Dari hasil penelitian sifat mekanis bambu lapis yang berkaitan dengan keteguhan patah bambu lapis, posisi contoh uji kayu lapis turut menentukan
besar kecilnya nilai keteguhan patah bambu lapis. Pada pengujian keteguhan patah sejajar serat, maka panjang bentang contoh uji sejajar dengan permukaan kayu
lapis baik bagian muka face maupun bagian belakang back. Pada kondisi ini, maka ketiga ketiga lapisan bambu lapis mengalami tegangan yang berbeda. Pada
lapisan atas akan terjadi tegangan tekan, pada lapisan bawah atau lapisan belakang bambu lapis akan terjadi tegangan tarik, sedangkan pada lapisan tengah
netral.Kondisi kritis akan terjadi pada bagaian yang mengalami tegangan tarik yaitu pada bagian bawah contoh uji. Pada kondisi pengujian seperti ini, pada
bagian bawah ,akan terjadi gaya yang menarik bambu pada arah sejajar seratnya. Karena bambu dikenal mempunyai kekuatan tarik sejajar serat yang tinggi, maka
bambu lapis tersebut akan memeiliki keteguhan patah yang cukup tinggi. Hal yang sebaliknya terjadi manakala arah pengujian diputar 90
o
, yang dalam kondisi ini, bagian yang yang mengalami tegangan tarik adalah bambu
yang tegak lurus arah seratnya yang diketahui mempunyai keteguhan yang rendah. Oleh karena mudah dipahami mengapa keteguhan bambu lapis ke arah tegak
lurus serta bernilai lebih kecil dibandingkan keteguhan bambu lapis pada arah sejajar seratnya.
Berdasarkan uraian di atas, dari hasil penelitian ini dapat ditunjukkan bahwa nilai keteguhan patah bambu lapis ke arah sejajar permukaan lebih tinggi
dibandingkan dengan ke arah tegak lurus seratnya. Selain itu dapat dapat pula diketahui bahwa jenis bambu dan perekat sangat mentukan tinggi rendahnya nilai
tersebut. Dalam konteks penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kombinasi dari jenis bambu tali dan perekat PVAc akan menghasilkan bambu lapis dengan
keteguhan patah terendah, sedangkan kombinasi antara bambu betung dan perekat MDI akan menghasilkan bambu lapis yang mempunyai keteguhan patah terbaik.
2.3. Kekakuan MOE bambu lapis
Nilai kekakuan MOE sejajar serat permukaan bambu lapis yang diteliti berkisar antara 17.453 kgfcm
2
dan 62.578kgf cm
2
. Nilai terendah terdapat pada bambu lapis yang berbahan baku bambu tali yang direkat dengan perekat UF,
sedangkan nilai tertinggi terdapat pada bambu lapis yang dibuat dari bambu betung dan perekat MDI. Nilai keteguhan rekat tegak lurus serat permukaan
bambu lapis menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan nilai sejajar seratnya, dengan kisaran nilai antara 425 kgfcm
2
dan 1.132 kgfcm
2.
Perbandingan antara nilai kekakuan tegak lurus serat bambu lapis dan sejajar serat berkisar antara 69,61 dan 76,97 . NIlai keteguhan rekat bambu lapis
selengkapnya tercantum pada Tabel 4.17. Tabel 4.17. Kekakuan MOE bambu lapis
Jenis bambu dan
jenis perekat Nilai rata-rata kekakuan MOE
bambu lapis kgfcm
2
Rasio ab
Sejajar serat permukaan a Tegak lurus
serat permukaan b
T MDI 48348 3654
33654 3022 69,61
A MDI 53245 5436
37342 4023 70,13
B MDI 62578 5534
46872 4236 74,82
T PF 42386 3934
29542 3062 69,70
A PF 46342 4432
32543 3120 70,23
B PF 56635 4932
40348 4287 71,24
T MF 32765 3067
23327 2054 71,19
A MF 35245 3488
24673 2541 70,00
B MF 56763 4944
43098 4764 75,92
T UF 27786 2543
19342 1834 69,61
A UF 31872 2984
22547 2432 70,74
B UF 42983 4032
30563 2953 71,10
T PVAc 17453 1534
12547 1156 71,89
A PVAc 19329 1834
14064 1398 72,76 B PVAc
27853 2523 21439 1845
76,97
Keterangan : T = tali, A = andong, B = betung, MDI = methylene diphenyl isocianate, PF = phenol formaldehyde, MF = melamine formaldehyde, UF = urea
formaldehyde, PVAc = poly vinyl acetate. Angka dalam kurung adalah nilai simpangan baku. Angka dalam kurung adalah nilai simpangan baku.
