melihat ilmu pengetahuan sebagai sebuah cara untuk mengembangkan pengetahuan dan memperbaiki masyarakat.
Symbolic Interaction Theory lahir pada dua universitas yang berbeda : University of Iowa dan University of Chicago. Di Iowa, Manford Kuhn dan mahasiswanya
merupakan tokoh penting dalam memperkenalkan ide-ide asli dari Symbolic Interaction Theory sekaligus memberikan kontribusi terhadap teori ini, tetapi pendekatan mereka
dianggap sebagai pendekatan yang tidak biasa; karenanya prinsip Symbolic Interaction Theory dan pengembangannya yang berakar pada Mazhab Chicago.
Baik George Herbert Mead dan temannya John Dewey merupakan teman sefakultas di University of Chicago. Mead mempelajari filasafat dan ilmu sosial, ia memberikan
kuliah mengenai ide-ide yang membentuk inti dari Mazhab Chicago mengenai Symbolic Interaction Theory. Sebagai seorang pengajar yang populer ia sangat dihormati, Mead
memainkan suatu peran penting dalam membangun perspektif dari Mazhab Chicago, yang difokuskan pada pendekatan terhadap teori sosial yang menekankan pentingya
komunikasi bagi kehidupan interaksi sosial.
Kedua mazhab tersebut berbeda terutama pada metodologinya. Mead dan mahasiswanya Herbert Blumer menyatakan bahwa studi mengenai manusia tidak dapat
dilaksanakan dengan menggunakan metode yang sama seperti yang digunakan untuk mempelajari hal lainnya. Mereka mendukung penggunaan studi kasus dan sejarah serta
wawancara tidak terstruktur. Mazhab Iowa mengadopsi pendekatan kuantitatif untuk studinya. Kuhn yakin bahwa konsep Symbolic Interaction Theory dapat
dioperasionalisasikan, dikuantifikasikan dan diuji. Pada titik ini, Kuhn mengembangkan sebuah penelitian yang dinamakan kuesioner dua puluh pernyataan sikap diri.
Responden penelitian yang melalui tes dua puluh pernyataan ini diminta untuk mengisi dua puluh baris kosong dalam menjawab pertanyaan, siapakah aku? Beberapa kolega
Kuhn di Iowa dikecewakan mengenai konsep diri ini, dan mereka memisahkan diri untuk membentuk Mahzab Iowa baru. Carl Couch adalah salah satu pemimpin aliran
pemikiran baru ini. Couch dan teman-temannya mulai mempelajari interaksi perilaku melalui pembicaraan pada rekaman video daripada hanya mempelajari informasi dari
tes dua puluh pernyataan.
II.4.2 Tema dan Asumsi Teori Interaksi Simbolik.
Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide mengenai diri dan hubungannya dengan masyarakat. Karena ide ini dapat diinterpretasikan secara luas, akan dijelaskan
secara detail tema-tema teori ini dan dalam prosesnya, dijelaskan pula kerangka asumsi teori ini.
Ralph LaRossa dan Donald C.Reitzes 1993 telah mempelajari Teori Interaksi Simbolik yang berhubungan dengan kajian mengenai keluarga. Mereka mengatakan
bahwa tujuh asumsi mendasari Symbolic Interaction Theory dan bahwa asumsi-asumsi ini memperlihatkan tiga tema besar:
- Pentingnya makna bagi perilaku manusia.
- Pentingnya mengenai konsep diri.
- Hubungan antara individu dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Pentingnya makna bagi perilaku manusia
Teori Interaksi simbolik berpegang bahwa individu membentuk makna melalui proses komunikasi karena makna tidak bersifat intrinsik terhadap apapun. Dibutuhkan
konstruksi interpretif di antara orang-orang untuk menciptakan makna. Bahkan, tujuan dari interaksi menurut Symbolic Interaction Theory, adalah untuk menciptakan makna
yang sama. Hal ini penting karena tanpa makna yang sama komunikasi akan menjadi sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin. Coba anda bayangkan berbicara dengan
seorang teman jika anda harus menjelaskan semua makna idiosinkratik yang anda miliki untuk setiap kata yang anda gunakan, teman anda harus melakukan hal yang serupa.
