Histopatologi Karakterisasi lintah laut (Discodoris sp) sebagai antioksidan dan antikolesterol

kolesterol sehingga kadar LDL-kolesterol menurun di dalam darah. Walaupun demikian, obat ini juga menurunkan HDL-kolesterol sehingga obat ini hanya dijadikan sebagai obat pilihan kedua. Efek samping yang paling sering timbul adalah gangguan pencernaan, diare, flatus, mual, vomitus, kolik dan kebengkakan angioneurotik. Wanita hamil dan penderita infark jantung dianjurkan tidak menggunakan obat ini Dalimartha 2002. Preparat lain adalah sitosterol yang dapat menurunkan kolesterol darah yaitu beberapa senyawa sterol yang secara kimia mirip kolesterol dan berasal dari sayuran dan buah-buahan. Sitosterol diabsorbsi buruk di dalam usus sehingga akan memperkecil absorbsi kolesterol dan esterifikasinya dalam sel epitel saluran cerna Muschler 1991.

2.6 Histopatologi

Analisis histopatologi digunakan untuk melihat kerusakan jaringan. Teknik ini dapat digunakan untuk melihat kondisi suatu jaringan yang telah rusak akibat penyakit–penyakit seperti perlemakan hati, kanker, hepatitis, ateroma dan sebagainya. Untuk memperoleh observasi yang bagus perlu dipelajari persamaan dan perbedaan kondisi jaringan yang normal dan yang diperkirakan mengalami kelainan, pemisahan yang khas dan yang tidak. Susunan, warna, ukuran dan bentuk dari bagian jaringan dan hubungannya dengan yang lain akan sangat membantu untuk mengkarakterisasikan struktur jaringan yang menjadi subyek pengamatan Thomas 1984. Teknik analisis histopatologi meliputi beberapa tahap yaitu fiksasi, dehidrasi, bloking, pemotongan, pewarnaan, dan analisis dengan mikroskop. Fiksasi adalah tahap awal setelah pengambilan jaringan yang akan dianalisis. Jaringan yang akan diteliti secara histopatologi harus difiksasi untuk mencegah kerusakan atau membusuknya jaringan akibat pengaruh bakteri dan autolisis, mengkoagulasi sel, menjaga jaringan agar tidak hancur dan mengalami penyusutan selama proses dehidrasi, blocking dan pemotongan. Bahan yang umum digunakan untuk fiksasi adalah bufer formalin 10, dan bahan lain diantaranya adalah zenker, bouin, formalin dan lain-lain. Fiksasi dalam bufer formalin 10 ini dilakukan selama 24 jam sejak pengambilan jaringan. Proses dehidrasi dilakukan untuk menghilangkan molekul- molekul air yang terdapat dalam jaringan menggunakan alkohol 70 sampai alkohol absolut dan juga digunakan pelarut organik berupa silena. Proses ini dilakukan selama 24 jam, dalam kondisi divakum untuk mengeluarkan air dari sel. Selanjutnya dilakukan proses infiltrasi dan blocking dengan parafin dan proses pemotongan menjadi lembaran-lembaran halus menggunakan pisau mikrotom yang memiliki ukuran 3-5 mikron. Lembaran hasil pemotongan diletakkan pada obyek gelas kemudian diinkubasi dan diberi pewarnaan. Zat warna yang umum digunakan untuk melihat kondisi kerusakan pada jaringan adalah hematosiklin-eosin. Penggunaan zat warna didasarkan pada sifat dari kombinasinya. Hematosiklin bersifat basa, sedangkan eosin bersifat asam. Inti sel cenderung bersifat asam karena banyak mengandung asam-asam nukleat, akan menarik basa sehingga akan berwarna biru, sebaliknya bagian sitoplasma akan menarik eosin yang bersifat asam sehingga akan berwarna merah. Perbedaan warna antara keduanya secara nyata akan dapat membedakan kondisi jaringan yang rusakpatologis dengan yang sehat Usman 2000. 3 METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu