Sedangkan penganut kapitalisme
22
memandang resistensi petani sebagai salah satu ancaman dari elemen faktor produksi. Sebab, petani adalah mesin produksi dalam skema
akumulasi modal, sekaligus konsumen yang membeli barang-barang kebutuhan dasar yang diproduksi mesin industri kapital. Tanah petani adalah faktor produksi yang bernilai tinggi.
Ceritera tentang tanah sebagai faktor produksi itu dimulai dari kisah land rent. Adam Smith dan David Ricardo, dari madzab klasik, memiliki relevansi historik dengan semangat kapitalisme.
Tanah selalu dikaitkan dengan tekanan jumlah penduduk. David Ricardo 1921 mengaitkan proses produksi dengan jumlah penduduk yang kian bertambah. Permintaan terhadap
sumberdaya produksi meningkat sedemikian rupa, agar manusia dapat mempertahankan kehidupannya. Untuk itu, semakin banyak tanah diperlukan. Tekanan jumlah itu terus
berlangsung, hingga akhirnya kebutuhan hidup minimal itulah yang secara umum menentukan tingkat upah bagi semua tenaga kerja
23
Sudah sejak Orde Baru, ekonomi politik di sini diorientasikan untuk mengabdi pada pemilik modal. Akibatnya jelas. Petani tertindas dan tersingkirkan. Rezim penguasa tetap tak
selalu siuman, bukan karena mereka bodoh dalam pengertian tak bersekolah atau berpendidikan, melainkan karena mereka telah terkena candu kapitalisme yang akut sehingga mereka tampak
bebal. Sehingga pikiran lain the other alternative solution tidak dimengerti karena mereka sudah membusuk dalam nikmatnya pragmatisme uang
.
24
2.2.3 Semangat Pembaruan Agraria
.
25
22
ibid
23
Teori ekonomi leninis
24
Sumber : ht t p: 222. 124. 164. 132 ar t i cl e. php?si d=94912
25
http:frisztado.wordpress.com20101019problema-agraria-dan-nasib-petani-pius-rengka-pos-kupang-com-22- septemberC2A02010
Universitas Sumatera Utara
Semangat rezim pembaruan agraria jelas. Yaitu menolong dan merehabilitasi nasib petani tertindas. Tetapi dalam skema itu mereka harus bersentuhan dengan sejumlah regulasi
yang diproduksi oleh mesin kekuasaan yang terdikte pragmatisme pasar modal kapitalis. Regulasi diproduksi oleh intelektual tukang atau dalam bahasa Gramsci cendekiawan organik
yang berorientasi membela elit. Rezim pembaruan agraria juga berjumpa dengan sejumlah kepentingan ekonomi politik di level nasional dan internasional.
Tesis pokok pembaruan agraria agraria reform, tanpa ada pembaruan agraria tidak akan ada demokrasi di desa. Dipercaya, demokrasi ekonomi akan memproduksi demokrasi
politik. Tumbuhnya ekonomi rakyat akan menghasilkan kreativitas dan pengorganisasian. Agraria reform lalu dengan sendirinya menghasilkan diferensiasi pembagian kerja masyarakat.
Berkembangnya diferensiasi memproduksi berbagai profesi dan pekerjaan, yang selanjutnya menciptakan asosiasi dan kelembagaan baru. Jika asosiasi dan kelembagaan baru ini lahir dan
menguat, ia akan dengan sendirinya menciptakan aspirasi dan penyaluran politik. Politik adalah cerminan dari diferensiasi kelas-kelas sosial dan pengelompokan masyarakat pluralis. Pada
akhirnya akan tumbuh tatanan masyarakat sipil sebagai ganti dari masyarakat politik.
Tesis penganut agraria reform disambut sorak gembira kalangan masyarakat sipil dunia world civil society. Tetapi ada soal, karena pada saat bersamaan hampir semua negara miskin
terbimbing visi IMF. Juga negara-negara periferal itu ikut menandatangani GATT General Agreement on Trade and Tarift, WTO World Trade Organization. Apalagi sejumlah blok
ekonomi regional seperti APEC Asia-Pasific Economic Cooperation maupun yang lebih kecil seperti BIMEAGA Brunay, Indonesia, Malaysia and Philipines – East Asia Economic Growth
Universitas Sumatera Utara
Area mau tak mau, suka tak suka bertemu dengan kepentingan petani karena kebijakan nasional akan terkait dengan masalah tanah. Maka tanah dan petani lagi-lagi jadi soal.
