dengan bambu lapis lainnya serta memenuhi standar standar SNI 01-5008.7-1999 tentang kayu lapis struktural, seperti yang disajikan pada Gambar 5.9.
Keterangan : U = Urea Formaldehida, M = Melamin Formaldehida, I = Methylen Dimethyl Isocyanate, V = PVAc, Rb = Rebus, Rn = Rendam, Kn =
Kontrol, Kp = Kapur, T = Tali, B = Betung, A = Andong
Gambar 5.9 Histogram kekakuan MOE bambu lapis
Seperti yang dikemukakan pada pembahasan nilai MOR, tingginya nilai MOE pada bambu lapis tersebut juga disebabkan oleh faktor perlakuan juga
dipengaruhi oleh jenis bambu dan jenis perekat. Pada semua jenis bambu dan perlakuan , bambu lapis dengan jenis perekat MDI memiliki rata-rata nilai MOE
yang lebih tinggi dibandingkan dengan bambu lapis lainnya. Hal ini terjadi karena ikatan yang terjadi antara perekat dengan bambu adalah ikatan kimia yang
memiliki kekuatan ikat yang lebih baik dibandingkan dengan jenis ikatan mekanik atau fisik, sehingga dengan kuatnya ikatan antara perekat dengan bambu
memberikan kekuatan geser antar lapisan yang lebih besar yang mengakibatkan lebih lamanya bambu lapis menahan kerusakan akibat dari beban yang diberikan.
3. Sifat kimia bambu lapis
Kelarutan bambu lapis yang berbahan baku bambu tali, andong, dan betung dalam pelarut etanolbenzen, NaOH 1 , air dingin, dan air panas disajikan pada
Tabel 5.9. Kelarutan bambu lapis kontrol yang berbahan baku bambu tali, andong, dan
betung dalam etanolbenzen berturut-turut sebesar 4,7053 , 3,6719, dan 4,0307. Nilai kelarutan bambu lapis ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian
SNI 01-5008.7-1999
Krisdianto et al.2006 yang melaporkan bahwa kelarutan bambu andong dan betung dalam etanolbenzen masing-masing sebesar 2,5 dan 4,3 .
Tabel 5.9 Kelarutan bambu lapis sebelum dan sesudah perlakuan Jenis
bambu Kelarutan
dalam Kontrol
Kelarutan setelah diberi perlakuan
Rn Penu-
runan Rb
Penu- runan
Rk Penu-
runan
Tali EtBenz
4,7053 2,8840
38,71 4,1274
12.82 0,3611
92,33 NaOH 1
25,2979 18,2133
21,80 18,3880
27,31 11,696
53,77 Air dingin
4,2321 2,6534
37,30 4,0063
5,34 1,0176
75,96 Air panas
7,7697 2,9070
62.58 4,6762
39,82 0,9522 87,74
Andong EtBenz
3,6719 2,5819
29,69 1,6562
54,90 0,3270
91,09 NaOH 1
22,2826 1,659
11,77 20,128
9,69 10,6596
52,16 Air dingin
2,9929 2,1543
28,02 1,2315
58,85 1,2116
59,52 Air panas
5,6437 2.1839
61,30 1,4388
74,51 1,3325
76,39
Betung EtBenz
4,0307 2,6539
34,16 2,5201
49,21 0,2174
94,61 NaOH 1
21,3622 19,023
10,95 19.437
9,01 11,919
44,21 Air dingin
3,2632 1,0917
66,55 1,8647
42,86 1,0203
68,73 Air panas
7,1316 3,4083
52,21 1,2793
80,80 1,3650 80,92
Keterangan : EtBenz = EtanolBenzen, Rn = direndam dalam air sungai selama dua minggu, Rb = direbus selama dua jam, Rk = direbus dalam air kapur 5 selama dua jam
Kelarutan bambu lapis kontrol yang berbahan baku bambu tali, andong, dan betung dalam NaOH 1 berturut-turut sebesar 25,2979
, 22,2826 , dan
21,3622 . Nilai kelarutan bambu lapis ini tidak jauh berbeda dengan hasil
penelitian Krisdianto et al.2006 yang melaporkan bahwa kelarutan bambu andong dan betung dalam etanolbenzen masing-masing sebesar 28,0 dan
22,2. Kelarutan bambu lapis kontrol yang berbahan baku bambu tali, andong, dan
betung dalam air dingin berturut-turut sebesar 4,2321, 2,9929 , dan 3,2632
; sedangkan kelarutan bambu lapis kontrol yang berbahan baku bambu tali, andong,
dan betung dalam air panas berturut-turut sebesar 7,7697 , 5,6437
, dan 7,1316
. Nilai kelarutan bambu lapis ini juga tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Krisdianto et al.2006 yang melaporkan bahwa kelarutan bambu
andong dan betung dalam air dingin masing-masing sebesar 4,6 dan 5,3 , dan kelarutan dalam air panas masing-masing sebesar 10,7 dan 9,54 .
