3. Praktek pekerjaan sosial mengarah pada tiga tingkatan intervensi , yakni :
a. Mikro , yaitu diarahkan untuk menangani permasalahan yang dialami individu dan keluarga.
b. Meso , diarahkan untuk kelompok.
c. Makro , diarahkan untuk organisasi dan masyarakat untuk menghasilkan perubahan-perubahan yang diinginkan.
4. Ilmu pekerjaan sosial merupakan eclectic sciences , ilmu yang dalam proses pembentukannya mengadaptasi bagian-bagian dan konsep dari disiplin ilmu lainnya.
Untuk lebih memperdalam pemahaman soal pekerjaan sosial memang tidak cukup hanya pengertian dan karakteristik pekerjaan sosial , masih perlu bicara soal tujuan dan fungsi
pekerjaan sosial. Berikut akan langsung dibahas secara garis besar mengenai advokasi dalam perspektif pekerjaan sosial.
2.6.3. Advokasi Petani dalam Pekerjaan Sosial
Seperti telah dikemukakan diatas , advokasi secara pengertian berada dalam dua faksi besar. Advokasi ‘pembelaan’ seperti yang dikerjakan oleh penegak hukum dan advokasi yang
tidak hanya membela tapi juga memajukan , mengemukakan , menciptakan dan merubah
46
45
Untuk lebih jelasnya baca Dasar-dasar Pekerjaan Sosial ,hal 35-41.
46
Merubah Kebijakan Publik, Roem Toamtipasang, Mansour Fakih, Toto Raharjo, Pustaka Pelajar, 2001.
Sementara itu , bila merujuk pada pengalaman masa lalu baca: orde baru , kegiatan advokasi
Universitas Sumatera Utara
cenderung dikonotasikan sebagai upaya ekstrem dari kalangan tertentu khususnya aktivis Ornop maupun Ormas dalam melakukan pendampingan dan pembelaan terhadap kasus – kasus rakyat
47
Sejalan perkembangan waktu , pandangan dan pengertian tentang advokasi mulai mengalami pergeseran paradigma. Salah satunya adalah pandangan yang melihat advokasi untuk
keadilan sosial .
48
47
idem
48
Buku Pintar Pekerja Sosial jilid 2 , Albert R. Roberts dan Gilbert.cetakan 1.2009.
. Dalam paradigma ini , suatu kegiatan advokasi tidak lagi menempatkan organisasi atau kelompok sebagai ‘pahlawan’ atau ‘bintang’ melaikan suatu proses yang
menghubungkan antara berbagai pihak dalam masyarakat melalui terbentuknya berbagai aliansi strategis yang memperjuangkan terciptanya keadilan sosial.
Dalam konteks penanganan masalah atau kasus kegiatan advokasi biasanya dapat dibedakan dalam 2 hal. Pertama , advokasi yang bersifat litigasi dan kedua , advokasi yang
bersifat nonlitigasi. Advokasi bersifat litigasi sepenuhnya diartikan sebagai upaya penanganan kasus dengan menempuh jalur hukum dan pengadilan. Sementara advokasi secara nonlitigasi
erkaitan erat dengan upaya penanganan kasus melalui jalur lobby dan aksi yang bersifat membangun opini publik , baik yang dilakukan dengan cara aksi demonstrasi , delegasi , unjuk
rasa , hingga kampanye baik secara lisan maupun tulisan. Idealnya kedua pendekatan ini dapat saling kuat menguatkan dalam konteks penanganan kasus. Namun , faktanya adalah bahwa
kedua kegiatan ini tak selalu seiring sejalan. Karena tak jarang penanganana kasus melalui jalur litigasi kurang mampu mengangkat akar permasalahan yang ada dan terhenti sampai persoalan
pidana semata , sementara perdata tidak terangkat ke permukaan.
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa tahapan penting yang perlu diketahui berkaitan dengan proses advokasi yang akan dilakukan
49
1. Memahami sistem kebijakan publik.
. Antara lain :
2. Membentuk lingkar inti.
3. Memilih issu strategis.
4. Merancang sasaran dan strategi.
5. Mengolah data dan informasi.
6. Menggalang sekutu dan pendukung.
7. Mengajukan rancangan tanding.
8. Mempengaruhi pembuat kebijakan.
9. Membentuk pendapat umum.
10. Membangun basis gerakan.
11. Memantau dan menilai program.
12. Evaluasi.
Dalam konteks advokasi kasus tanah yang dialami oleh petani , strategi advokasi yang dapat dilakukan adalah :
a. Membangun konsolidasi dan memperluas aksi perlawanan.
b. Membangun aliansi dengan sektor lainnya untuk mendapatkan dukungan moril
maupun materil. c.
Membentuk pendapat umum dalam rangka pembangunan kesadaran dan empati publik tentang persoalan yang dihadapi oleh petani.
49
Makalah DPW SPI SUMUT dengan judul Sebuah Pendekatan dalam Penanganan Kasus Tanah. Dipresentasikan dalam Sekolah HAM di Aula Fisip USU tertanggal 17-18 Mater 2011.
Universitas Sumatera Utara
d. Melakukan kampanye dan opini publik di berbagai level.
e. Melakukan upaya litigasi dan nonlitigasi.
f. Membangun opini publik tentang pelanggaran HAM oleh staf aparatus dan pihka
perkebunan terhadap petani.
Keseluruhan prosedur diatas hanya mungkin dapat dilakukan jika sudah terbangun komitmen dan kesadaran kritis pada komunitas yang ada serta rasa saling percaya dan solidaritas
antara sesama petani maupun stakeholder yang tergabung untuk secara bersama sama memperjuangkan nasib petani.
2.7. Kerangka Pemikiran