lapis berbahan baku jenis jabon dan kayu afrika. Begitu pula mahoni tidak berbeda dengan sengon, serta pinus tidak berbeda dengan meranti. Secara umum,
baik bambu lapis maupun kayu lapis yang dibandingkan memiliki nilai keteguhan rekat sejajar serat memenuhi persyaratan SNI 01-5008,7-1999 dan JIS A 5980-
2003 yang mensraratkan nilai keteguhan rekat sejajar serta masing-masing sebesar 7,00 kgfcm
2
dan 8,24 kgfcm
2,
kecuali pada kayu lapis yang dibuat dari kayu sengon yang tidak memenuhi kedua standar tersebut dan kayu lapis yang dibyat
dari kayu mahoni yang hanya memenuhi SNI 01-5008,7-1999. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam konteks
keteguhan rekat sejar serat, ternyata ketiga bambu lapis mempunyai nilai keteguhan rekat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu lapis.
6.2.6. Keteguhan Rekat Tegak Lurus Serat
Berdasarkan studi pustaka yang tersedia, penelitian kayu lapis yang mencamtumkan nilai keteguhan rekat tegak lurus serat, terdapat dua jenis kayu
cepat tumbuh yang dijadikan sebagai bahan bakunya, yaitu kayu jabon dan kayu afrika. Perekat yang digunakan juga sama dengan perekat yang digunakan untuk
membuat bambu lapis, yaitu UF, MF, dan PF. Oleh karena itu analisis yang dilakukan berdasarkan kedua faktor tersebut. Perbandingan keteguhan rekat tegak
lurus serat bambu lapis dan kayu lapis disajikan pada Tabel 6.7, sedangkan analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada Lampiran 6.7.
Berdasarkan Tabel 6.7, nilai keteguhan rekat tegak lurus serat berkisar antara 7,50 kgfcm
2
dan 16,23 kgfcm
2.
Nilai keteguhan rekat tegak lurus serat terendah terdapat pada kayu lapis yang dibuat dari kayu jabon, sedangkan nilai
keteguhan rekat tegak lurus serat tertingi terdapat pada bambu lapis yang dibuat dari bambu betung.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa keteguhan rekat tegak lurus serat bambu lapis dan kayu lapis dipengruhi oleh bahan baku dan jenis perekat.
Berdasarkan uji lanjut Duncan, pererkat MF tidak berbeda dengan perekat PF, namun keduanya berbeda dengan perekat UF. Berdasarkan bahan bakunya dan
perekat UF, bambu lapis yang dibuat dari bambu tali, andong, dan bambu betung memiliki keteguhan rekat tegak lurus serat yang tidak berbeda dengan kayu lapis
yang berbahan baku kayu jabon, sedangkan kayu afrika mempunyai keteguhan rekat tegak lurus serat yang lebih rendah dan berbeda dengan bambu lapis dan
kayu lapis yang disaebuitkan terdahulu.
Tabel 6.7 Perbandingan keteguhan rekat tegak lurus serat bambu lapis dengan kayu lapis
No. Bahan baku
Keteguhan rekat tegak lurus serat kgcm
2
berdasarkan jenis perekat UF MF
PF 1.
Bambu tali
1
11,71 15,73
14,21 2.
Bambu andong
2
11,22 14,21
14,34 3.
Bambu betung
3
12,67 15,14
15,23 6.
Jabon
4
7,50 10,32
13,71 7.
Kayu afrika
4
10,42 9,88
10,74
Sumber : 1Suryana et al., 2009, dan Iriayanto. W. 2012 ; 2.Adha, 2008, Suryana et al., 2009 dan Lestari, 2012; 3.Suryana et al., 2009 dan Sembiring, 2012; dan 4.Wahyulia,
2011
Hasil yang agak berbeda terdapat pada bambu lapis dan kayu lapis yang dibuat dengan menggunakan perekat UF dan MF. Berdasarkan perekat UF, bambu
lapis yang dibuat dari ketiga jenis bambu tidak berbeda dengan kayu lapis yang dibuat dari kayu afrika ditinjau dari nilai keteguhan rekat tegak lurus seratnya,
namun kayu lapis yang dibuat dari kayu jabon memiliki nilai yang berbeda dengan ketiga bambu lapis dan kayu lapis yang telah disebutkan. Berdasarkan
pereketa MF, maka nilai keteguhan rekat tegak lurus serat dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan bahan bakunya, yaitu bambu lapis dan kayu lapis.
Bambu lapis dan kayu lapis tersebut memliki nilai keteguhan rekat yang berbeda.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam konteks keteguhan rekat tegak lurus serat, ternyata ketiga bambu lapis mempunyai nilai
keteguhan rekat tegak lurus serat yang lebih baik dibandingkan dengan kayu lapis untuk ketiga jenis perekat yang digunakan.
VII. ANALISIS TEKNIS PEMANFAATAN BAMBU LAPIS
Secara umum bambu lapis dapat dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan bahan meubel furniture. Dalam memanfaatkan bambu lapis sebagai bahan
bangunan dan mebel tersebut ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan acuan agar pemanfaatan bambu lapis sesuai dengan yang diharapkan. Kriteria tersebut
antara lain : Dimensi bambu lapis, Karakteristik pemanfaatan. Sifat fisis dan mekanis bambu lapis,dan kondisi pemakaian.
1. Dimensi bambu lapis
Ukuran standar panel kayu struktural adalah 4 ft x 8 ft atau 1220 mm x 2440 mm. Pabrik tertentu dapat saja memproduksi panel yang berukuran lebih
panjang, misalnya 9 ft, 10 ft atau 12 ft, atau lebih pendek, tapi panel yang berukuran standar menjadi pegangan dalam desain, kecuali ukuran panel yang lain
tersebut diketahui. Meskipun kayu lapis dan produk panel kayu lainnya dimesinya cukup stabil,
namun perubahan ukuran dapat diprediksi berdasarkan perubahan kelembaban lingkungan. Karena itu dalam aplikasi instruksi instalasi untuk atap, lantai dan
sheathing dinding, diharuskan ada celah atau spasi antara bagian samping dan ujung panel .Celah tersebut disarankan berukuran 18 in 3 mm.
2. Karakteristik pemanfaatan
Bambu lapis termasuk produk bio komposit yang berbentuk panel. Panel bambu lapis yang bersifat struktural dapat digunakan digunakan sebagai bahan
bangunan pada berbagai aplikasi, baik yang bersifat struktural maupun non struktural. Menurut Breyer et al. 2007, penggunaan panel yang bersifat
struktural terutama untuk :
a. Atap, lantai, dan pelapis dinding wall sheating b. Diafragma horizontal dan shearwall vertikal
c. Komponen struktural lumber-and –ply wood beams, stressed - skin panels,
curved panels, folded plates, dan sandwich panels d. Gusset plates Trusses, rigid frame connections
e. Sistem fondasi kayu yang telah diberi bahan pengawet
f. Concrete formwork
Dalam konteks bahasan ini, penggunaan untuk butir a dan b menjadi perhatian utama. Lebih lanjut Breyer et al.2007 menjelaskan bahwa panel kayu