Berdasarkan analisis sidik ragam yang disajikan pada Tabel 4.18 dan Tabel 4.19, jenis bambu sangat berpengaruh terhadap keteguhan patah bambu lapis, dan
perekat juga berpengaruh terhadap keteguhan patah bambu lapis meskipun tidak sebesar pengaruh jenis bambu; begitu pula interaksi antara jenis bambu dan
perekat berpengaruh terhadap keteguhan patah bambu lapis . Tabel 4.18 Analisis sidik ragam keteguhan patah sejajar serat permukaan bambu
lapis.
Sumber Keragaman DB
JK KT
F-hit Sig.
Bambu 2 2,998E9
1,499 E9 9,14
,0001
Perekat 4
2,790E9 6,976 E8
4,36 0,0039
BambuPerekat 8
5,143E9 6,429 E8
3,92 ,0049
Kesalahan percobaan 30 4,920E9
1,640E8
Total terkoreksi 44
2,778E11 Tabel 4.19 Analisis sidik ragam keteguhan patah sejajar serat permukaan bambu
lapis.
Sumber Keragaman DB
JK KT
F-hit Sig.
Bambu 2
1,573E9 1,254E9
8,12 ,0001
Perekat 4
2,569E9 6,423E8
4,16 0,0039
BambuPerekat 8
4,446E9 5,558E8
3,60 ,0049
Kesalahan percobaan 30 4,632E9
1,544 E8
Total terkoreksi 44
2,443E11 Berdasarkan analisis sidik ragam yang disajikan pada Tabel 4.18 dan Tabel
4.19, jenis bambu sangat berpengaruh terhadap keteguhan patah bambu lapis, dan perekat juga berpengaruh terhadap keteguhan patah bambu lapis meskipun tidak
sebesar pengaruh jenis bambu; begitu pula interaksi antara jenis bambu dan perekat berpengaruh terhadap keteguhan patah bambu lapis .
Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa bambu tali berbeda dengan bambu andong dan betung, begitu juga antara bambu andong dan bambu betung
menunjukkan perbedaan. Perekat PF dan MF tidak berbeda satu dengan lainnya, tapi kedua perekat ini berbeda, baik dengan MDI maupun UF dan PVAC. Dalam
kaitannya dengan keteguhan patah bambu lapis, urutan perekat terbaik berturut- turut adalah MDI, PF,MF, UF, dan PVAc.
Jenis bambu yang memberikan nilai terbesar pada keteguhan rekat adalah bambu betung, diikuti oleh bambu andong, dan yang terkecil adalah bambu tali.
Bambu betung sebagai bahan baku mempunyai berat jenis ataupun kerapatan terbesar dibandingkan dengan bambu andong dan bambu tali. Dengan berat jenis
yang besar maka sangat logis jika bambu betung mempunyai kekuatan mekanis yang lebih baik daripada kedua jenis bambu lainnyu seperti dinyatakan oleh
Bowyer et al. 2003 bahwa kerapatan yang tinggi akan menghasilan kekuatan yang tinggi pula.