Tentu saja, sering kali kita memberikan asumsi bahwa kita dan pasangan bicara kita sepakat akan sebuah makna dan kemudian menyadari bahwa kita keliru sudah saya
katakan untuk bersiap-siap secapat yang kamu bisa. Satu jam adalah waktu tercepat bagi saya bersiap-siap. Tetapi yang saya maksudkan adalah kamu harus siap dalam
waktu 15 menit. Kamu tidak mengatakan hal itu, tetapi seringkali kita dapat menganggap orang mempunyai makna yang sama dalam pembicaraan. Menurut
LaRossa dan Reitzes, tema ini mendukung tiga asumsi Symbolic Interaction Theory yang diambil dari karya Herbert Blumer 1969. Asumsi-asumsi ini adalah sebagai
berikut :
- Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang
diberikan orang lain pada mereka. -
Makna diciptakan dalam interaksi antarmanusia. -
Makna dimodifikasi melalui proses interpretif.
Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain pada mereka. Asumsi ini menjelaskan perilaku sebagai suatu rangkaian
pemikiran dan perilaku yang dilakukan secara sadar antara rangsangan dan respons orang berkaitan dengan rangsangan tersebut. Teoretikus Symbolic Interaction Theory
seperti Herbert Blumer tertarik dengan makna yang ada di balik perilaku. Mereka mencari makna dengan memperlajari penjelasan psikologis dan sosiologis mengenai
perilaku.
Makna yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan kita untuk menerapkan makna tertentu pada simbol
tertentu pula. Contohnya, di Amerika Serikat kita umumnya menghubungkan cincin perkawinan dengan cinta dan komitmen. Cincin adalah simbol ikatan resmi dan
emosional, dan karenanya kebanyakan orang menghubungkan dengan konotasi positif. Walaupun demikian, beberapa orang melihat pernikahan sebagai sebuah institusi yang
opesif. Orang-orang tersebut akan memberikan reaksi yang negatif terhadap cincin kawin dan segala simbol lainnya yang mereka anggap sebagai situasi merendahkan.
Maksud dari teoretikus Symbolic Interaction Theory adalah bahwa cincin itu sendiri tidak mempunyai makna yang spesifik; cincin ini memiliki makna ketika orang
berinteraksi dan menganggapnya sebagai sesuatu yang penting.
Individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan orang lain. Asumsi ini menyatakan bahwa kita membangun perasaan akan diri sense of self tidak
selamanya melalui kontak dengan orang lain. Orang-orang tidak lahir dengan konsep
Universitas Sumatera Utara
diri; mereka belajar tentang diri mereka melalui interaksi. Menurut Symbolic Interaction Theory
,
bayi tidak mempunyai perasaan mengenai dirinya sendiri sebagai individu. Selama tahun pertama kehidupannya, anak-anak mulai untuk membedakan dirinya dari
alam sekitarnya. Ini merupakan perkembangan paling awal dari konsep diri. Symbolic Interaction Theory menyatakan bahwa proses ini terus berlanjut melalui proses anak
mempelajari bahasa dan kemampuan untuk memberikan respons kepada orang lain serta menginternalisasi umpan balik yang dia terima. Peneliti-peneliti awal mengenai
keluarga seperti Edgar Burgess 1926 merefleksikan asumsi ini ketika mereka mendiskusikan mengenai pentingnya keluarga sebagai sebuah institusi untuk
bersosialisasi. Selanjutnya Burgess menyatakan bahwa anak dan orang tua mungkin berselisih paham mengenai konsep diri atau citra anak-anaknya. Alicia Cast 2003
mempelajari penggunaan kekuasaan pada pasangan yang sudah menikah, dan hasil yang ia dapatkan mendukung asumsi Symbolic Interaction Theory ini. ia menyatakan bahwa
konteks sosial dan interaksi adalah suatu yang penting ketika menyelidiki tentang diri.