Kelarutan bambu lapis yang berbahan baku bambu tali dalam air panas setelah diberi perlakuan perendaman dalam air sungai, perebusan dan perebusan
dalam air kapur 5 ternyata mengalami penurunan. Penurunan kelarutan tersebut berkisar antara 39,82
dan 87,74 . Penurunan kelarutan bambu lapis
yang berbahan baku bambu tali terendah terdapat pada perlakuan dengan air panas, yaitu sebesar 39,82 , diikuti dengan perlakuan air dingin, yaitu sebesar
38,71 , dan penurunan terbesar terdapat bambu lapis yang diberi perlakukan perebusan dengan air kapur 5 , yaitu sebesar 87,74
.
Pada bambu lapis yang berbahan baku bambu andong, penurunan kelarutan dalam etanolbenzen untuk perlakuan perendaman dalam air sungai, perebusan
dalam air, dan perebusan dalam air kapur adalah masing-masing sebesar 61,30 , 74,51 , dan 76,39 . Pada bambu betung, besarnya penurunan kelarutan akibat
perlakuan yang sama adalah masing-masing sebesar 52,21, 80,80 , dan 80,92 .
Berdasarkan data yang diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa perlakuan perebusan dalam air kapur dapat menurunkan kadar zat ekstraktif yang larut
dalam air panas terbesar pada ketiga jenis bambu yang diteliti dibandingkan perlakuan perendaman dalam air dingin, perebusan dalam air panas, dan kontrol.
Hal itu berarti bahwa zat ekstraktif yang larut dalam air panas pada bambu lapis berbahan baku ketiga jenis yang diteliti telah menurun drastis dari 7,1316
menjadi 0,9522 pada bambu tali, dari 5,6437 menjadi 1,3325 pada bambu andong, dan dari 7,1316 menjadi 1,3650 pada bambu betung.
Zat ekstraktif yang larut dalam air panas antara lain adalah glukosa dan pati yang diduga menjadi makanan utama hama penggerek atau bubuk kayu kering.
Disamping glukosa dan pati, menurut Balser dan Iseringhausen 1975 yang dikutip oleh Fengel dan Wegener 1995, zat yang dapat larut dalam air dingin dan
air panas antara lain adalah metil selulosa 1,3-2,6 , etil selulosa 0,8-1,3 , hidroksietilselulosa 0,5-1,0, dan Na-karboksimetilselulosa 0,5-1,2 .
Dengan menurunnnya kandungan zat ekstraktif yang menjadi makanan bubuk kayu kering tersebut, maka peluang bambu lapis untuk diserang bubuk
menjadi lebih kecil atau dengan perkataan lain bambu lapis tersebut lebih tahan terhadap serangan bubuk kayu. Jenis bubuk yang menyerang bambu menurut
Krisdianto et al.2006 adalah Lyctus sp, Dinodeus sp, Minthea sp, dan Hylotrupes. Aequalis Wat. Lebih lanjut Krisdianto et al.2006 menjelaskan
bahwa bambu tali hanya diserang oleh bubuk Dinodeus sp, sedangkan bambu andong dan bambu betung diserang oleh keempat jenis bubuk tersebut.
Jasni dan Sumarni 1990 melaporkan bahwa dari tujuh bambu yang diteliti, bambu ampel Bambusa vulgaris adalah yang paling rentan terhadap serangan
bubuk, diikuti oleh bambu andong Giantochloa pseudoarundinacea, bambu hitam Gigantochloa atroviolaceae dan bambu terung Gigantochloa
nitrocilliata, sedangkan bambu ater Gigantochloa atter dan bambu tali Gigantochloa apus relatif tahan terhadap serangan bubuk.
4. Ketahanan bambu lapis terhadap serangan rayap