dimanfaatkan secara simultan oleh masyarakat adalah hutan kawasan, seperti hutan lindung,
suaka, dan hutan konservasi.
2.3.7 Hak Memungut Hasil Hutan
Masyarakat hukum adat berhak untuk melakukan pemungutan hasil hutan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari Pasal 67 UU Kehutanan . Selain itu, masyarakat juga
berhak memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan pasal 682 huruf a UU Kehutanan.
2.3.8 Hak-hak lain
UUPA memberikan banyak varian tentang macam-macam hak atas tanah, yaitu: Hak Gadai pasal 7 UU No. 56 Prp1960 , Hak Bagi Hasil atas Tanah PP No. 81953, Hak Sewa
Tanah Pertanian berdasarkan musyawarah mufakat antara pengelola dan pemilik tanah, Hak Menumpang Hukum Adat dan Pasal 53 UUPA dan Hak Pengelolaan Penjelasan Umum bagian
A II 2 UUPA dan PP No. 401996.
2.4 Masalah Kepemilikan Kolektif Hak Atas Tanah
Hak milik atas tanah secara kolektif tidak diatur dalam undang-undang karena pasal 10 UUPA menjelaskan, subyek hukum yang memiliki hak atas tanah adalah individu dan badan
hukum. Tanah ulayat adat suku hingga kini masih mendekati apa yang disebut dengan kepemilikan hak atas tanah kolektif, namun sepanjang pengambilan hasil serta pengelolaannya,
Universitas Sumatera Utara
hal terlihat khusus tanah adat suku jumlahnya tidak pernah berkurang. Karena hal ini tidak dapat dimungkinkan adanya hak individu atas tanah di wilayah tanah adat suku.
Hak Ulayat
Hak Ulayat merupakan serangkaian hak masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah dalam wilayahnya yang merupakan pendukung utama penghidupan masyarakat
yang bersangkutan. Hak Ulayat diisyaratkan sebagai hak penguasaan tertinggi atas tanah yang merupakan wilayah suatu masyarakat hukum adat pasal 3 UUPA. Pemegang Hak Ulayat
adalah masyarakat hukum adat yang bersangkutan sedangkan Pelaksananya adalah Penguasa Adat masyarakat hukum adat yang bersangkutan, yaitu kepala Adat sendiri atau bersama-sama
para tetua adat masing-masing.
Pemerintah mengeluarkan PMNAKABPN No. 51999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat .
Didalamnya terkandung kriteria penentu keberadaan Hak Ulayat yang terdiri dari 3 unsur yaitu:
a. adanya masyarakat hukum adat tertentu.
b. adanya hak ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup dan tempat mengambil keperluan hidup masyarakat hukum adat itu.
c. adanya tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan, dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh masyarakat hukum adat itu. Pengakuan terhadap
Universitas Sumatera Utara
hak tersebut memberikan penghormatan kepada hak orang lain dan upaya perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat
32
2.5 Pengakuan adat oleh Hukum Formal
.
33
1. Hukum Adat mengenai tata Negara.
Dari 19 daerah lingkungan hukum rechtskring di Indonesia, sistem hukum adat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:
2. Hukum Adat mengenai warga hukum pertalian sanak, hukum tanah, hukum
perhutangan. 3.
Hukum Adat mengenai delik hukum pidana.
Istilah Hukum Adat pertama kali diperkenalkan secara ilmiah oleh Prof. Dr. C Snouck Hurgronje, Kemudian pada tahun 1893, Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje dalam bukunya yang
berjudul De Atjehers menyebutkan istilah hukum adat sebagai adat recht bahasa Belanda yaitu untuk memberi nama pada satu sistem pengendalian sosial social control yang hidup
dalam Masyarakat Indonesia. Istilah ini kemudian dikembangkan secara ilmiah oleh Cornelis van Vollenhoven yang dikenal sebagai pakar Hukum Adat di Hindia Belanda sebelum menjadi
Indonesia.
Pendapat lain terkait bentuk dari hukum adat, selain hukum tidak tertulis, ada juga hukum tertulis. Hukum tertulis ini secara lebih detil terdiri dari hukum ada yang tercatat
beschreven, seperti yang dituliskan oleh para penulis sarjana hukum yang cukup terkenal di
32
ibid
33
Pengantar Hukum Adat Indonesia Edisi II, TARSITO, Bandung.
Universitas Sumatera Utara
Indonesia, dan hukum adat yang didokumentasikan gedocumenteerch seperti dokumentasi awig-awig di Bali.