Dalam konteks penelitian ini, kombinasi dari jenis bambu tali dan perekat PVAc akan menghasilkan bambu lapis dengan kekakuan terendah, sedangkan
kombinasi antara bambu betung dan perekat MDI akan menghasilkan bambu lapis yang mempunyai kekakuan terbaik
Kesimpulan
Pengembangan dimensi pada bambu lapis dari yang terbesar sampai yang terkecil berturut turut adalah bagian tebal, lebar, dan panjang, sedangkan urutan
pengembangan dimensi pada kayu maupun kayu lapis dari yang terbesar sampai yang terkecil berturut-turut tangensial lebar, radial tebal, dan longitudinal
panjang. Bambu lapis yang menghasilkan sifat fisis dan mekanis terbaik diperoleh
dari bahan baku bambu betung dengan menggunakan perekat MDI. Hasil yang hampir sama diperoleh dengan menggunakan perekat MDI atau PF dari bahan
baku bambu tali.
V. PENINGKATAN KUALITAS BAMBU LAPIS
A. PENINGKATAN KEKUATAN BAMBU LAPIS Pendahuluan
Bambu banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dan potensial dikembangkan untuk menjadi sumber pemasok bahan baku industri. Menurut
Bamboo Network 2002, pemanfaatan bambu selama ini sangat beragam dan dapat dikelompokkan berdasarkan beberapa kategori, yaitu sebagai bahan baku
untuk keperluan sandang, papan, pangan, estetika, budaya, kesehatan, dan sebagainya.
Beberapa keunggulan batang bambu diantaranya kuat, keras, ringan, mudah didapat, cepat tumbuh, mudah dalam pengerjaan, dan mempunyai sifat mekanis
yang lebih baik dibanding kayu pada arah sejajar serat. Melihat keunggulan- keunggulan tersebut memungkinkan berkembangnya produk-produk panel bambu
sebagai wujud upaya diversifikasi produk panel kayu. Bentuk-bentuk diversifikasi bambu menghasilkan papan tiruan yang beragam bentuk antara lain papan
partikel, papan serat, papan laminasi bambu ataupun bambu lapis ply bambooBamboo Network, 2002; Sukadaryati, 2006; dan Kackdir.blogspot.com.,
2012. Salah satu permasalahan dalam pembuatan bambu lapis yaitu keteguhan
rekat tegak lurus serat permukaan bambu lapis yang nilainya lebih rendah dibandingkan dengan nilai keteguhan rekat sejajar serat permukaan
Sulastiningsih dan Sutigno,1994; Kliwon et al.,1996; Kliwon, 1997; Nurfaridah, 2002; Kurniawan, 2002; Sulastiningsih et al., 2005; dan Nugraha, 2006; Suryana
et al., 2009; Suryana et al., 2010. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan nilai keteguhan rekat tegak lurus permukaan tersebut, yaitu dengan
memperkuat lembaran bilah tipis bambu ke arah tegak lurus serat menggunakan jahitan dan lakban kertas. Dengan upaya tersebut diharapkan menjadi solusi
untuk mengatasi permasalahan tersebut sekaligus menghasilkan produk bambu lapis yang mempunyai keteguhan rekat yang tinggi.
Bahan dan Metode
Bahan yang digunakan dalam penelitian berupa bambu tali Gigantochoa apus J.A. dan J.H. Schultes Kurz, bambu andong Gigantochloa verticillata
Willd. Munro, dan bambu betung Dendrocalamus asper Schult.f. Backer ex Heyne yang dipanen dari wilayah Kecamatan Leuwiliang, Bogor. Ketiga jenis
bambu tersebut dipilih yang sudah masak tebang. Perekat yang digunakan meliputi tiga jenis perekat, yaitu urea
formaldehyde UF, phenol formaldehyde PF, dan poly vinyl acetate PVAc. Alat yang digunakan meliputi: gergaji tangan, golok, cutter, amplas, mesin serut;
alat tulis, penggaris, caliper, oven, desikator, alat kempa, timbangan, kape; dan Universal Testing Machine UTM merk Instron.
