jeroan 100
200 500
1000 2000
4000 1,762
1,701 1,527
1,344 0,934
0,309 4,239
7,554 17,011
26,957 49,239
83,315 y = 20,10 lnx-
98,99 1657,07
Tabel 8 menunjukkan bahwa pelarut polar metanol mempunyai nilai aktivitas antioksidan yang tertinggi. Selain jenis pelarut dalam mengekstrak
komponen bioaktif dari lintah laut, baik rendemen maupun aktivitas antioksidan juga dipengaruhi oleh bagian yang diekstrak.
Contoh yang diekstrak secara utuh mantel dan jeroan memiliki rendemen dan aktivitas antioksidan yang lebih tinggi. Tingginya aktivitas antioksidan pada
contoh utuh diduga disebabkan pada jaringan yang mempunyai aktivitas metabolisme yang lebih tinggi, aktivitas enzim antioksidan juga tinggi seperti
pada hati dan insang lebih tinggi dibanding jaringan otot ikan Ansaldo et al. 2000, kelenjar pencernaan dibanding dinding tubuh pada polychaeta, atau insang
dibanding mantel pada cephalopoda Zielenki dan Portner 2000 yang disitir dari Heise et al. 2003.
4.5 Aktivitas Antioksidan Metode NBT