6. Organisasi masyarakat keagamaan NU, Muhammadiyah, MUI, PHDI, PWI, PGI,
Walubi, dan lain-lain 7.
Asosiasi-asosiasi bisnis 8.
Media 9.
Komunitas-komunitas basis termasuk klan dan asosiasi RT, Dukuh, Lurah, dan lain- lain. Contoh: FBR, Pandu, Apdesi, dan Polosoro
10. Persatuan buruh dan kelompok-kelompok lain yang peduli akan perubahan menuju
kebaikan
2.1.3 Kerja-kerja Advokasi: Tantangan dan Strategi
16
Lapisan pertama mencakup permintaan, tuntutan, atau desakan perubahan dalam praktik kelembagaan dan program-programnya. Contoh, sekelompok anak jalanan dan “gepeng”
menolak Raperda yang telah dirancang kepada anggota dewan dan pejabat pemerintahan. Lapisan kedua, mengembangkan kemampuan individu para warga, ormas, dan LSM. Dengan
penolakan dan penentangan adanya Raperda, anggota komunitas belajar bagaimana mengkomunikasikan pesan mereka pada segmentasi yang lebih luas untuk memperkuat basis
dukungan kelembagaan mereka. Lapisan ketiga, menata kembali masyarakat. Kita mengubah pola pikir dan memberdayakan masyarakat marjinal gepeng dan anjal untuk berinisiatif
Advokasi selamanya menyangkut perubahan yang mengubah beberapa kebijakan, regulasi, dan cara badan-badan perwakilan melakukan kebijakan. Dalam melakukan perubahan
kebijakan pun tidak semudah yang kita bayangkan; ada beberapa lapisan yang harus kita lewati untuk melakukan perubahan tersebut.
16
ibid
Universitas Sumatera Utara
melakukan perjuangan hak-haknya secara mandiri. Advokasi dikatakan berhasil apabila kita mampu membuat komunitas kita lebih berdaya dan mampu meneriakkan aspirasinya sendiri.
Oleh karena itu, ada beberapa langkah yang harus kita lakukan untuk memetakan dan mengawal jalannya sebuah kebijakan sebelum disahkan menjadi hukum formal, yaitu:
1. Mengerti dan memahami isi dari kebijakan beserta konteksnya, yaitu dengan memeriksa
kebijakan apa saja tujuan dari lahirnya kebijakan tersebut 2.
Pelajari beberapa konsekuensi dari kebijakan tersebut. Siapa saja yang akan mendapat manfaat dari kebijakan tersebut
3. Siapa yang akan dipengaruhi baik itu sifatnya merugikan ataupun menguntungkan
4. Siapa aktor-aktor utama, siapa yang mendorong dan apa kepentingan serta posisi mereka
5. Tentukan jaringan formal maupun informal melalui mana kebijakan sedang diproses.
Jaringan formal bisa termasuk institusi-institusi seperti komite legislatif dan forum public hearing. Jaringan informal melalui komunikasi interpersonal dari individu-individu yang
terlibat dalam proses pembentukan kebijakan 6.
Mencari tahu apa motivasi para aktor utama dan juga jaringan yang ada dalam mendukung kebijakan yang telah dibuat
Perlu dipahami bahwa advokasi tidak terjadi seketika. Advokasi butuh perencanaan yang matang. Agar advokasi yang dilakukan dapat terwujud secara maksimal, maka kita perlu
menggunakan beberapa strategi. Berikut beberapa strategi dalam melakukan advokasi:
1. Membangun jaringan di antara organisasi-organisasi akar rumput grassroots, seperti
federasi, perserikatan, dan organisasi pengayom lainnya
Universitas Sumatera Utara
2. Mempererat kokmunikasi dan kerjasama dengan para pejabat dan beberapa partai politik
yang berorientasi reformasi pada pemerintahan 3.
Melakukan lobi-lobi antar instansi, pejabat, organisasi kemahasiswaan, organisasi kemasyarakatan NU dan Muhammadiyah
4. Melakukan kampanye dan kerja-kerja media sebagai ajang publikasi
5. Melewati aksi-akasi peradilan litigasi, class action, dan lain-lain
6. Menerjunkan massa untuk melakukan demonstrasi
7. Advokasi kebijakan publik merupakan upaya pembelaan pengawalan secara terencana
terhadap rencana sikap, rencana tindakan atau rencana keputusan, rencana program atau rencana peraturan yang dirancang pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan agar
sesuai dengan kepentingan masyarakat. Nilai-nilai utama yang terdapat dalam masyarakat yang menjadi kepentingan seluruh anggota masyarakat haruslah diprioritaskan.