Persiapan bahan baku
Batang bambu terlebih dahulu dipotong-potong sepanjang 40 cm tanpa menyertakan buku bambu, selanjutnya dibuat menjadi bilah dengan cara dibelah.
Bilah bambu kemudian diserut menggunakan alat serut dengan lebar 2 cm serta ketebalan yang berbeda, yaitu sebesar 1 mm, dan 2 mm. Ketebalan bilah bambu
sebesar 2 mm digunakan sebagai lapisan inti core bambu lapis, sedangkan ketebalan 1 mm digunakan sebagai lapisan muka dan belakang face-back
bambu lapis.
Penyambungan bilah bambu menjadi lembaran venir
Bilah tipis bambu yang dijadikan lembaran venir diberi perlakuan berupa teknik penyambungan sebagai berikut: 1 kontrol tanpa dijahit maupun dilakban, 2
dijahit mengunakan benang nilon dengan jarak antar jahitan 5 cm, 10 cm, dan15 cm, 3 dilakban dengan jarak antar lakban 5 cm, 10 cm, dan 15 cm. Lakban
berupa lakban kertas dengan lebar 1 cm dan ketebalan 0,2 mm.
Pembuatan dan pengujian bambu lapis
Lembaran bambu lapis dibuat dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 0,4 cm tiga lapis dengan berat labur sebesar 200 gm
2
. Suhu kempa untuk perekat UF adalah 110
o
C, perekat PF sebesar 140
o
C, dan perekat PVAc pada suhu kamar. Pengempaan panas dilakukan selama 5 menit, dengan tekanan kempa spesifik sebesar 15
kgcm
2
. Khusus untuk kayu lapis yang mengunakan PVAc, dilakukan
pengempaan dingin menggunakan klem selama 24 jam. Setelah proses
pengempaan dilakukan, bambu lapis dikondisikan di ruangan selama 2 minggu. Pengujian bambu lapis mengacu kepada SNI 01-5008.7-1999, meliputi kerapatan,
kadar air, keteguhan rekat sejajar serat permukaan, dan keteguhan rekat sejajar
lapisan inti. Pola pemotongan contoh uji pada setiap papan sama dengan Gambar 4.1 pada Bab IV.
Prosedur pengujian .
Prosedur pengujian dan cara penentuan kerapatan, kadar air, pengembangan dimensi, keteguhan rekat, serta keteguhan patah MOR dan kekakuan MOE
bambu lapis sama dengan prosedur pengujian parameter tersebut pada Bab IV.
Analisis data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Faktorial Acak Lengkap dengan 3 faktor, yaitu faktor A: jenis penguat sambungan 7 jenis, faktor B: jenis
perekat 3 jenis, dan faktor C: jenis bambu 3 jenis dengan ulangan sebanyak 3 kali. Model umum rancangannya untuk semua pengujian adalah sebagai berikut:
Yijkl = μ + αi + βj + θk +αβij + άθik +βθjk + εijkl
Keterangan : i = 1, 2, 3, 4, 5,6,7 jenis penguat sambungan : kontrol, dijahit dengan jarak 5
cm, dijahit dengan jarak 10 cm, dijahit dengan jarak 15 cm, dilakban dengan jarak 5 cm, dilakban dengan jarak 10 cm, dan dilakban dengan jarak
15 cm j = 1, 2,3 jenis perekat: UF, PF, dan PVAc
k = 1, 2, 3 jenis bambu: tali, andong, dan betung l = 1,2,3 banyaknya ulangan
Yijk = Nilai respon pengamatan pada ulangan ke-l yang disebabkan oleh taraf k-i
faktor α, taraf ke-j faktor β, taraf ke k faktor θ. μ = Nilai rata-rata
αi = Pengaruh jenis penguat sambungan βj = Pengaruh jenis perekat
θk = Pengaruh jenis bambu αβij = Pengaruh interaksi antara jenis penguat sambungan ke-i dan jenis
perekat ke- j αθik = Pengaruh interaksi antara jenis penguat sambungan ke- i dan jenis
bambu ke-k βθjk = Pengaruh interaksi antara jenis perekat ke- k dan jenis bambu ke – l
αβθijk = Pengaruh interaksi antara jenis penguat ke i, jenis perekat ke j, dan jenis bambu ke k
εijkl = Kesalahan percobaan dari jenis bambu ke-i, jenis perekat ke-j, penguat sambungan ke - k dan ulangan pada taraf ke-l.