Konsep diri memberikan motif penting untuk perilaku, pemikiran bahwa keyakinan, nilai, perasaan, penilaian-penilaian mengenai diri mempengaruhi perilaku adalah sebuah
prinsip penting pada Symbolic Interaction Theory. Mead berpendapat bahwa karena manusia memiliki diri, mereka memiliki mekanisme untuk berinteraksi dengan dirinya
sendiri. Mekanisme ini digunakan untuk menuntun perilaku dan sikap. Penting juga diingat bahwa Mead melihat diri sebagai sebuah proses, bukan struktur. Memiliki diri
memaksa orang untuk mengkontruksi tindakan dan responnya, daripada sekadar mengekspresikannya. Jadi, misalnya, jika anda merasa yakin akan kemampuan anda
dalam pelajaran teori komunikasi, maka akan sangat mungkin bahwa anda akan berhasil dengan baik dalam pelajaran itu. Bahkan, akan sangat mungkin pula bahwa anda akan
merasa percaya diri dalam semua mata kuliah lainnya. Proses ini sering kali dikatakan sebagai prediksi pemenuhan diri self-fulfilling project atau pengharapan akan diri yang
menyebabkan seseorang untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga harapannya terwujud.
Hubungan antara Individu dan Masyarakat
Tema yang berkaitan dengan hubungan antara kebebasan individu dan batasan sosial. Mead dan Blumer mengambil posisi di tengah untuk pertanyaan ini. mereka
mencoba untuk menjelaskan baik mengenai keteraturan dan perubahan dalam proses sosial. Asumsi-asumsi ini berkaitan dengan tema ini adalah sebagai berikut :
- Orang dan kelompok dipengaruhi proses budaya dan sosial
- Struktur sosial dihasilkan melalui interaksi sosial.
Orang dan kelompok dipengeruhi proses budaya dan sosial. Asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku individu. Contohnya, ketika anda
bersiap untuk hari pertama di tempat kerja yang baru, anda memilih jas biru tua, kemeja oxford putih dan dasi berwarna merah dengan garis biru. Padahal pakaian kesukaan
anda adalah celana jins dan kemeja famel, memilih berpakaian yang dirasakan lebih pantas secara sosial dengan konteks kerjanya. Selain itu, budaya secara kuat
mempengaruhi perilaku dan sikap yang kita anggap penting dalam konsep diri. Di Amerika Serikat, orang yang melihat diri mereka sebagai orang yang asertif tegas
adalah orang yang sering kali bangga pada atribut ini dan merefleksikannya dengan baik pada konsep diri mereka. Dapat terjadi demikian karena di Amerika Serikat adalah
Universitas Sumatera Utara
sebuah budaya yang individualistis yang menghargai ketegasan dan individualitas. Pada banyak budaya Asia; kerja sama dan komunitas dihargai sangat tinggi, dan kolektivitas
lebih penting daripada individual. Jadi, orang Asia melihat dirinya sebagai orang yang asertif mungkin akan merasa malu dengan konsep diri semacam itu.
Mary Roffers 2002 menyatakan bahwa tugas di kampus untuk membuat desain situs Web pribadi sangat sulit bagi seorang mahasiswa suku Hmong di kelasnya.
Mahasiswa itu menjelaskan bahwa berbicara mengenai diri sendiri tidak diperbolehkan di dalam budayanya dan menempatkan informasi mengenai dirinya dalam Web terasa
tidak benar.
Struktur Sosial dihasilkan melalui interaksi sosial. Asumsi ini menengahi posisi yang diambil oleh asumsi sebelumnya. Symbolic Interaction Theory mempertanyakan
pandangan bahwa struktur sosial tidak berubah serta mengakui bahwa individu dapat memodifikasi situasi sosial. Contohnya, banyak tempat kerja di Amerika Serikat
mempunyai ketentuan Jumat kasual, ketika karyawan memakai pakaian yang lebih kasual dibandingkan dengan pakaian kantor yang telah disepakati secara sosial. Dengan
demikian, para partisipan dalam interaksi memodifikasi struktur dan tidak secara penuh dibatasi oleh hal tersebut. Dengan kata lain, teoretikus Symbolic Interaction Theory
percaya bahwa manusia adalah pembuat pilihan West,2009:97-104.
Blumer mengemukakan tiga prinsip dasar interaksionisme simbolik yang berhubungan dengan meaning, language dan thought. Premis ini kemudian mengarah
pada kesimpulan tentang pembentukan diri seseorang person’s self dan sosialisasinya dalam komunitas community yang lebih besar. Meaning makna : konstruksi
realitas sosial. Blumer mengawali teorinya dengan premis bahwa perilaku seseorang terhadap sebuah obyek atau orang lain ditentukan oleh makna yang dia pahami tentang
obyek atau orang tersebut. Languange bahasa : the source of meaning. Seseorang memperoleh makna atas sesuatu hal melalui interaksi. Dengan demikian dapat dikatak
bahwa makna adalah hasil interaksi sosial. Makna tidak melekat pada obyek, melainkan dinegoisasikan melalui penggunaan bahasa. Bahasa adalah bentuk dari simbol. Oleh
karena itulah teori ini kemudian disebut sebagai interaksionisme simbolik.