Wilayah hukum adat di Indonesia
34
Menurut hukum adat, wilayah yang dikenal sebagai Indonesia sekarang ini dapat dibagi
menjadi beberapa lingkungan atau lingkaran adat Adatrechtkringen. Seorang pakar Belanda, Cornelis van Vollenhoven adalah yang pertama mencanangkan gagasan seperti ini. Menurutnya
daerah di Nusantara menurut hukum adat bisa dibagi menjadi 22 lingkungan adat berikut:
1.Aceh; 2. Gayo dan Batak; 3.Nias dan sekitarnya; 4. Minangkabau; 5.Mentawai; 6.Sumatra Selatan; 7.EngganoMelayu; 8.Bangka dan Belitung; 9.Kalimantan Dayak; 10.Sangihe-Talaud;
11.Gorontalo; 12.Toraja; 13.Sulawesi Selatan BugisMakassar; 14.Maluku Utara; 15.Maluku Ambon; 16.Maluku Tenggaral; 17.Papua; 18.Nusa Tenggara dan Timor; 19.Bali dan Lombok;
20.Jawa dan Madura Jawa Pesisiran; 21.Jawa Mataraman; 22.Jawa Barat Sunda.
Penegak hukum adat
Penegak hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera.
Aneka Hukum Adat
Hukum Adat berbeda di tiap daerah karena pengaruh :
34
Sumber : Hukum adat – Wikipedia bahasa indonesia , ensiklopedia bebas.
Universitas Sumatera Utara
1. Agama : Hindu, Budha, Islam, Kristen dan sebagainya. Misalnya : di Pulau Jawa dan Bali
dipengaruhi agama Hindu, Di Aceh dipengaruhi Agama Islam, Di Ambon dan Maluku dipengaruhi agama Kristen.
2. Kerajaan seperti antara lain: Sriwijaya, Airlangga, Majapahit.
3. Masuknya bangsa-bangsa Arab, China, Eropa.
Mengenai persoalan penegak hukum adat Indonesia, ini memang sangat prinsipil karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupakan identitas bagi bangsa, dan
identitas bagi tiap daerah. Dalam kasus salah satu adat suku Nuaulu yang terletak di daerah Maluku Tengah, ini butuh kajian adat yang sangat mendetail lagi, persoalan kemudian adalah
pada saat ritual adat suku tersebut, dimana proses adat itu membutuhkan kepala manusia sebagai alat atau prangkat proses ritual adat suku Nuaulu tersebut. Dalam penjatuhan pidana oleh sala
satu Hakim pada Perngadilan Negeri Masohi di Maluku Tengah, ini pada penjatuhan hukuman mati, sementara dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 4 tahun 2004. dalam
Pasal 28 hakim harus melihat atau mempelajari kebiasaan atau adat setempat dalam menjatuhan putusan pidana terhadap kasus yang berkaitan dengan adat setempat.
35
Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal
24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala Badan Pertanahan Nasional No.5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian
Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat
36
tanah ulayat . Peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan
pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut
.
35
Moh. Koesnoe, 1979, Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Airlangga University Press.
36
Moh. Koesnoe, 1979, Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Airlangga University Press.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip pengakuan terhadap hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat hukum adat sebagaimana
dimaksudkan dalam Pasal 3 UUPA. Kebijaksanaan tersebut meliputi
37
1. Penyamaan persepsi mengenai hak ulayat Pasal 1
:
2. Kriteria dan penentuan masih adanya hak ulayat dan hak-hak yang serupa dari
masyarakat hukum adat Pasal 2 dan 5. 3.
Kewenangan masyarakat hukum adat terhadap tanah ulayatnya Pasal 3 dan 4
Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, dimana diakui keberadaan hukum barat, hukum agama dan hukum adat
38
. Dalam prakteknya deskritif sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di
lingkungannya
39
Di tinjau secara preskripsi dimana hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan, secara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi
dalam peranannya .
40
. Beberapa contoh terkait adalah UU dibidang agraria No.5 1960 yang mengakui keberadaan hukum adat dalam kepemilikan tanah
41
37
Mahadi, 1991, Uraian Singkat Tentang Hukum Adat, Alumni, Bandung.
38
Soekamto Soerjono, Prof, SH, MA, Purbocaroko Purnadi, Perihal Kaedah Hukum, Citra Aditya Bakti PT, Bandung 1993
39
Moh. Koesnoe, 1979, Catatan-Catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Airlangga University Press.
40
Tim Dosen UI, Buku A Pengantar hukum Indonesia
41
Djamali Abdoel R, SH, Pengantar hukum Indonesia, Raja Grafindo Persada PT, Jakarta 1993
.
2.6 Pekerjaan Sosial