Untuk mengetahui bambu lapis yang memperoleh pengaruh dari perlaukan dibuat analisis keragaman Anova dengan kriteria sebagai beriku:
Jiak F hitung F tabel, maka Ho diterima atau perlakuan tidak memberikan pengaruh pada selang kepercayaan.
Jika F hitung F tabel, maka Ho ditolak atau perlakuan memberikan pengaruh pada suatu selang kepercayaan.
Untuk mengetahui faktor mana yang berpengaruh maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan.
Hasil dan Pembahasan 1.
Sifat fisis bambu lapis 1.2.
Kerapatan.
Nilai kerapatan bambu lapis berkisar antara 0,68 dan 0,83 gcm
3
. Nilai kerapatan terendah terdapat pada bambu lapis yang berbahan baku bambu tali
dengan perekat PVAc yang diberi perlakuan jahitan yang berjarak 10 cm dan 15 cm, sedangkan nilai kerapatan tertinggi terdapat pada bambu lapis yang berbahan
baku bambu betung yang diberi perlakuan jahitan berjarak 15 cm dan lakban berjarak 5 cm. Data kerapatan bambu lapis selengkapnya disajikan pada Tabel
5.1, sedangkan analisis sidik ragam kerapatan bambu lapis dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.1 Rata-rata nilai kerapatan bambu lapis berbahan baku bambu tali, andong, dan betung
No. Perlakuan
dan perekat Nilai rata- rata gcm
3
Tali Andong
Betung 1
UF Kontrol 0,69 0,02
0,74 0,02 0.79 0,03
2 UF J5
0,72 0.02 0,73 0,02
0,82 0,02 3
UFJ10 0,69 0,01
0,72 0,03 0,80 0,02
4 UFJ15
0,69 0,01 0,72 0,03
0,78 0,06 5
UFL5 0,73 0,01
0,74 0,02 0,83 0,01
6 UFL10
0,70 0,01 0,75 0,02
0,79 0,02 7
UFL15 0.69 0,01
0,72 0,02 0,80 0,02
8 PF Kontrol
0,71 0,03 0,76 0,02
0,80 0,02 9
PFJ5 0,73 0,01
0,74 0,02 0,83 0,01
10 PFJ10
0,71 0,01 0,73 0,02
0,80 0,03 11
PFJ15 0,69 0,02
0,73 0,02 0,80 0,03
12 PFL5
0,73 0,01 0,74 0,02
0,82 0,02 13
PFL10 0,71 0,02
0,76 0,02 0,80 0,02
14 PFL15
0,71 0,03 0,72 0,02
0,80 0,02 15
PVAc Kontrol 0,68 0,03
0,74 0,03 0,78 0,03
16 PVAc J5
0,71 0,02 0,73 0,02
0,81 0,02 17
PVAc J10 0,68 0,020
0,72 0,02 0,80 0,02
18 PVAc J15
0,68 0,02 0,73 0,02
0,78 0,02 19
PVAc L5 0,73 0,01
0,74 0,01 0,81 0,01
20 PVAc L10
0,69 0,02 0,75 0,02
0,79 0,02 21
PAc L15 0,69 0,01
0,72 0,02 0,79 0,01
Keterangan : UF= perekat UF, PF = perekat PF, PVAC = perekat PVAc, J5 = jahit berjarak 5 cm, J10 = jahit berjarak 10 cm, J15 = jahit berjarak 15 cm, L5 = lakban berjarak 5 cm,
L10 = lakban berjarak 10 cm, L15 = lakban berjarak 15 cm. Angka dalam kurung adalah simpangan baku.