Berdasarkan makna yang dipahaminya, seseorang kemudian dapat memberi nama yang berguna untuk membedakan satu obyek, sifat, atau tindakan dengan obyek, sifat
atau tindakan lainnya. Dengan demikian premis Blumer yang kedua adalah manusia memiliki kemampuan untuk menamai sesuatu. Simbol, termasuk nama, adalah tanda
yang arbitrer. Percakapan adalah media penciptaan makna dan pengembangan wacana. Pemberian nama secara simbolik adalah basis terbentuknya masyarakat. Para
interaksionis meyakini bahwa upaya mengetahui sangat tergantung pada proses pemberian nama, sehingga dikatakan bahwa interaksionisme simbolik adalah cara kita
belajar menginterpretasikan dunia.
Thought pemikiran : process of taking the role of the other. Premis ketiga
Blumer adalah bahwa,”an individual’s interpretation of symbol is modified by his or her own thought processes.” Interaksionisme simbolik menjelaskan proses berfikir sebagai
inner conversation, Mead menyebut aktivitas ini sebagai minding. Secara sederhana proses menjelaskan bahwa sesorang melakukan dialog dengan dirinya sendiri ketika
Universitas Sumatera Utara
berhadapan dengan sebuah situasi dan berusaha untuk memaknai situasi tersebut. Untuk bisa berfikir maka seseorang memerlukan bahasa dan harus mampiu untuk berinteraksi
secara simbolik. Bahasa adalah software untuk bisa mengaktifkan mind.
Kontribusi terbesar Mead untuk memahami proses berfikir adalah pendapatnya yang menyatakan bahwa manusia memiliki kemampuan yang unik untuk memerankan
orang lain take the role of the other. Sebagai contoh, pada masa kecil, anak-anak sering bermain peran sebagai orang tuanya, berbicara dengan teman imajiner, dan
secara terus menerus sering menirukan peran-peran orang lain. Pada saat dewasa seseorang akan meneruskan untuk menempatkan dirinya pada posisi orang lain dan
bertindak sebagaimana orang itu bertindak.
Setelah dipahami bahwa meaning, languange,dan thought memiliki keterikatan yang sangat erat, maka kita dapat memperkirakan konsep Mead tentang diri self. Mead
menolak anggapan bahwa seseorang bisa mengetahui siapa dirinya melalui introspeksi. Ia menyatakan bahwa untuk mengetahui siapa diri kita maka kita harus melukis potret
diri kita melalui sapuan kuas yang datang dari proses taking the role of the other. Membayangkan apa yang dipikirkan orang lain tentang kita. Para interaksionis
menyebut gambaran mental ini sebagai the looking glass self dan hal itu dikonstruksi secara sosial.
Penganut interaksionisme simbolik menyatakan bahwa self adalah fungsi dari bahasa. Tanpa pembicaraan tidak akan ada konsep diri, oleh karena itu untuk
mengetahui siapa dirinya, seseorang harus menjadi anggota komunitas. Merujuk pendapat Mead self diri adalah proses mengkombinasikan I dan me. I adalah kekuatan
spontan yang tidak dapat diprediksi. Ini adalah bagian dari diri yang tidak terorganisir. Sementara me adalah gambaran diri yang tampak dalam the looking glass dari reaksi
orang lain.
Me tidak pernah dilahirkan. Me hanya dapat dibentuk melalui interaksi simbolik yang terus menerus mulai dari keluarga, teman bermain, sekolah dan seterusnya. Oleh
karena itu seseorang membutuhkan komunitas untuk mendapatkan konsep dirinya. Seseorang membutuhkan the generalized other, yaitu berbagai hal orang, obyek atau
peristiwa yang mengarahkan bagaimana kita berpikir dan berinteraksi dalam komunitas. Me adalah organized community dalam diri seseorang individu
Santoso,2010:22-24.
II.5. Komunikasi Efektif