Bagaimana pandangan kelompok Posmo?
26
Faktanya, petani pragmatis, mata duitan. Tambang dalam tanahnya ditukar dengan problem masa depan
Dr. Oloan Sitorus
Sikap utama para Posmo adalah rasional kritis tanpa ada keharusan mengabdi pada satu definisi tunggal, apalagi hegemoni struktural.
Bagi mereka, tudingan sepihak atau dominasi tunggal adalah penghinaan terhadap kreativitas manusia. Bagi mereka, semua pikiran kaum positivistik harus digugat, dibongkar sekaligus
diperbaiki demi kepentingan manusia. Sebab positivistik view adalah instrumen akademik oligarkhis yang dilegitimasi teori. Tidak boleh ada rezim teori yang mengklaim diri paling
benar, paling waras. Untuk petani, mereka berkotbah begini. Petani adalah komunitas dunia yang berada di medan tugas tertentu yang bebas memperjuangkan kepentingannya sendiri secara kritis
seturut perspektif dan konteksnya sendiri. Tetapi, meski kotbah kaum Posmo demikian itu, toh petani Indonesia tetap saja miskin, terpinggirkan, tertindas dan tetap saja menjadi obyek
mobilisasi politik. Lalu bagaimana?
27
26
sumber : home.unpar.ac.id~hasandoc
27
Dr. Oloan Sitorus, SH M.S Rachmat Riyadi, SSi, M.Si adalah staf pengajar Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional STPN, Yogyakarta.
.
Pemerintah setempat kurang menguasai konteks, sementara arus pengaruh oligarki global kian deras. Para politisi lokal sibuk menangkap dangkal
permukaan soal, sambil siap-siap diri re-election. Tanda tangan izin tambang bak pasar bebas mendapat untung. Sebagian dipakai untuk mobilisasi dukungan politik, lainnya melayani
kepentingan daging sendiri. Penegak hukum, sama saja. Seolah-olah menegakkan hukum, tetapi apa hasil? Pejabat, rutin upacara tanam batu atau disebut peletakan batu pertama bukan tanda
adanya development pertama, tetapi tanda envelopment pertama untuk selanjutnya diteruskan
Universitas Sumatera Utara
dengan rangkaian envelop. Sementara istri pejabat, wah lebih gawat lagi. Perilakunya seperti dialah pejabat itu. Andalannya rebonding dan seterika rambut. Namun, sekali lagi. Petani selalu
kalah bahkan kalah berkali-kali. Saat kebijakan import beras, petani secara eksistensial dibunuh, karena impor beras itu terkait langsung dengan pelecehan terhadap tanah para petani yang
memproduksi padi dan beras. Mungkin, sekali waktu entah kapan dan di mana, mereka perlu meneguk segelas anggur wine entah apa pula rupa warnanya
Rachmat Riyadi, SSi, M.Si.
28
Dari pengalaman perjuangan kita beberapa waktu terakhir, di tengah kondisi bahwa secara umum gerakan tani belum berdaya sebagai satu kekuatan yang diperhitungkan dalam
mendesakkan kepentingannya kepada Negara, tercapai kemajuan-kemajuan; terutama, pertama,
dalam segi-segi meningkatnya kesadaran bagaimana kekuatan tani dapat mengambil peran yang lebih besar dalam persoalan ketatanegaraan. Artinya, gerakan tani bukan hanya menjadi gerakan
ekonomis yang sekedar bereaksi atas berbagai kebijakan politik pertanian yang dianggap tidak menguntungkan, tapi juga bagaimana memastikan posisi Negara dapat sepenuhnya mengabdi
pada kepentingan mayoritas rakyat tertindas, terutama kaum tani. Proses ini sering diistilahkan dengan perubahan dari gerakan sosial menuju gerakan politik. Salah satu contohnya adalah
keterlibatan kaum tani dalam praktek politik praktis, seperti dalam Pemilu, Pilkada hingga
Pilkades dan Pilkadus. Kedua, Adanya keinginan melakukan persatuan, dari tingkat terendah
hingga nasional. Kendati proses konsolidasi tersebut belum mampu memberikan andil yang cukup untuk membesarkan dan meluaskan struktur organisasi secara merata di tiap territorial.
29
28
Ibid
29
Arsip PP STN 2011
Universitas Sumatera Utara
2.3 Jenis – Jenis Hak Atas Tanah