Hasil uji sidik ragam seperti disajikan pada Tabel 5.4 menunjukkan bahwa kerapatan bambu lapis sangat dipengaruhi oleh jenis bambu, perlakuan dan jenis
perekat. Jenis bambu yang digunakan secara alamiah mepunyai kerapatan yang berbeda. Bambu betung mempunyai kisaran kerapatan terbesar 0,66-0,86 gcm
3
, diikuti oleh bambu andong 0,64 - 0,80 gcm
3
, dan bambu tali 0,58-0,76 Syafii, 1984 ; Krisdianto,dkk, 2006; Suryana dkk, 2009; Suryana dkk, 2010. Hasil uji
lanjut Duncan menunjukkan bahwa kerapatan bambu lapis berbahan baku bambu betung berbeda dengan bambu lapis berbahan baku bambu andong maupun
bambu tali. Begitu juga kerapatan bambu lapis berbahan baku bambu andong berbeda dengan bambu tali.
Tabel 5.2. Analisis sidik ragam kerapatan bambu lapis Sumber Keragaman
DB JK KT
F Sig.
Perlakuan 6
0,02573122 0,00428854 10,18 ,0001 Perekat
2 0,00579788 0,00289894 6,88 0,0015
Bambu 2
0,30525185 0,15262593 36,39 ,0001 PerlakuanPerekat
12 0,00317989 0,00026499 0,63 0,8141
tn
PerlakuanBambu 12
0,01490370 0,00124198 2,95 0,0012 PerekatBambu
PerlakuanPerekatBambu 4
24 0,00064974
0,00306138 0,00016243
0,00012756 0,39
0,30 0,8186
tn
0,9994
tn
Kesalahan percobaan Total terkoreksi
126 188
0,05306667 0,41164233
0,00042116
Keterangan : DB = Derajat Bebas, JK = Jumlah Kuadrat, KT = KuadratTengah, = nyata = sangat nyata, tn : tidak nyata ragam kerapatan bambu lapis.
Penggunaan lakban kertas dan jahitan diduga akan meningkatkan kerapatan bambu lapis yang dihasilkan. Penggunaan lakban kertas dan jahitan yang lebih
rapat berjarak 5 cm akan meningkatkan kerapatan bambu lapis lebih tinggi daripada penggunaan lakban dan jahitan yang lebih jarang berjarak 10 cm dan 15
cm maupun kontrol . Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penggunaan lakban dan jahitan yang lebih rapat 5 cm menghasilkan kerapatan bambu lapis
yang berbeda dengan bambu lapis yang menggunakan lakban dan jahitan yang lebih jarang berjarak 10 cm dan 15 cm maupun kontrol. Begitu pula kerapatan
bambu lapis yang menggunakan lakban dan jahitan berjarak 10 cm berbeda dengan bambu lapis yang menggunakan lakban dan jahitan
Kerapatan bambu lapis akan dipengaruhi oleh berat jenis perekat yang digunakan. Perekat yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai berat jenis
yang berbeda, yaitu perekat PF dengan kisaran BJ 1,22 - 1,25; perekat UF dengan kisaran BJ 1,10 - 1,20, dan perekat PVAc dengan kisaran BJ 1,03 - 1,10 Pizzi,
1994; Frihart, 2005; dan PAI, 2007. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa bambu lapis yang menggunakan perekat PF mempunyai kerapatan yang berbeda
dengan bambu lapis yang menggunakan perekat UF dan PVAc, sedangkan bambu lapis yang dibuat dengan perekat UF dan PVAc tidak menghasilkan perbedaan
kerapatan.
1.2. Kadar air