8. Keberhasilan advokasi kebijakan untuk mempengaruhi proses pembuatan kebijakan
publik sangat tergantung kepada kualitas aktor atau para aktor yang memainkan peran dalam advokasi kebijakan tersebut yang meliputi kemampuan intelektual, kemampuan
mengkomunikasikan ide dan pemikiran, kemampuan untuk menjalin relasi politik dan pengorganisasian kekuatan politik serta kemampuan membangun opini publik.
Kendala-kendala yang dihadapi
17
17
http:birokrasi.kompasiana.com20110129optimalisasi-peran-advokasi-dalam-mempengaruhi-kebijakan-publik
Upaya masyarakat atau kelompok masyarakat untuk memainkan peran advokasi dalam mempengaruhi kebijakan publik akan menghadapi empat kendala pokok.
Universitas Sumatera Utara
Pertama, ada konflik nilai dalam pembuatan kebijakan publik. Konflik nilai bisa timbul antara etika dan estetika yang dapat dilihat dalam RUU anti pornografi dan pornoaksi. Para
pendukung etika tokoh agama dan pendidikan menginginkan pembatasan yang ketat terhadap publikasi dan prilaku porno, sebaiknya para pendukung nilai-nilai estetika seniman, musikus,
sastrawan, dan pekerja seni menilai pembatasan yang ketat terhadap publikasi dan prilaku porno bertentangan dengan hak asasi manusia. Mereka menganggap bahwa pelarangan pornografi
dapat membelenggu kebebasan berekspresi mereka untuk membuat karya-karya seni yang merupakan sumber mata pencaharian mereka.
Kedua, konflik antara etika dan ekonomi dapat tergambar dari kebijakan dibidang perjudian dan pelacuran prostitusi. Larangan perjudian dan pelacuran dalam kacamata hukum
pidana mungkin dianggap sebagai hal yang wajar, tapi perjudian dan pelacuran dengan beban pajak yang cukup tinggi dapat menjadi sumber bagi pendapatan daerah.
Ketiga, kondisi masyarakat sipil yang tidak terintegrasi secara baik. Sebenarnya kekuatan masyarakat sipil cukup memadai, baik dari kalangan komunitas perguruan tinggi,
kelompok profesi dan lembaga swadaya masyarakat, namun karena terlalu banyak isu-isu yang diusung menyebabkan fokus gerakan masyarakat sipil menjadi terpecah-pecah. Bahkan
adakalanya terjadi konflik yang tajam di antara kekuatan masyarakat sipil.
Akhirnya, kondisi demokrasi dalam kehidupan ketatatanegaraan kita yang belum mapan. Meskipun reformasi politik telah berlangsung sejak 1998, tapi peran partai dan aktor
politik dalam memperjuangkan kepentingan rakyat masih jauh dari harapan masyarakat. Partai dan aktor politik terlalu sibuk dengan dirinya sendiri sehingga memunculkan apatisme politik
dan ketidakpercayaan terhadap partai politik.
Universitas Sumatera Utara
Mengingat advokasi dalam perkembangannya digunakan untuk berbagai macam kepentingan, maka advokasi dalam pembahasan ini
18
18
http:penghunilangit.blogspot.com200508strategi-advokasi.html tak lain adalah advokasi yang bertujuan
memperjuangkan keadilan sosial. Dengan kata lain, advokasi yang dirumuskan merupakan praktek perjuangan secara sistematis dalam rangka mendorong terwujudnya keadilan sosial
melalui perubahan atau perumusan kebijakan publik. Meminjam bahasa Mansour Faqih, advokasi yang dimaksud adalah advokasi keadilan sosial.
Penegasan ini penting untuk menghindari kesimpangsiuran pemahaman yang akan berujung pada kesalahan menerapkan strategi dan tujuan. Bagaimanapun banyak lembaga atau
organisasi yang merasa prihatin dengan kenyataan sosial, kemudian mengupayakan sesuatu, namun pada akhirnya terjebak pada kesalahan dalam mendiagnosa masalah. Misalnya saja
organisasi yang berjuang memberantas kemiskinan yang menggunakan pendekatan sedekah charity belaka dengan membagi-bagi uang dan sebagainya tanpa pernah mempertanyakan apa
yang menyebabkan masyarakat menjadi miskin. Dengan kata lain, sedekah merupakan tindakan yang hanya menyelesaikan akibat, bukan sebab. Demikian halnya dengan masalah-masalah lain
yang menyangkut harkat hidup orang banyak, khususnya masalah-masalah yang terkait dengan keadilan sosial.
2.2 Petani